Yogyakarta, beritalima.com | Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari DIY GKR Hemas menilai bahwa Pemda telah berusaha maksimal untuk mewujudkan DIY sebagai provinsi yang ramah terhadap penyandang disabilitas. Oleh sebab itu, Ratu Kasultanan Ngayogyakarta tersebut memberikan kesempatan yang luas bagi Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Komite Disabilitas) DIY untuk menyampaikan aspirasinya.
Hal tersebut disampaikan anggota Komite IV DPD RI tersebut saat menerima audiensi Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas DIY dan masyarakat difabel DIY bersama para anggota DPD RI dari D.I. Yogyakarta pada Rabu (20/07) pagi.
“Saya menyaksikan sendiri, bagaimana Malioboro yang saat itu sudah dibangun jalan khusus bagi tunanetra, tetapi ditutupi oleh pedagang kaki lima. Gubernur lalu membuat kebijakan untuk membuka akses tersebut. Saat ini bisa kita saksikan bersama seperti apa hasilnya. Meski demikian, kami akan lebih banyak mendengarkan aspirasi dari seluruh yang hadir,” ujar DIY di Gedung DPD RI Perwakilan D.I. Yogyakarta.
Apresiasi yang sama juga disampaikan oleh anggota Komite I DPD RI Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. Ia mengapresiasi Pemerintah Daerah D.I. Yogyakarta yang telah menerbitkan Perda No. 4 tahun 2012 tentang disabilitas, yang mendahului UU No. 8 tahun 2016. Perda tersebut mengamanatkan pembentukan Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Komite Disabilitas) D.I. Yogyakarta. Hal ini menunjukkan kesadaran yang tinggi dari Pemda dan masyarakat terkait keberadaan penyandang disabilitas.
“Pemda DIY sudah berupaya mengakomodasi dan memfasilitasi, baik dari infrastruktur maupun kebijakan. Namun tentu dilakukan secara bertahap. Bukan bermaksud melakukan pembelaan, akan tetapi perlindungan dan pemenuhan hak-hak disabilitas di DIY ini relatif lebih baik daripada daerah-daerah lain. Hari ini kita lihat di Jogja pameran seni rupa ArtJog di Jogja National Museum (JNM), yang di dalamnya memberikan ruang bagi seniman disabilitas untuk berpartisipasi dalam gelaran tersebut. Dan itu saya lihat didukung dan difasilitasi juga oleh Pemda DIY. Itu sesuatu yang hebat dan membanggakan,” ujar pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut.
Lebih lanjut, Gus Hilmy menyampaikan harapannya terhadap Komite Disabilitas DIY agar dapat menjadi payung bagi organisasi-organisasi disabilitas dan mampu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak.
“Kita justru ingin melihat, bagaimana advokasi dan pendampingan Komite terhadap organisasi-organisasi disabilitas yang ada di DIY? Kami berharap, Komite bisa menjadi payung bagi organisasi-organisasi tersebut. Komite juga kita harapkan bisa sinergi dengan kalangan kampus, OPD-OPD, ormas-ormas, dan stakeholder lainnya, dalam rangka perlindungan dan pemenuhan hak-hak perlindungan,” kata Gus Hilmy.
“Tugas pelindungan dan pemenuhan hak-hak disabilitas adalah tugas kita semua. Pemerintah juga pasti melakukannya secara bertahap. Oleh karena, Komite Disabilitas tidak perlu membuat narasi-narasi negatif atas apa yang belum dilaksanakan atau belum terpenuhi, seperti menggunakan kata marjinalisasi, diskriminasi, dan lain sebagainya. Karena kita semua sudah sadar dengan isunya, Komite juga sudah memiliki jalur kepada siapa isu itu akan disampaikan, termasuk kepada kami di DPD RI,” lanjut pria yang juga anggota MUI Pusat tersebut.
Mengenai fasilitas umum seperti tempat ibadah, Gus Hilmy mengajak berbagai pihak untuk mendorong adanya perbaikan. Sebagai Katib Syuriah PBNU, Gus Hilmy mencontohkan bahwa PBNU telah menjalin kerja sama dengan Komisi Nasional Disabilitas (KND). PBNU juga telah menerbitkan buku Fikih Disabilitas yang menjadi panduan ibadah bagi para penyandang disabilitas.
Pernyataan dua tokoh DIY tersebut disampaikan menyusul pernyataan kecewa dari Ketua Komite Disabilitas DIY Drs. Farid Bambang Siswanto, M.I.P. terhadap Kemendagri yang tak menyetujui adanya Komite Disabilitas dalam Perda tentang disabilitas DIY. Alasannya karena UU Disabilitas secara tegas tidak mengamanatkannya. Dengan begitu, ia mengatakan bahwa pelindungan dan pemenuhan hak-hak disabilitas di Yogyakarta masih dianggap kurang jika dibanding dengan daerah-daerah lain.
“Masyarakat difabel membutuhkan komite ini, tetapi justru dihapus dengan alasan tidak ada amanat dari UU. Ini menjadi satu kemunduran. Padahal Komite ini menjadi referensi bagi daerah-daerah lain untuk belajar,” ujarnya.
Anggota DPD RI lain yang hadir adalah H. Afnan Hadikusuma. Ia menyatakan bahwa seluruh aspirasi yang masuk akan ditampung lebih dahulu untuk kemudian dikelompokkan dan disampaikan kepada pihak-pihak terkait. “Hal-hal yang terkait dengan Pemda akan disampaikan ke Pemda, begitu pula yang perlu disampaikan kepada Pemkab. Terkait saluran yang ditujukan kepada Pusat, akan disampaikan pada ruang-ruang yang ada dan Sidang Paripurna,” ujarnya.
Sementara dari masyarakat difabel diwakili di antaranya oleh ITMI DIY, HWDI DIY, Persuni DIY, PPMS DIY, WKSP DIY, Difagana, PPDI DIY, DTLS, PLJ DIY, Gerkatin DIY, FPDB, Potads, Peruni. Dari audiensi tersebut, dicapai beberapa titik temu yang menjadi usulan dari Komite Disabilitas DIY dan masyarakat difabel. Yaitu, memasukkan data-data penyandang disabilitas yang belum masuk dalam Program Keluarga Harapan, hak informasi kepada disabel tuli sebagai guru bahasa isyarat, dan pemenuhan hak, khususnya di bidang perekonomian dan peternian hingga di pelosok-pelosok daerah.
(red)