SURABAYA, beritalima.com- Sidang kasus korupsi dengan terdakwa mantan Kepala Bagian Transmisi dan Distribusi PDAM Taman Tirta Sari Kota Madiun, Sandy Kurnaryanto, kembali digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Jawa Timur, dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jumat 20 Mei 2022.
Dalam keterangannya ahli dari Pemkot Madiun, yang juga Inspektur Pembantu Inspektorat, Sunarto, sempat membuat salah satu anggota majelis hakim, Poster Sitorus, gerah. Pasalnya, ahli tidak menggubris pertanyaan yang diajukan hakim terkait proses pencairan dan cara atau modus operandi penyisihan upah THL di bangian trandis hingga menyebabkan ada kerugian negara sebesar Rp. 263 juta lebih.
Namun, ahli justru bicara sendiri memberi penjelasan melebar kemana mana diluar subtansi pertanyaan hakim.
“Hoee kamu aja berbicara,” kata hakim Poster Sitorus dengan nada tinggi, hingga membuat orang dalam ruang persidangan terkejut dan suasana menjadi hening.
Selain itu, keterangan ahli juga membuat penasehat hukum terdakwa, yakni Indra Priangkasa, turut ‘naik tensi’. Sebab, ahli yang seharusnya bersikap independen dan hanya memberikan keterangan soal hasil audit kerugian negara, justru langsung menjustifikasi terdakwa, mantan Kasubbag PPSP Agus Eko serta Plt Kasubbag PPSP Yoyok Yulianto sebagai pelaku yang melakukan pemotongan dengan modus memformulasikan mata anggaran.
“Saudara ahli harus obyektif dan jangan menjustifikasi,” kata Indra Priangkasa, yang juga pengacara senior.
Kemarahan penasehat hukum kembali memuncak, ketika Indra Pringkasa menanyakan terkait pertanggungjawaban biaya pemeliharaan bagian trandis mata anggaran 930200 yang tidak pernah menyebut pembayaran THL. Bagaimana perlakuan pertanggungjawabannya secara akuntansi. Uniknya, ahli menjawab diluar subtansi pertanyaan.
“Secara akutansi ini tidak tertib. Kami mengatakan pertanggungjawaban itu ada pada bagian masing-masing,” kata ahli sekaligus menambahkan tidak melihat secara akuntansi-nya, tapi dari pertanggungjawabannya.
Kemudian penasehat hukum terdakwa mengingatkan kepada ahli, jika ia dihadirkan menyangkut nasib orang (terdakwa) tapi telah berani memberi kesimpulan ada kerugian negara.
“Proses yang ditanyakan majelis hakim dan penuntut umum tentang metode, data, dokumen itu subtansial untuk menjadi kesimpulan anda dan dasarnya harus akuntansi, bukan dasar perkiraan. Kalau tidak bisa, bilang tidak bisa. Nanti kita panggil ahli. Kita tanyakan biaya ini pertanggungjawabannya bagaimana, bukan siapa yang bertanggungjawab,” tegas Indra dengan nada sedikit tinggi.
Tak berhenti disitu, jelang sesi akhir sidang, ahli kembali memberi penjelasan diluar pertanyaan penasehat hukum soal mata anggaran THL dan selesainya pertanggungjawaban anggaran setelah voucher dicairkan untuk membayar biaya THL.
Ahli memberi penjelasan melebar tidak jelas. Justru kembali menerangkan bahwa secara akuntansi tidak tertib dan bahkan menyebut bagian dari modus.
“Karena masing -masing perkiraan tidak terinci dan mungkin ini ada modus,” ungkap ahli, mengira ngira.
Penyataan ahli menyebut modus, langsung membuat penasehat hukum menghentikan penjelasan ahli karena dinilai tidak relevan.
“Cukup,” kata Wasno, anggota tim penasehat hukum terdakwa.
Selanjutnya diambil alih oleh hakim yang terkesan geram dengan keterangan ahli.
“Kamu jangan ngarang,” tegas hakim Poster Sitorus.
Selanjutnya, hakim menanyakan terkait kapan selesainya pertanggungjawaban anggaran.
“Setelah keluarnya voucher selesai,” jawab ahli.
Sebelum palu diketok, ketua majelis hakim, Tongani, memberikan kesempatan kepada penasehat hukum terdakwa untuk menghadirkan saksi dan ahli pada persidangan berikutnya, 3 Juni 2022, mendatang. (Red/editor Dibyo).