PAMEKASAN, beritalima.com | Pernikahan dini merupakan gerbang berbagai macam permasalahan yang terjadi di Indonesia. Mulai dari kekerasan perempuan hingga tingginya angka prevalensi stunting.
Karenanya, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Timur Arumi Bachsin Emil Dardak menyebut bahwa Pemerintah Provinsi Jatim sudah mencanangkan program-program untuk menyelesaikan masalah pernikahan dini. Salah satunya adalah dengan membuat buku saku Cegah Perkawinan Anak (Cepak).
“Saya ingin ini simpel, gak _njelimet_. Yang penting esensinya dapat biar kader-kader kita bisa ngikutin dengan gampang. Selain itu, kader-kader ini juga harus didampingi di lapangan dan dibekali dengan ilmu yang cukup terkait masalah perempuan dan anak,” ujarnya saat menghadiri Fasilitasi Bimbingan, Pengembangan dan Penguatan, Serta Penyiapan Pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan Dalam Pencegahan Stunting di Hotel Azana Style, Kab. Pamekasan, Senin (14/11).
Selain itu, Arumi menjelaskan, permasalahan pernikahan dini harus diatasi dengan edukasi dan sinergitas semua pihak. Yang paling penting, jelasnya, adapah peran dan fungsi keluarga yang merupakan orang-orang terdekat yang mampu memengaruhi pengambilan keputusan.
“Jadi keluarga dan peran pengasuhan sangat penting. Suami saya itu bagi saya cowok paling sabar, baik, dan ganteng _dhewe_. Saya terima kasihnya bukan ke dia, tapi ke orang tuanya. Karena saya yang menikmati hasil dari pengasuhan mereka,” tuturnya.
“Dari sini bisa dilihat, kalau pola pengasuhan sangat menentukan karakter. Jadi nanti kalaupun harus menikah muda kayak saya dulu, seenggaknya salah satu pengantin bisa bersikap dewasa agar masalah rumah tangga bisa dihadapi bersama,” tambah Arumi.
Permasalahan yang timbul dari tingginya angka pernikahan dini ini dibuktikan dengan laporan oleh Pengadilan Tinggi Agama Jawa Timur. Di mana, pada 2021, angka dispensasi perkawinan mencapai 17.151 dan lebih banyak dilakukan oleh perempuan.
Lebih jauh, istri Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak itu mengatakan, pernikahan dini merampas hak anak untuk belajar dan bermain. Untuk itu, pernikahan dini bukan hanya harus sekedar dicegah namun juga diperangi.
“Pernikahan dini, entah dilandasi cinta atau paksaan, sudah pasti merenggut hak anak terutama bagi anak perempuan. Jika sudah menikah, pasti akan terbebani peran istri baik untuk masalah dapur, sumur, ataupun kasur. Ini yang harus kita perangi,” ucapnya.
Sementara itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Kependudukan Prov. Jatim Restu Novi Widiani menghimbau agar seluruh kabupaten/kota membentuk Satgas Masalah Perempuan dan Anak. Tak hanya itu, ia juga berharap agar di setiap sekolah, pondok pesantren, serta kecamatan memiliki Pos Sayang Perempuan dan Anak (Pos Sapa).
“Untuk Satgas, nanti ada empat tahapan. Yakni pencegahan, pemulihan, penanganan, serta pemberdayaan. Kalau Pos Sapa, kita harus melatih tenaga dengan ilmu psikologi sosial dasar. Insya Allah, dengan ini, masalah akan lebih ringan digotong bersama,” terangnya.
(red)