JAKARTA, Beritalima.com– Sebelumnya banyak pihak menepis adanya dugaan kecurangan dalam pemilihan umum (pemilu) serentak yang digelar 17 April lalu.
Setiap isu kecurangan disuarakan, malah pihak yang menuding tersebut dikatakan tengah berusaha mendelegitimasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Faktanya, semua peserta Pemilu kini justru mendalilkan Pemilu 2019 berlangsung tidak jujur dan tidak adil alias curang.
Hal tersebut dapat dilihat dari daftar Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan semua peserta pemilu baik itu dari kelompok DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota maupun dari pasangan Presiden-Wakil Presiden 02, Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ini berarti dugaan kecurangan Pemilu bukan sekedar isapan jempol melainkan memang kenyataan. “Kalau Pemilu dianggap sudah berlangsung secara jujur dan adil, mengapa partai-partai politik dan calon anggota DPD merasa perlu mengajukan sengketa ke MK?” kata Dewan Pakar Pusat Konsultasi Hukum Pemilihan Umum (Puskum Pemilu), Said Salahuddin.
“Coba lihat daftar gugatan hasil Pemilu yang masuk ke MK. Itu kan ternyata tidak hanya diajukan oleh capres-cawapres nomor 02 dan partai-partai politik pendukungnya,” lanjut Said.
Permohonan sengketa juga diajukan oleh para calon anggota DPD, bahkan parpol-parpol pendukung capres-cawapres 01. PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, Hanura, dan parpol-parpol pendukung pasangan Jokowi – Ma’ruf yang lain juga ternyata ikut menggugat.
“Atas dasar apa gugatan itu diajukan? sudah barang tentu atas dasar adanya dugaan pelanggaran terhadap asas-asas Pemilu,” tegas Said yang direktur Sinergi masyarakat untuk Demokrasi Indonesia.
Asas langsung, umum, bebas, rahasia, dan yang lebih utama lagi asas jujur dan adil yang dinyatakan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 itulah yang nantinya akan dijadikan sebagai parameter oleh Mahkamah Konsitusi (MK) dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara PHPU.
“Jadi, kalau semua peserta kini menyoal hasil Pemilu, itu artinya indikasi adanya kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 semakin menguat,” jelas dia.
Karena itu, kata dia, tidak perlu lagi dimunculkan tudingan bahwa pihak yang menyoal dugaan kecurangan Pemilu dianggap ingin mendelegitimasi KPU. Jika KPU dam Bawaslu berlaku tidak jujur dan tidak adil dalam menyelenggarakan Pemilu, semua parpol dapat disebut sebagai pelaku.
“Yang jelas, soal benar atau tidaknya Pemilu 2019 diwarnai oleh praktik kecurangan, kita masih harus menunggu pembuktiannya dari hasil persidangan yang akan digelar oleh Mahkamah Konstitusi,” demikian Said Salahuddin. (akhir)