beritalima.com | Salah paham atau yang lebih sering dikenal dengan istilah miskomunikasi menjadi hal sangat rentan terjadi pada masyarakat kita. Kesalah pahaman kecil saja bahkan bisa menimbulkan masalah besar yang berujung pada pertikaian.
Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk. Ada lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia, atau tepatnya 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010. Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah 41 % dari total populasi. Suku Sunda, suku Batak, dan suku Madura adalah kelompok terbesar berikutnya di negara ini.
Keaneragaman suku, bahasa dan budaya yang dimiliki Indonesia menjadi nilai tambah tersendiri. Dimana hal itu akan menambah keunikan, dan kearifan kita dalam berbangsa dan bernegara. Hidup sejahtera, saling menghormati satu sama lain, hidup rukun dan gotong royong itu yang menjadi tujuan utama kita merdeka.
Jika ada sedikit masalah, atau miskomunikasi harus disikapi dengan arif dan bijaksana. Jangan sampai terjadi pertikaian antar sesama anak bangsa. Karena pada hakekatnya kita semua adalah satu saudara yang terikat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di jaman yang global ini, kita harus bisa menyerap dan menyaring semua informasi yang masuk. Apakah informasi tersebut jelas sumbernya, atau hanya informasi sampah, berita hoaks yang akan merusak tatanan kehidupan masyarakat. Karena jika kita salah dan keliru dalam memahami informasi, pembicaraan, pernyataan, sikap orang lain akan berakibat fatal.
Komunikasi adalah hal mudah, namun menjadi tidak mudah jika tidak dikomunikasikan dengan baik dan benar. Banyak keributan, pertikaian, dan kekacauan terjadi karena miskomunikasi. Andai saja semua pihak bisa menyikapi dengan sabar, dan mau menahan diri keributan bakal tidak terjadi.
Seperti kejadian rusuh di Manokwari, Papua Barat Senin (19/8) dipicu insiden penyerangan dan pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya dan kejadian di Malang Jawa Timur akhir bulan silam. ” Kejadian yang ada di Surabaya maupun Malang itu sebetulnya hanya peristiwa kecil, dan sudah dilokalisir diselesaikan oleh Muspida setempat baik, Gubenur, Kapolda, maupun Pangdam “, kata Kapolri Tito Karnavian.
Ada oknum yang menyebarkan informasi tidak benar atau hoaks di media sosial. Di antaranya ucapan atau makian yang dialamatkan kepada mahasiswa Papua. Lalu ada informasi bahwa ada satu mahasiswa Papua yang tewas di Surabaya.
Kita jangan mau terpancing emosi dengan informasi yang belum tentu kebenerannya. Dan alangkah baiknya jika kita hidup, berada di suatu daerah, mau menghormati tatanan kehidupan atau adat istiadat yang ada di daerah tersebut. Peribahasanya ” Di mana bumi dipijak, di situ langit di junjung ” artinya haruslah mengikuti/menghormati adat istiadat di tempat tinggal kita. Jangan merasa benar sendiri, dan berbuat semau gue, dengan tidak mengindahkan hukum yang berlaku.
Kimi sangat menyayangkan kerusuhan yang terjadi di Manokwari. Karena tidak ada gunanya bertikai, demo anarkis dengan merusak fasilitas umum. Yang akan rugi adalah negara kita sendiri. Itu semua harus menjadi pelajaran yang berharga, tidak boleh terjadi lagi, tidak boleh terulang kembali di negara kita.
Sebagai warga negara yang baik, kita harus menjunjung tinggi nilai nilai luhur nenek moyang kita, mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia. Bersatu padu, dan bekerjasama dalam mengisi kemerdekaan ini dengan rajin belajar, giat bekerja, saling tolong menolong antar sesama. Mari kita rajut kembali persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang mulai terkoyak. Jangan biarkan persatuan dan kesatuan ini bercerai berai karena kita terus bertikai. Jika kita ingin maju, menjadi manusia unggul, dan ingin menatap masa depan gemilang, sekaranglah saatnya kita bergandengan tangan, gotong royong, dengan semua elemen masyarakat menjadi satu kesatuan yang besar.
Apakah belum cukup, selama 350 tahun bangsa kita dijajah. Penderitaan itu masih membekas di hati para pejuang, pahlawan nasional yang gugur mendahului kita. Tidak lain karena kita dulu tidak mau bersatu, berjuang sendiri-sendiri, tidak kompak, dan hanya mementingkan diri sendiri (baca kedaerahan).
Penyesalan pasti datangnya terlambat, maka dari itu kedepan jangan pernah terulang lagi konflik antar suku, antar agama, antar saudara. Konflik hanya membuang-buang waktu saja, dan tidak ada manfaatnya. Yang menang jadi arang, yang kalah jadi abu.
Dengan ini kami menghimbau kepada seluruh warga masyarakat Indonesia agar tidak terpancing emosi, terjerumus dalam tindakan main hakim sendiri, sikap mau menang sendiri yang akan menelan korban jiwa. Sikapi semua permasalahan yang ada dengan sabar, hati yang dingin dan solusi terbaik.
Tidak ada masalah yang tidak bisa terpecahkan, tidak ada yang berat jika kita mau bersatu. Sekarang tinggal bagaimana kita mau bersikap, berbuat dan berpikir positif. Buang jauh-jauh sikap adigang, adigung, adiguna dengan tidak mengindahkan hukum yang berlaku di negara Indonesia.
Sekali lagi, mari kita bergandengan tangan, jabat tangan erat erat Saudaraku. Tantangan negara kita kedepan semakin komplek, jika kita masih ribut sendiri, dan menelan mentah-mentah semua informasi yang masuk apa kata dunia. Salah paham akan memicu terjadinya pertikaian diantara kita. Bagaimana pendapat Anda.
Surabaya, 20 Agustus 2019
Cak Deky