JAKARTA, Beritalima.com– Calon Wakil Presiden (Capres) nomor urut 02 Sandiaga Salahudin Uno memaparkan sejumlah dugaan kecurangan dalam Pilpres 2019 mulai dari persoalan politik uang hingga pejabat yang diduga terlibat memenangkan calon tertentu.
“Kita juga cium aroma politik uang sangat tajam. Salah satu orang penting 01 tertangkap oleh KPK dengan barang bukti ratusan amplop berisi uang, diketahui untuk serangan fajar,” kata Sandi di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (14/5).
Elite yang tertangkap KPK dengan bukti ratusan amplop untuk serangan fajar adalah politikus Golkar yang juga anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso. Bowo dicokok tim KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Maret lalu.
Sandi juga curiga dengan pelibatan pejabat tinggi BUMN memenangkan paslon tertentu. Temuan yang ada dianggap sebagai puncak gunung es yang mencederai demokrasi.
“Penjuru tanah air, masyarakat disuguhi cerita tsunami amplop politik uang yang dikawal aparat keamanan. Rakyat sebagai pemilih kedaulatan dipaksa atau setengah dipaksa memilih yang memberikan iming-iming uang.”
Sandi menyebut ada kepala desa dan aparat yang digerakkan pasangan calon tertentu dengan ancaman. Karena itu, dia meminta agar jujur mengakui praktik kotor ini terjadi.
“Bukan hanya satu tempat tapi banyak tempat. Bila kita tarik ke belakang, saya alami sendiri. Masa kampanye dan pemungutan suara banyak kejanggalan dan ketidakadilan,” ujar Sandi.
Selain itu, Sandi juga menyoroti dugaan Daftar Pemilih Tetap yang bermasalah dan tak ada solusi. Adapun penggunaan kotak suara mudah dijebol, dibakar, hingga terkena banjir.
Dikatakan, 6,5 juta orang tak memperoleh undangan pemilih, intimidasi saksi pasangan 02 di daerah tertentu. “Ini sebabkan perolehan kami nol,” tutur Sandi.
Ditambahkan, saat masa kampanye dirinya mendapatkan banyak rintangan mulai dari sulit mendapatkan perizinan sampai ke persoalan lain yang bertujuan membuat kampanye pasngan 02 tidak lancar.
Bahkan, tempat kampanyenya berpindah-pindah dan sulit dijangkau. “Kita saksikan upaya sistematis lemahkan upaya suara oposisi, penangkapan aktivis, kriminalisasi ulama,” ujar Sandi.
Selain itu, ia mengkritisi pembentukan tim hukum nasional yang memantau pernyataan tokoh. Ia yakin tokoh yang dipantau pastinya yang berseberangan dengan pemerintah. “Ini tindakan vulgar yang berangus demokrasi dan kedaulatan rakyat,” kata Sandi.
Sandi juga menyebut adanya konflik kepentingan antara hitung cepat atau quick count lembaga survei saat mengumumkan hitung cepat. Begitu juga ia mengkritisi kesalahan dalam situng KPU. “Puluhan ribu kekeliruan tetap dipergunakan dengan alasan ini bukan untuk tentukan hasil akhir,” demikian Sandiaga Salahudin Uno. (akhir)