Sekda Gresik Divonis Bebas, Potongan Insentif Era Sebelumnya Jelas Ada Unsur Paksaan

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Andhy Hendro Wijaya (AHW), terdakwa pemotongan insentif di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Gresik, langsung mengucapkan kata alhamdulillah.

Sebab, majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya membebaskan dia dari segala dakwaan.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Andhy Hendro Wijaya tidak terbukti bersalah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum. Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan penuntut umum,” ucap Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya I Wayan Sosiawan membacakan amar putusan. Senin (30/3/2020).

Selain itu, majelis juga membebaskan terdakwa dari tahanan kota dan memulihkan hak-hak terdakwa harkat serta martabatnya.

Terkait putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Gresik masih pikir-pikir upaya kasasi, sebab sebelumnya dia mengajukan tuntutan kepada terdakwa selama 7 tahun, denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan.

JPU membuktikan terdakwa melanggar dakwaan kedua, yakni Pasal 12 huruf f Jis, Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jis Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jis, Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan terdakwa AHW sendiri langsung merespon putusan majelis hakim tersebut dengan kata terima.

Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa terdakwa AHW selama menjabat Kepala BPKAD Kabupaten Gresik sejak Februari 2018 hingga Januari 2019 tidak terbukti memerintahkan pemotongan dana insentif pegawai.

Uang bonus dari pendapatan pajak yang mencapai target tersebut diterima langsung ke rekening pegawai BPKAD Gresik. Kemudian, sebagian dari uang tersebut disetorkan kepada kepada M Mukhtar (masih kasasi), Plt Sekretaris BPKAD Gresik yang nominalnya berbeda-beda dan lalu digunakan untuk kepentingan internal dan eksternal yang tidak dicover anggaran negara.

Penyetoran uang dari pegawai tersebut faktanya bukan hanya ketika terdakwa menjabat, melainkan sudah menjadi tradisi sejak tahun 2010 silam.

“Justru, menurut majelis, pada kepemimpinan era terdakwa dana insentif yang cair tiap triwulan tersebut langsung diterima utuh ke rekening masing-masing pegawai, baru para pegawai menyetor uang tersebut kepada Mukhtar,” ucap Kusdarwanto, hakim anggota saat membacakan pertimbangan.

Sementra, terkait pemotongan dana insentif BPKAD Gresik, majelis hakim mencermati antara kepemimpinan saksi Yetty Sri Suparyati dan terdakwa Andhy Hendro Wijaya sama-sama tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Majelis pun mencermati, pada era Yetty dana insentif tersebut dipotong terlebih dulu baru uang diberikan kepada pegawai. Majelis hakim cukup heran mengapa harus Andhy yang diproses hukum lebih dulu yang jelas-jelas tidak terbukti melakukan pemotongan maupun menikmati uang insentif para pegawai tersebut.

Seharusnya, menurut majelis, bila dibandingan dengan fakta persidang yang terungkap seharusnya Yetty yang jelas-jelas melakukan pemotongan dana insetif sebelum uang tersebut diberikan kepada pegawai.

“Pegawai tidak bisa menolak dan hanya bisa pasrah karena uang tersebut sudah dipotong terlebih dahulu. Majelis berpendapat, pemotongan pada kepimpinan Yetty Sri tersebut jelas perbuatan pidana karena ada unsur memaksa,” jelasnya.

Diketahui, Andhy Hendro Wijaya ditetapkan tersangka berdasarkan pengembangan dari pertimbangan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya atas terdakwa M. Muchtar, Plt Kepala BPPKAD Gresik pada Kamis 12 September 2019 lalu.

Terdakwa Andhy Hendro Wijaya didakwa dengan pasal berlapis. Pada dakwaan ke satu, Jaksa mendakwa dengan Pasal 12 huruf e, Jo Pasal 18 UU Tipikor, Jo Pasal 64 KUHP, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan dalam dakwaan ke dua, Terdakwa Andhy Hendro Wijaya didakwa melanggar Pasal 12 f, Jo Pasal 12 huruf f, Jo Pasal 18 UU Tipikor, Jo Pasal 64 KUHP, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Han)

beritalima.com

Pos terkait