JAKARTA, beritalima.com – Wilayah laut di Indonesia dan Asia Tenggara merupakan jalur strategis bagi pelayaran dan perdagangan serta jalur pengiriman minyak dan gas yang menghubungkan Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia. Selain itu, perairan ini merupakan wilayah yang memiliki potensi sumber daya laut dan penangkapan ikan yang berkontribusi besar bagi produksi ikan dunia. Namun segala potensi di atas akan sulit untuk dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal apabila keamanan dan keselamatan di perairan tersebut tidak terjaga dengan baik.
Masalah keamanan maritim di perairan tersebut dapat dikategorikan menjadi strategis dan sub-strategis. Masalah keamanan maritim strategis merupakan isu yang berdimensi kekuatan militer yang trendsnya terwujud melalui kompetisi pengaIuh dan proyeksi kekuatan matra laut. Kerangka pembangunan maritim negara-negara besar di kawasan dikembangkan dengan visi dan strategi yang saling tumpang tindih (over-lapping), antara lain Maritime Silk Road dari Tiongkok, Fee and Open Indo-Pacific Strategy dari Jepang serta Freedom Of Navigation Operations dari Amerika Serikat. Dalam dinamika tersebut, visi Poros Maritim Dunia yang digagas Presiden Joko Widodo semakin memiliki relevansi dengan realitas strategis bahwa Indonesia tepat berada/menghubungkan dua samudera.
Selain itu, masih terdapat masalah keamanan maritim sub-strategis yaitu isu keamanan dan keselamatan di laut yang tidak berdimensi militer seperti IUU fishing, ancaman bencana, polusi, kerusakan lingkungan, serta berbagai bentuk kejahatan transnasional lainnya. Berbeda dengan masalah keamanan strategis yang cenderung menggiring negara-negara pada kompetisi kekuatan, penanganan masalah keamanan substrategis lebih mengarah kepada penegakan hukum maupun pembangunan kapasitas yang membutuhkan kerja sama di antara mereka.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan di atas, ASEAN memiliki peran penting dalam mereduksi konflik sekaligus mendorong cooperative security dalam menghadapi isu keamanan strategis dan sub-strategis. ASEAN bersama mitra straIegis kawasan melalui forum East Asia Summit (EAS) telah merancang mekanisme keamanan maritim regional yang dirumuskan dalam “EAS Statement on Enhancmg Regional Maritime Cooperation” (2015). Pemyataan ini menyepakati pentingnya penanganan isu strategis dan sub-strategis melalui dua poin utama yaitu “promoting peace, stability and security” dan “addressing transboundary challenges”.
Hal ini menjadi instrumen yang potensial untuk dikembangkan lebih jauh. Pengembangan kerangka kerja sama maritim regional dapat diperkuat oleh beberapa hal, diantaranya (1) menyepakati good conduct at sea (pengaturan tata laku yang baik di laut menurut UNCLOS) dan not first-use-of-force jika terjadi persoalan atau dispute antar negara, (2) mendorong upaya-upaya untuk menciptakan kesepahaman dan saling percaya melalui dibentuknya hot-line antarpimpinan negara dan institusi keamanan maritim, (3) meningkatkan naval diplomacy dan join training untuk interoperability sesama negara di kawasan dalam penanganan isu-isu regional, dan (4) membangun kerjasama maritime domain awareness yaitu informasi/pengetahuan tentang dinamika yang tengah berlangsung di laut yang dapat berdampak terhadap keamanan, keselamatan, ekonomi dan sebagainya.
Untuk menggali lebih dalam isu tersebut, Pusat Penelitian Politik LIPI akan mengadakan Seminar Nasional tentang Keamanan Maritim Regional pada tanggal 13 Maret 2017. Seminar ini akan mengeksplorasi bagaimana negara-negara di kawasan dapat memperkuat kerangka keija sama maritim sebagai tindak lanjut kerja sama yang telah dirintis oleh ASEAN. Seminar ini menghadirkan perspektif dari Asia Tenggara dan Asia Timur Laut yang diwakili oleh Indonesia dan Jepang. Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang sudah mendeklarasikan visi maritimnya melalui Poros Maritim Dunia. Sementara itu Jepang, yang juga mitra strategis ASEAN, sejak tahun 1990-an mendukung kerjasama isu sub-strategis di kawasan. Seminar ini melengkapi pembahasan diplomasi maritim yang modem dan inovatif serta pengelolaan sumberdaya maritim di perbatasan yang inklusif dan menyejahterakan. Kedua hal tersebut memprasyaratkan hadirnya keamanan dan keselamatan maritim di tingkat regional. dedy mulyadi