SURABAYA – beritalima.com, Tiga saksi yaitu Oesnanto dari seksi pengukuran BPN 2, Faisol mantan pegawai notaris Edhi dan Happy karyawan Bank J Trust, didatangkan Jaksa pada kasus sidang kasus dugaan pemalsuan surat dengan terdakwa Notaris Edhi Susanto dan Notaris Feni Talim.
Banyak hal yang dijelaskan para saksi terkait proses jual beli yang terjadi antara Hadi Kartoyo dengan Tiono Satria melalui jasa kantor Notaris di Jalan Anjasmoro, Surabaya tersebut.
Saksi Oesnanto misalnya, saksi mengenal Feni Talim pada saat Feni Talim mengajukan permohonan pergantian sertifikat. Feni Talim mengajukan permohonan pergantian sertifikat berdasarkan kuasa yang diberikan oleh Itawati Sugiarto.
“Menindaklanjuti permohonan itu, pada 9 Maret 2018 saya melakukan pengukuran di daerah Kenjeran, lokasi tepatnya objek yang diukur saya lupa. Ada tiga bidang tanah yang dilakukan pengukuran,” katanya di ruang sidang Garuda 2 PN. Surabaya. Kamis (30/6/2022).
Menurut saksi, ada berapa syarat-syarat untuk melakukan pengukuran diantaranya adalah bisa masuk lokasi, bisa menunjukkan lokasi dan pihak yang diberikan kuasa harus datang pada saat pengukuran.
“Dilokasi pengukuran saya bertemu Hadi Wijaya, orang suruhan yang menjaga gerbang tanah disana. Lalu saya diijinkan masuk gerbang dan melakukan pengukuran.Tidak ada kendala dalam proses pengukuran, karena obyek tanah sudah dikelilingi tembok. Selesai pengukuran tidak ada protes dari pihak lain, juga tidak ada yang mengajukan keberatan ke BPN,” ungkapnya.
Diakui saksi Oesnanto, memang ada kekurangan luas tanah dari tiga sertifikat yang dimohonkan pengukuran. Satu sertifikat No. 78 yang di jalan Raya Kenjeran terjadi pengurangan luas karena adanya pemotongan pelebaran jalan raya kenjeran dan sudah ada ganti rugi dari pemkot.
“Untuk objek yang ada di jalan Rangkah 95-97 M 78 sertifikat masih bergambar bola dunia, tahun terbitan 1971 kondisi fisiknya pada saat pengukuran sebagian sudah masuk ke jalan Rangkah 7 dan akhirnya terjadi kekurangan luas tersebut sekitar 11 meter,” aku saksi Oesnanto
Masih menurut saksi Oesnanto, setelah selesai proses pengukuran kemudian dilakukan proses penggambaran dan dari hasil gambar itulah kemudian keluarlah hitungan luas.
“Setelah ada hitungan luas, ternyata ada dua sertifikat yang mengalami pengurangan luas, yang pertama untuk pelebaran jalan raya Kenjeran yang satunya untuk Rangkah 7,” lanjutnya.
Dipaparkan Oesnanto, buntut ada pengurangan luas tanah, dia Pada saat itu menghubungi pihak kuasa untuk dibuatkan surat pernyataan menerima kekurangan luas tersebut,
“Akhirnya saya balik lagi ke lokasi tersebut dan sudah ada surat pernyataan menerima kekurangan luas untuk proses selanjutnya,” paparnya.
Saksi Oesnanto juga mekastikan bahwa untuk merubah gambar bola dunia harus ada pengukuran ulang.
“Jadi, pada saat saya melakukan pengukuran, belum ada perbuhan logo Bola Dunia menjadi gambar Garuda. Namun sewaktu saya memberikan keterangan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), gambar logo pada sertifikat tersebut sudah berubah,” pungkasnya.
Saksi selanjutnya adalah Ahmad Faisol. Saksi menyatakan sekitar November 2017, datang dua orang yang diketahui bernama Hadi Kartoyo (penjual) dengan Tiono Satria (pembeli) ke kantor notaris Edhi Suanto tempat saksi bekerja.
Menurut Faisol, maksud kedatangan dua orang tersebut adalah untuk mengajukan permohonan perjanjian ikatan jual beli. Setelah mengetahui maksudnya,
“Kemudian saya buatkan draf akta ikatan perjanjian jual beli yang isinya bahwa transaksi atas tiga objek tersebut dinilai Rp 16 miliar, dengan Down Payment (DP) pembayara sebesar Rp 500 juta.Sementara kekurangan pembayaran Rp 15.500.000.000, ada dua cara pembayaran yakni yang Rp 12 miliar akan dibayarkan melalui kredit bank J Trust. Sisanya yang Rp 3,5 miliar akan dibayar secara mengangsur,” ungkap Ahmad Faisol.
Saksi Faisol juga memastikan bahwa para pihak setuju dengan sistem pembayaran yang sudah disebutkan, termasuk dengan pembayaran Rp 12 miliar yang dilakukan melalui kredit ke Bank J Trust.
Dikatakan Faisol, pada saat pembuatan draft tersebut, semua pihak datang diantaranya adalah Hadi Kartoyo (penjual) dengan Tiono Satria (pembeli) dan juga dari pihak bank J Trust yang bernama Yulius. Meski para pihak sudah datang, namun tidak serta merta proses ikatan jual beli bisa dilakukan.saat itu juga karena masih ada beberapa dokumen yang belum disiapkan.
“Setelah itu, saya memang melihat beberapa kali baik Pak Hadi Kartoyo maupun Pak Tiono datang ke kantor dengan membawa dokumen. Namun, saya tidak mengetahui dokumen apa yang dibawa. Pada 13 Desember 2017, saya melihat Tiono Satria datang ke kantor untuk menyerahkan DP sebesar Rp 500 juta pada Hadi Kartoyo,” ungkap saksi Faisol.
Di saat uang DP tersebut diserahkan, disebutkan pula perjanjiannya bahwa apabila pihak penjual membatalkan perjanjian ikatan jual beli maka DP dikembalikan serta ada denda Rp 500 juta. Namun, apabila pihak pembeli yang membatalkan perjanjian itu, maka uang Rp 500 juta hangus.
“DP diserahkan pak Tiyono pada tanggal 13 Desember 2017 terus diambil oleh pak Hadi Kartoyo pada 19 des 2017,” ujar saksi.
Ketika Hadi Kartoyo menerima uang DP tersebut, Terdakwa Edhi kemudian bertanya ke Hadi Kartoyo kapan akan dilakukan tranksaksi proses jual beli karena sudah terima DP Rp 500 juta. Kemudian dijawab setelah ini akan mendatangkan isterinya Itawati untuk menandatangani proses jual beli tersebut.
Sementara saksi dari Bank J Trus yakni Happy menerangkan, bahwa syarat mutlak pengajuan kredit adalah adanya perubahan logo bola dunia menjadi garuda pada sertifikat yang akan diajukan.
*Kalau tidak ada perubahan tersebut maka tidak bisa diajukan permohonan kredit,” terangnya.
Dikonfirmasi selepas sidang, Pieter Talaway selaku kuasa hukum Edhi Susanto dan Feni Talim mengatakan bahwa pihak pelapor yakni Hardi Kartoyo sudah memberikan keterangan bohong. Sebab kata Pieter, dalam keterangannya di PN waktu itu saksi pelapor mengatakan tidak ada orang yang jaga.
“Pada kesaksian yang lalu, dia (Hardi Kartoyo) bilang kita melakukan pengukuran tidak ada yang jaga, dengan cara menyerbot. Dan keterangan itu diucapkan diatas sumpah loh. Kalau tanpa setahu bosnya tidak mungkin BPN dipersilahkan masuk. Kita harus berpikir secara rasional, jangan hanya mendengarkan omongan orang saja,” kata Pieter selepas sidang.
Buktinya, sambung Pieter keterangan dia (Hardi Kartoyo) kemarin dapat dipatahkan oleh saksi BPN yang mengatakan pada saat melakukan pengkuran ada penjaga lokasi bernama Hadi Wijaya.
“Dan para pihak termasuk BPN tidak ada protes,” sambungnya.
Pieter juga mengajak para pihak yang terlibat dalam perkara ini berpikir secara logika. Siapa yang perlu dibalik semua ini. Notaris tidak ada keperluan untuk memalsukan surat. Apalagi memalsu untuk menguntungkan pihak pelapor.
“Ini jangan ditangkap sederhana. Kita harus melihat masalah itu dengan rasional. Buat apa notaris Edhi memalsu kalau nanti menguntungkan orang lain. Terkecuali dia bakal mendapatkan sertifikat baru, dapat PBB, dapat uang muka 500 juta. Ini kan tidak, semuanya kan menguntungkan pelapor. Kerugiannya apa?,” pungkasnya. (Han)