SURABAYA – beritalima.com, Tan Irawan, terdakwa kasus dugaan penipuan modus kerjasama pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) Kapal menjalani sidang pemeriksaan saksi fakta dari Jaksa Penuntut Kejari Surabaya. Kamis (15/9/2022).
Saksi yang didengarkan keterangannya adalah Teguh Suharto Utomo, seorang pengacara di Surabaya.
Dalam keterangannya, Teguh menyebut bahwa rekening BG (bilyet giro) yang diserahkan terdakwa Tan Irawan kepada Soetijono sudah ditutup lebih dulu saat GB tersebut dicairkan.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Made Subagia Astawa, Teguh juga menyebut bahwa terdakwa Tan Irawan pernah menyampaikan kepada Soetijono (korban) bahwa dirinya memiliki kapal tongkang.
“Kapal tongkang untuk pengangkutan barang dalam negeri,” katanya.
Untuk menjalankan kerjasama bisnis pengiriman bahan bakar kapal, terdakwa Tan Irawan menyampaikan membutuhkan dana sebesar Rp 10 miliar kepada Soetijono.
“Terdakwa minta Rp 10 miliar,” kata Teguh.
Kemudian secara bertahap Soetijono menyerahkan uang sebesar Rp 10 miliar kepada terdakwa Tan Irawan
“Tidak diserahkan sekaligus. Pak Soetijono menyerahkan uang dalam bentuk cek tunai, ada uangnya saat dikliringkan (dicairkan),” paparnya.
Menurut saksi Teguh, terdakwa Tan Irawan seusai janjinya akan memberikan keuntungan sebesar 2 persen perbulan kepada Soetijono. Keuntungan dan bunga dari kerjasama tersebut sesuai kesepakatan bisa dicairkan setiap akhir bulan.
“Setiap akhir bulan,” kata Teguh menjawab pertayaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis.
Teguh juga membenarkan pertanyaan perihal saat penyerahan modal sebesar Rp 1 miliar, terdakwa Tan Irawan langsung menyerahkan jaminan berupa BG kepada Soetijono.
“Saat (BG dari terdakwa) akan coba dikliringkan terdakwa bilang: jangan dulu, jangan dulu. Jadi belum ada keuntungan,” kata Teguh.
Kemudian JPU Darwis juga mengungkapkan adanya penyerahan modal kepada terdakwa Tan Irawan pada 23 Mei 2014 sebesar Rp 500 juta dan Agustus 2015 sebesar Rp 2 miliar hingga seterusnya.
“Jadi apa yang membuat Pak Soetijono mau menyerahkan uang lagi, padahal yang pertama belum dapat keuntungan?” tanya JPU Darwis.
Menjawab pertanyaan tersebut, Teguh menyebut bahwa Soetijono percaya karena terdakwa Tan Irawan berjanji memberikan keuntungan dua kali lipat. Hal lain yang membuat Soetijono percaya dengan terdakwa Tan Irawan karena sebelumnya ada kerjasama sewa lahan di Jalan Kalimas, Surabaya.
“Total semua yang diberikan Pak Soetijono kepada Pak Tan (terdakwa) Rp 9,3 miliar. Bunganya sampai sekarang tidak pernah terima,” jawab Teguh.
Dituturkan Teguh, pada 2021 saat dicairkan ternyata BG sudah berganti nama dan tidak ada isinya.
“Bahkan rekening BG tersebut sudah ditutup,” kata Teguh.
JPU Darwis lantas melontarkan pertanyaan apakah terkait sewa lahan tersebut, Soetijono pernah mengajukan gugatan perdata?.
“Pernah, tapi tidak ada kaitannya. Pada tahun kedua sewa lahan tidak terbayarkan, malah disewakan lagi ke orang lain. Saya tahunya saat saya disuruh nagih uang sewa, ternyata lahannya ditempati penyewa lain,” jawab Teguh.
Terkait adanya upaya perdamaian dari terdakwa Tan Irawan, Teguh membenarkannya. Namun menurutnya sampai sekarang tidak ada wujudnya.
“Padahal dari Pak Soetijono sudah menunggu, jika ada perdamaian nanti ini selesai,” kata Teguh.
Dalam persidangan ini sempat terjadi perdebatan antara Teguh dan kuasa hukum terdakwa Tan Irawan yakni Michael Harianto. Perdebatan terjadi saat Michael bertanya alasan Teguh mengapa menyebut gugatan perdata tidak ada hubungannya dengan perkara pidana ini, padahal alat bukti dan saksi sama.
“Yang jelas yang saya laporkan soal cek kosong. Sedangkan pokok materi gugatan perdata itu soal sewa lahan yang dialihkan ke penyewa lain,” kata saksi Teguh.
Usai sidang, Michael Harianto menjelaskan bahwa seharusnya perkara yang menjerat kliennya tidak perlu sampai di persidangan.
“Kami mengerti kalau orang punya hutang ya harus bayar. Tapi kalau orangnya sudah beritikat baik, ya gunakan sesuai instrumet hukum yang ada. Artinya kalau perkara keperdataan yang sudah digugat, ya tempuhlah perdata. Jangan orang itu dipidanakan,” jelasnya.
Michael juga membantah klaim yang menyebut bahwa kliennya mempunyai usaha Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Dan itu sudah ada dalam gugatan. Bahwa itu adalah soal pinjaman uang. Menurut kami jelas ada hubungannya (gugatan perdata dan pidananya) karena sama,” bantah Michael.
Perkara penipuan ini bermula saat terdakwa Tan Irawan berkenalan dengan Soetijono pada 2007. Saat itu, terdakwa Tan Irawan mengaku mempunyai usaha pelayaran angkutan kapal dengan nama PT Asia Mandiri Lines dan PT Asia Mandiri Palu Prima.
Terdakwa Tan Irawan kemudian menawarkan kerjasama usaha pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) kapal dengan menyertakan modal. Ketika itu terdakwa Tan Irawan menjanjikan Soetijono keuntungan sebesar 2 persen perbulan. Untuk menyakinkan Soetijono, terdakwa Tan Irawan menyerahkan cek BG Bank atas nama PT Asia Mandiri Lines dan Tan Irwan kepada Soetijono. Kemudian Soetijono menyerahkan uang secara bertahap total Rp 9,3 miliar kepada terdakwa Tan Irawan dalam bentuk BG Bank Maspion atas nama Soetijono.
Namun setelah terdakwa Tan Irawan menerima uang tersebut, ternyata tidak ada realisasi pemberian bunga kepada Soetijono. Saat dicairkan, 10 cek BG yang diberikan terdakwa Tan Irawan ternyata tidak ada dananya. Bahkan rekening cek BG telah ditutup. Atas perbuatannya terdakwa Tan Irawan didakwa pasal 378 KUHP. (Han)