SURABAYA, beritalima.com — Semakin banyak dan beragamnya mediamassa di Kota Surabaya, semakin banyak pula orang yang menekuni profesi kewartawanan atau jurnalistik. Tidak hanya sebagai wartawan dan editor di media cetak, radio dan televisi, tetapi juga di media siber atau online.
Kendati sejak era reformasi banyak organisasi kewartawanan yang muncul, namun PWI (Persatuan wartawan Indonesia) sebagai organisasi wartawan paling tua, banyak peminatnya. Gerakan untuk menjadi anggota PWI terlihat di Jawa Timur, sehingga jumlah anggota PWI Jatim terus bertambah. Padahal untuk menjadi anggota PWI, persyaratannya cukup rumit. Di antaranya, untuk calon anggota baru, sebagai anggota muda diharuskan mengikuti UKW (Uji Kompetensi Wartawan).
Menjelang pelaksanaan HPN (Hari Pers Nasional) 2019 yang dipusatkan di Surabaya, Jawa Timur, 9 Februari 2019 nanti, sejumlah wartawan menginginkan dibentuknya oraganisasi PWI Perwakilan Kota Surabaya. Sebab, dari 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur, di Kota Surabaya tidak ada PWI Perwakilan Kota Surabaya. Segala aktivitas kewartawanan di Surabaya, langsung berada di bawah kordinasi PWI Provinsi Jatim.
Alasan para wartawan itu, kelihatannya PWI Jatim kewalahan menghadapi wartawan dan calon wartawan sekarang ini. Sehingga mereka mengusulkan untuk dibentuk PWI Perwakilan Kota Surabaya. Tidak kurang sekitar 50 orang wartawan dari berbagai mediamassa, baik cetak, radio, televisi dan siber, minggu-minggu belakangan ini sering berkumpul dan rapat untuk persiapan pembentukan PWI Kota Surabaya itu.
Pada rapat yang diselenggarakan, Sabtu (15/12/2018) di salah satu resto di Jalan Raya Darmo Surabaya, tim pembentukan PWI Jatim itu mengundang Dewan Pakar PWI Jatim, Yousri Nur Raja Agam.
Tudji Martudji yang didaulat menjadi pimpinan rapat tim itu, meminta pengarahan dari wartawan senior Yousri – panggilan akrab Yousri Nur Raja Agam. Di hadapan puluhan wartawan itu, Yousri menyatakan, selama ini ada aturan yang ditetapkan PWI, bahwa untuk kota di ibukota provinsi, tidak dibentuk perwakilan. Begitu pula di Surabaya yang menjadi ibukota Provinsi Jatim. Jadi, untuk Jatim yang bisa dibentuk perwakilan PWI hanya di 37 kabupaten/kota saja, sedangkan untuk Kota Surabaya, sebagai ibukota Jatim tidak, katanya.
Yousri menyebutkan, bahwa pada Peraturan Dasar (PD) PWI, pasal 18 ayat (2) secara jelas ditegaskan PWI Kabupaten/Kota dapat dibentuk untuk satu wilayah atau untuk gabungan dari dua atau lebih Kabupaten/Kota yang berdekatan dan minimal mempunyai 5(lima) orang anggota berstatus anggota biasa “dengan ketentuan bukan di Ibukota Provinsi”. Artinya, di Kota Surabaya tidak dapat dibentuk Perwakilan PWI. Urusan organisasi dan keanggotaan langsung ditangani oleh PWI Provinsi Jawa Timur. Bahkan Yousri menjabarkan secara rinci, ketentuan yang termaktub pada Pasal 18 ayat (1) sampai ayat (6) PD PWI itu.
Mendengar penjelasan Yousri itu, umumnya para wartawan yang berkeinginan membentuk PWI Perwakilan Kota Surabaya, tidak puas. Beberapa orang yang menyampaikan pendapatnya, berharapa PWI bisa mengubah ketentuan pada Pasal 18 ayat (2) Peraturan Dasar PWI itu. Ada yang menyatakan, kita harus membantu meringankan tugas PWI Jatim. Dengan semakin banyak dan beragamnya jenis mediamassa, maka sudah waktunya ketentuan tentang di ibukota Provinsi tidak dibetuk Perwakilan PWI perlu diubah, katanya.
Dengan bijak Yousri menyatakan, kepada para wartawan yang tetap berkeinginan untuk dibentuknya PWI Perwakilan Kota Surabaya, bahwa ia akan menfasilitasi. Menurut Yousri, wacana pembentukan Perwakilan PWI di ibukota Provinsi memang layak dipertimbangkan di era mengguritanya mediamasa saat ini dan masa mendatang. Mudah-mudahan dari Surabaya dan Jawa Timur, gebrakan ini bisa menjadi pelopor perubahan ini, katanya.
Dengan kepala dingin Yousri menanggapi dengan arif desakan para wartawan Surabaya itu. Sebagai wartawan senior yang pada HPN 2018 di Kota Padang pernah mendapat kehormatan menjadi “Presiden RI menggantikan Jokowi” selama delapan menit itu. Yousri berjanji akan menyampaikan kepada pengurus PWI Jatim. Nantinya, diharapkan PWI Jatim menyampaikan desakan wartawan di Surabaya ini kepada PWI Pusat.
Namun, menurut Yousri, untuk mengubah aturan dari PD/PRT (Peraturan dasar dan Peraturan Ruma Tangga) PWI, harus melalui Kongres. Walaupun demikian, bisa saja sebagai “pilot poyek”, PWI Pusat membuat Surat Keputusan “khusus”. Apabila pilot poyek atau “kelinci percobaan” ini dinyatakan baik, tentu nantinya bisa saja Pasal 18 ayat (2) PD PWI itu diubah. “Saya kira para wartawan di kota-kota yang menjadi ibukota provinsi lainnya di Indonesia juga menginginkan hal yang sama.
Apabila kepengurusan PWI Pusat yang diketuai Atal Depari ini bisa menerima, maka fungsi PWI Provinsi tugasnya bisa lebih fokus sebagai kepanjangan tangan dari PWI Pusat di daerah. Di samping itu PWI Provinsi tidak lagi disibukkan melakukan kegiatan yang bersifat personal keanggotaan, tetapi mengelola perwakilan-perwakilan, dalam pembinaan dan pengembangan profesi jurnalistik atau kewartawanan, ulas Yousri. (rr).