Sidang Gugatan Jeki Lawan Ketua PN Surabaya Memanas. Bukti Dari Turut Tergugat Tiba-Tiba Sudah Berubah

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Sidang perkara perdata No 316/Pdt.G/2020/PN.Sby antara Jeki Mesakh melawan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya berlangsung panas. Ketua Majelis Hakim menegur Penggugat.

Hal itu terjadi ketika Penggugat mempertanyakan tentang bukti yang di ajukan oleh Turut Tergugat pada bukti TT – 10 dan T 1,2,3 dan 5 yang sudah berubah, tidak sesuai lagi dengan bukti yang semula diajukan pada saat sidang Pembuktian. Penggugat menilai perubahan terjadi diluar persidangan.

“Saya hanya memohon Keadilan Yang Mulia, tolong kami Yang Mulia, saya minta keadilan Yang Mulia dan meminta agar di usut dan di periksa terkait penemuan adanya penggantian dan Perubahan Bukti yang terdapat dalam Berkas Perkara 316 ini,” mohon Suhartati pada Hakim Ketua Yohanes Hehamony. Rabu (3/2/2021).

Mendengar permintaan itu, Hakim Yohanes menjawab, kalau begitu ibu harus tenang dulu didepan hakim. Penggugat memberikan berkas yang diduga ada perubahan. Di berkas ditemukannya ada cap stempel basah. Bukti perubahan itu ada dua stempel basah dan stempel copyan yang isi bukti tersebut juga telah berubah

“Kalau bukti itu diajukan lagi saya berubah sikap, saya menola,” jawabnya

“Saya tetap minta keadilan Yang Mulia karena disitu ada dua cap stempel basah dan stempel fotocopy, itu yang merasa janggal Pak Hakim,” pinta Suhartatik.

“Saya meminta ruangan ini bukan panggung emosi, dalam penyampaian tidak boleh emosi. Kalau ada bukti nanti ibu bisa dilampirkan dipembuktian saja. Ibu tidak boleh memaksa Hakim dengan pernyataan gimana-gimana, itu tidak boleh, ibu seakan menggiring opini dalam persoalan ini. Saya minta untuk acara selanjutnya ibu melampirkan dalam kesimpulan saja,” jawab Hakim Yohanes sambil menutup sidang.

Ditemui setelah sidang Suhartati mengaku kecewa dalam mencari keadilan. Dia pun berencana malaporkan penolakan ini ke Komisi Yudisial dan ke Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK).

“Sidang ini kan tujuannya untuk mencari keadilan. Karena ada bukti penetapan eksekusi yang berbeda dengan Amar Putusan pada saat Djamaludin dan Juru Sita PN Surabaya melakukan eksekusi rumah saya. Sebab pada Amar Putusan maupun Penetapan Eksekusi tidak diaebutkan ada penyerahan obyek eksekusi. Akan tetapi kok oleh Jurusita Joko Subagiyo malah lahan dan rumah saya diserahkan kepada Citraland,” katanya.

“Bukti merekalah yang kami nilai menyimpang. Tadi sebetulnya saya ingin menjelaskan adanya cap basah. Namun hakim merasa keberatan,” sambungnya.

Dikatakan Suhartati, memang awalnya tidak ada cap basah. Setelah berjuang dia menemukan bukti yang dirasa menyimpang. Bukti itu ada tanda tangan Nur Syam, dan ada tanggal, hari dan tahun Pembuatan ’14 November 20′ yang lantas dicoret atasnya.

“Jelas pencoretan itu dibuat oleh si pembuat surat, akibat adan kesalahan. Sedangkan kita tahu Pak Nur Syam sudah tidak menjabat Ketua PN Surabaya lagi dan sudah pindah menjadi Hakim Tinggi,” katanya.

Konyolnya lagi, sambung Suhartati ada cap basah, kenapa kok ada cap basah, kenapa kok pada saat inzage itu ada cap basah.

“Selain itu, tadi juga dipersoalkan oleh Hakim yang melarang memfoto obyek, dan saya katakan tidak memfoto obyek tetapi dokumentasi pada saat inzage. Kenapa ini dilarang dan ada apa,? Saya menduga ada sesuatu dibalik perkara saya ini,” keluhnya.

“Persidangan ini hanya formalitas, capek saya kalau keadilan seperti ini, kita mau menegakkan keadilan apa tidak,” kesal Suhartati.

Tadi itu, ungkap Suhartati bukan sidang pembuktian, sebetulnya adalah agenda saksi tetapi oleh Para Tergugat meminta sidang urgent, karena ada temuan pada waktu Inzage sesuai intruksi hakim Yohanes jika Penggugat merasa bahwa bukti yang diterima tidak sama dengan yang di buktikan oleh Para Tergugat dan Turut Tergugat.

“Setelah inzage ternyata sangat terkejut. Saya mendapati kalau bukti yang diajukan oleh Turut Tergugat pada TT – 10 dan T 1, 2,3 dan 5 sudah berubah dan didubah diluar persidangan sehingga tidak sesuai lagi dengan bukti yang semula di ajukan pada sidang Pembuktian oleh Para Tergugat dan Turut Tergugat,” ungkapnya.

Menurut Hartati, bukti nyata kejanggalan tersebut terlihat jelas dari halaman yang bertambah juga ada penambahan tanda tangan Ketua Pengadilan dan Tanda Tangan Panitera Djamaluddin pada Penetapan Eksekusi No 77/Eks/2018/PN Sby Jo 897/Pdt.G/2014/PN Sby Jo 298/Pdt.G/2016/PT Jo 2202/K/2017 tertanggal 14 November 2019 atas permohonan Eksekusi oleh Pemohon Eksekusi 2019 yang tidak pernah di Aanmaning dan diberikan teguran lainnya.

“Untuk perubahan dan penambahan halaman pada penetapan diatas justru di tambah dengan stempel basah pada masing-masing halaman sehingga ada 2 stempel menumpuk dengan stempel fotocopy dan diberi materai. Padahal menurut Penggugat pada pemeriksaan dengan teliti dan di buktikan pada daftar bukti TT- 10 sebenarnya adalah Fotocopy sesuai dengan salinan asli yang diberi materai cukup. Dan bukan legalisiran basah cap pengadilan,” paparnya.

Diketahui, Jeki Mesakh nekad menggugat Ketua Pengadilan Negeri Surabaya dkk setelah merasa keberatan atas eksekusi rumahnya rumahnya yang terletak dibukit Telaga Glof Blok TA6, Kavling Nomer 27 Kelurahan Jeruk Kecamatan Lakarsantri Surabaya.

Penetapan Eksekusi dinilai tidak ada Aamaning dan tidak pernah ada mediasi apapun sebelumnya. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait