SURABAYA, beritalima.com – Berdalih keresahan penularan Covid 19 yang dianggap belum reda, proses belajar mengajar di rumah atau lebih singkat disebut sekolah daring, telah lebih satu tahun dilakukan di kota Surabaya, tepatnya sejak 16 Maret 2020 pada siswa sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP) melalui surat edaran bernomor 420/5591/436.7.1/2020 yang ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Supomo berdasarkan instruksi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Pada praktiknya, sekolah jenjang PAUD, TK, SMA, bahkan perguruan tinggi pun menyelenggarakan sistem pendidikan serupa, yaitu daring yang cenderung menggunakan media digital. Sebuah kebijakan jika mengedapankan kepentingan masyarakat atau mengutamakan maslahat, memang hal wajar bahkan penting dilakukan. Namun, aspek lainnya juga harus menjadi pertimbangan. Hal ini yang menjadi pemikiran para tenaga pendidik di Kota Surabaya, diantaranya adalah guru dan dosen yang notabene juga seorang ibu dari anak-anak yang menempuh pendidikan.
“Saya seorang guru swasta di sebuah SMK jurusan teknik informatika. Harus diakui, sekolah daring menyusahkan dalam metode pengajaran karena anak-anak seharusnya praktek. Jika via online sepenuhnya, susah mengukur mana siswa yang memang bisa mengikuti dan mana yang sebenarnya tidak paham dan tertinggal pengetahuan”, terang Dwi Rakhmawati, guru SMK swasta (22/3).
“Saya sendiri juga seorang ibu yang memiliki anak di usia PAUD. Namun karena sekolah harus daring, akhirnya anak tidak jadi masuk PAUD, mungkin nanti langsung masuk TK jika sudah ada ijin tatap muka. Padahal kakaknya yang sekarang saya pondokkan setelah keputusan sekolah daring, merasakan pendidikan di PAUD. Namanya pengalaman belajar, pasti ada bedanya antara yang pernah belajar di sekolah dengan yang belum”, tambahnya.
Ditanya sikapnya saat muncul opini bahwa sekolah daring membuat beban tugas siswa semakin banyak, Rakhma menjawab singkat: “Sebenarnya kami semua para guru tidak memiliki maksud memberatkan siswa dan para wali murid. Namun memang tugas yang disampaikan guru saat sekolah daring sesuai dengan standard kurikulum dan kompetensi yang diberlakukan selama daring. Setiap hari ada laporan dan sebagainya.”
Sedangkan Herlina, guru SD, menjelaskan bahwa pembelajaran online memiliki beberapa kesulitan, terutama bagi guru yang berusia lanjut.
“Kalau kita yang muda, memang masih bisa nututi prosedur pembelajaran online, yaitu pembuatan media pembelajaran, dan semua aspek yang menggunakan aplikasi gadget. Sedangkan guru yang sudah senior, wajar jika mengalami kesulitan. Karena semuanya tiba-tiba tanpa persiapan matang.”
“Kesulitan lainnya karena tuntutan sekolah online adalah gadget yang harus mengikuti kebutuhan. handphone yang dimiliki guru harus memiliki memori banyak. Guru juga harus memiliki laptop atau PC sendiri di rumah karena jika hanya handphone, pasti banyak kesulitan. Terutama penggunaan microsoft teams. Disarankan dengan laptop atau pc agar lebih lancar. Persoalan lain adalah sinyal harus kuat karena kalau sinyal lemah, kasihan siswa gagal mendapatkan sekolah online pada jam sekolah yang seharusnya dapat diikuti.”
“Kadang kami sebagai guru sebagai sasaran curhat para wali murid, kadang juga kami diprotes karena anak-anaknya tidak bisa login saat pembelajaran berlangsung, dan sebagainya. Padahal kami sebagai guru sebenarnya tidak ingin siswa mengalami kesulitan ini dan itu yang membuat pengetahuan jadi kurang diserap maksimal,” tambahnya.
Sedangkan dari akademisi, yaitu dosen swasta yang juga wali murid Sekolah Dasar swasta, Dr. Lia Istifhama menjelaskan:
“Semua kebijakan sebenarnya baik, tapi harus secara holistik melihat keadaan. Sebagai contoh, guru yang senior, jika tidak bisa maksimal melakukan pembelajaran online, maka bukan berarti mereka tidak bisa mengajar. Melainkan, memang mereka memiliki keahlian mengajar secara langsung dengan metode ceramah yang sangat mudah diterima. Apalagi, pengajaran langsung sekaligus merupakan metode pengamatan character building siswa”, jelasnya.
“Yang pasti, metode pembelajaran melalui digitalisasi, jangan sampai memberatkan. Justru, digital seharusnya memudahkan. Saya kalau mengajar mahasiswa yang merupakan calon guru, selalu saya tekankan: ‘Jangan fokus desain video pembelajaran yang bagus dan eye catching saja, tapi kurang dalam pesan moral dan tidak detail pemaparan pelajarannya. Pembelajaran seharusnya juga memiliki nilai kontekstual mengikuti perkembangan jaman. Kalau sekarang persoalan moral penting, maka penting juga disisipkan pendidikan moral dalam pelajaran apapun.”
“Era digital harus memudahkan penyerapan ilmu, terutama bagi anak di sekolah PAUD, TK, dan SD. Jangan sampai pembelajaran menggunakan digital hanya menjadikan anak-anak lebih melek dengan game online. Dan jangan terlalu ribet prosedur pendidikan via digital karena tidak semua masyarakat memiliki kemampuan cukup untuk membeli gadget yang tinggi memorinya daring dan kuota internet yang cukup setiap harinya khusus untuk anaknya belajar. Yang jelas harus dipertimbangkan bersama upaya penyelamatan anak bangsa dari lost generation,” pungkasnya.
Sebelumnya, untuk mencegah lost generation, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim menargetkan semua sekolah sudah melakukan kegiatan pembelajaran tatap muka mulai Juli 2021.
“Target kami hingga akhir Juni, vaksinasi Covid-19 bagi lima juta pendidik dan tenaga pendidik selesai, sehingga pada tahun ajaran baru 2021/2022 atau pada minggu kedua dan ketiga Juli pembelajaran dapat dilakukan secara tatap muka,” ujar Nadiem dalam diskusi daring, Rabu, 3 Maret 2021.