KUPANG, beritalima.com – Dalam memperingati Hari Disabilitas Internasional (3/12/2023), Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) menggelar aksi bersama di tiga daerah, yaitu Kabupaten Manggarai, Kabupaten Sumbawa, dan Kota Kupang.
Aksi bersama ini diikuti oleh 300 orang dengan disabilitas dengan tujuan untuk menciptakan dunia yang setara dengan pemenuhan kebutuhan, hak-hak dan kesejahteraan mereka, terutama bagi anak-anak.
Stigma bahwa orang dengan disabilitas tidak bisa menjadi pemimpin merupakan suatu hal yang ingin dipatahkan melalui aksi bersama ini.
Data Plan Indonesia sejak tahun 2018 menunjukkan bahwa lebih dari 80 orang dengan disabilitas di Kabupaten Manggarai dan Sumbawa tergabung sebagai salah satu anggota dalam organisasi pengelolaan air dan sanitasi baik di level komunitas maupun pemerintahan.
Serafina Bete, Ketua Perkumpulan Tuna Daksa Kristiani (PERSANI) Kupang, salah satu teman disabilitas menyampaikan bahwa partisipasi bermakna ini menjadi awal penyadartahuan kesetaraan yang menjadi hak masing-masing orang dengan disabilitas.
“Semua orang suatu saat akan menjadi disabilitas, sehingga untuk setara kita bersama dapat berkontribusi dan menunjukkan bahwa kami bisa,” kata Serafina, dalam press release yang diterima wartawan media ini di Kupang, Selasa (12/12).
Aksi bersama juga diikuti oleh berbagai golongan termasuk kaum muda dengan disabilitas yang bergerak demi Sustainable Development Goals (SDG), yaitu tidak ada orang yang tertinggal atau ‘no one left behind’. Ahmad Roqiban, Anggota Muda Forum Disabilitas Sarea, menjelaskan semua orang termasuk orang dengan disabilitas memiliki hak untuk mengakses air dan sanitasi, sejalan dengan SDG 6, yakni akses air bersih dan sanitasi secara universal.
“Selain pemenuhan hak, dalam forum disabilitas kami juga aktif dalam berpartisipasi melakukan peninjauan dan memberikan masukkan sehingga proses implementasi tepat dengan kebutuhan kami,” tambah Ahmad.
Dampak Perubahan Iklim pada Orang dengan Disabilitas
Perubahan iklim juga menjadi salah satu ancaman bagi orang dengan disabilitas karena mereka lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti kekeringan yang mempengaruhi ketersediaan air.
Kerentanan ini disebabkan oleh minimnya fasilitas terhadap akses air yang ramah bagi orang dengan disabilitas. Sabinus Ngadu, S.Pd, Ketua Konsorsium Disabilitas Manggarai, menuturkan pembangunan toilet yang berketahanan iklim dapat menjadi solusi.
“Selain dengan menyuarakan hak kami, toilet inklusif di lingkungan terdekat seperti rumah dan sekolah menjadi kunci dalam pemenuhannya,” kata Sabinus.
Plan Indonesia sejak 2018 melalui program Water for Women (WfW) telah membangun fasilitas toilet inklusif ramah disabilitas di 20 sekolah dan 20 fasilitas kesehatan di Kabupaten Manggarai dan Sumbawa. Fasilitas ini juga sudah dilengkapi dengan sarana pendukung kebersihan menstruasi. Herbet Barimbing, Manajer Program Stunting Prevention, Adolescent Health dan End of Violence Against Children and Youth (SPACE), mengungkapkan, kurang lebih ada 8.000 rumah tangga disabilitas yang sudah mengakses Pilar 1, Stop BABS (Buang Air Besar Sembarangan); Pilar 2, CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun); Pilar 3, PAM-RT (Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga) di Manggarai dan Sumbawa.
“Dalam mendorong pemenuhan hak akses air dan sanitasi di masyarakat termasuk anak-anak, komitmen kuat teman-teman disabilitas didampingi oleh pemerintah, Plan Indonesia, dan instansi lainnya, menjadi langkah yang besar untuk mencapai sanitasi universal di tahun 2023,” tandas Herbet. (*)