JAKARTA, beritalima.com – Akademisi Universitas Matla’ul Anwar Banten menyikapi UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 yang dianggapnya merupakan suatu produk cacat hukum karena tidak dilalui oleh naskah
akademik. Faktanya buruh dibenturkan dengan pengusaha yang notabene punya uang. Dengan dibenturkan antara buruh dengan pengusaha itu maka buruh dalam posisi yang lemah. Ironis pemerintah mengeluarkan Perpres tentang tenaga kerja asing, yang ditambah lagi masa depan buruh hari ini.
Demikian hal itu diungkapkan Saifullah, Sekretaris Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten, yang berhasil diminta tanggpan lebih dalam mengenai komentarnya saat melakukan delegasi mahasiswa UNMA dengan anggota DPR, Rabu (11/4/2018) di Ruang Fraksi, Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.
Ia pun mengatakan bahwa hal tersebut merupakan fakta dan realitas yang ada di lapangan berdasarkan mata penglihatannya sendiri. Dengan demikian perusahaan-perusahaan yang notabenenya dimiliki oleh orang asing itu dikuasai oleh orang asing, hingga penduduk sekitar perusahaan tersebut mengalami kesulitan yang luar biasa ketika ingin bekerja di perusahaan asing tersebut.
“Warga sekitar yang berpenduduk di sekitar perusahaan asing tersebut bila ingin bekerja harus melakukan demo dan ngacak-ngacak perusahaan lebih dulu,” ungkapnya.
Dengan demikian Saifullah menegaskan bahwa negara diam dan berada dimana. Padahal dari substansi yang ada, negara harus ada di atas kepentingan rakyat banyak bukan di atas kepentingan golongan dan sepihak.
Lain hal menurutnya, ketimpangan negara yang sangat timpang sekali bukan pro rakyat akan tetapi pro asing dan aseng. Oleh karena itu dijelaskan Sekretaris Universitas Mathla’ul Anwar, bahwa persoalan itu harus diangkat oleh temen-temen yang ada di seluruh Indonesia.
“Dengan adanya referendum Papua membuat untuk memisahkan diri dari negara, ini merupakan cambuk bagi negara karena masyarakat Papua merasa didzolimi,” tandasnya.
Dengan demikian persoalan yang sudah terpolarisasi itu menurut dia negara harus dibangun, harus ada keberpihakan kepada rakyat, yang sekarang ini rakyat Indonesia berjumlah 270 jiwa. Lebih lanjut ketika melihat wajah Banten yang berpenduduk kurang lebih 11 juta penduduk, dengan angka pengangguran 1 juta 700 ribu orang, mau makan harus pontang panting dulu.
“Indikator harus mundur, banyak pengamen di jalanan, di lampu merah, belum lagi yang datang langsung ke rumah-rumah. Ini merupakan bukti bahwa negara tidak berpihak pada rakyat. Meskipun anggota DPR ngomong kesana kemari, bilangnya berpihak pada rakyat, itu nonsense. Ini perspektif saya karena saya melihat dari fakta dan realitas bukan kata orang,” tegasnya kepada beritalima.com.
Lebih jauh diungkapkan Saifullah, bahwa di Banten ada perusahaan semen Merah Putih, yang berloksi di Bayah, Lebak, Banten. Setiap hari didemo oleh masyarakat pribumi, karena fakta masyarakat pribumi tidak banyak diakomodir oleh perusahaan yang berada di wilayahnya. Yang lebih ekstrim pengerahan tenaga kerja asing, melakukan eksodus besar-besaran dan diturunkan di tengah laut. Lalu dijemput.
“Hal ini dibuktikan juga oleh beberapa putusan hakim bahwa banyak pekerja ilegal. Dari fakta hukum menemukan tenaga kerja asing menggunakan visa ilegal, menggunakan visa turis, tapi faktanya dia bekerja. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah tenaga kerja asing bisa dapat memiliki KK dan KTP,” pungkasnya. dedy mulyadi