SURABAYA – beritalima.com, Sidang kasus dugaan penggelapan uang modal Proyek Pembangunan Transmisi Listrik 500 KV Sumatera yang merugikan Laurents Leonard Nelwan, direktur PT. KTA (Karya Tugas Anda) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya batal digelar, Kamis (3/10/2019).
Batalnya sidang tersebut, karena terdakwa J.E Sendjaja, selaku direktur PT. DPC (Duta Cipta Pakarperkasa), yang sudah ditahan di Rutan Polda Jatim dalam kondisi sakit di Rumah Sakit Bhayangkara.
Tak hanya sakit, diakhir persidangan tim pengacara terdakwa J.E Sendjaja juga mengajukan permohonan penangguhan penahanan, mereka meminta agar klienya dilepaskan dari tahanan Rutan Polda Jatim dengan penjamin Yuliani Purwiryo dan Siska Damayanti, istri dan anak terdakwa J.E Sendjaja.
“Ijin majelis, kami mengajukan permohonan penangguhan penahanan,” kata pengacara J.E Sendjaja sambil menyerahkan permohonannya yang langsung disambut hakim dengan kata masih dipertimbangkan.
Ketua Majelis Hakim, Dwi Purwadi memutuskan menunda sidang perkara tersebut hingga Selasa tanggal 8 Oktober mendatang, masih dengan agenda mendengarkan pembacaan surat dakwaan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim.
Berdasarkan Sistim Informasi Penelusaran Perkara (SIPP) PN Surabaya, kasus ini bermula ketika terdakwa J.E Sendjaja, selaku direktur PT. DPC membutuhkan dana untuk mengerjakan Proyek Transmisi 500 KV Sumatera berdasarkan surat perjanjian dengan PT. Waskita Karya, No. 001/SPPM/WK/DIV/INFRASTRUKTUR/ TRANSMISI/2015 tanggal 18 Desember 2015 untuk pekerjaan Design dan Pengadaan Material Tower.
Kemudian terdakwa J.E Sendjaja, selaku Direktur PT. DPC dan pelapor yakni Laurents Leonard Nelwan, direktur dari PT. KTA pada September 2017 hingga Desember 2017 sepakat melakukan kerjasama Imbal Hasil.
Lalu, sebelum dilakukan penandatanganan Perjanjian Imbal Hasil, terlebih dulu PT. KTA berkunjung ke kantor PT. DCP di Jalan Panjang Jiwo No. 58 Kota Surabaya, untuk melakukan pengecekan atas kebenaran tentang proyek tersebut, sekaligus melihat dokumen-dokumen yang ada. Sebaliknya, beberapa bulan kemudian PT. DCP gantian mendatangi kantor PT. KTA di Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, untuk menyamakan persepsi dan membicarakan komitmen kerja sama serta tugas dan tanggungjawab kedua belah pihak.
Setelah sepakat bekerjasama, lalu dibuatkan klausul perjanjian kerjasama dengan ketentuan besarnya tambahan modal yang diberikan kepada terdakwa selaku Direktur PT. DCP diberikan secara bertahap dengan jumlah kumulatif maksimum sebesar Rp. 290 miliar. Besaran tambahan modal yang diberikan tersebut dapat berubah sesuai kebutuhan PT. DCP yang diajukan kepada pihak PT. KTA.
Untuk pelaksanaan penyerahan tambahan modal, aturan mainnya : pada saat pihak PT. KTA menyerahkan tambahan modal secara bertahap kepada terdakwa selaku Direktur PT. DCP, harus dilampiri pengajuan anggaran dalam bentuk uraian kebutuhan anggaran dan laporan progres pengerjaan periode sebelumnya.
Tercatat, total dana dari PT. KTA yang telah diserahkan kepada terdakwa selaku Direktur PT. DCP adalah Rp. 273 miliar dengan keuntungan sebesar Rp. 42.5 miliar.
Termin pertama 40% dibayarkan pada bulan ke 12 sejak penarikan dana pertama, Termin kedua 60% dibayarkan pada tanggal 30 April 2018. Sedangkan untuk pengembalian modalnya dapat dibayarkan setiap ada pembayaran dari PT. Waskita Karya kepada pihak PT. DCP melalui pememindah bukukan selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak pembayaran diterima dari PT. Waskita Karya. Komposisi pemindahbukuannya yakni kerekening PT. KTA 75% dan kerekening PT. DCP sebesar 25%.
Dicatat juga, untuk pembagian keuntungan sejak penarikan dana pertama hingga saat ini, terdakwa selaku Direktur PT. DCP telah mengembalikan sebagian dana kepada pihak PT. KTA sejumlah Rp. 24.3 miliar melalui rekening BRI Cabang Kaliasin Surabaya.
Dari jumlah total Rp. 24,3 miliar tersebut untuk 75%nya, atau Rp.18.264.900.485
adalah haknya PT. KTA yang merupakan bentuk sebagian pengembalian modal kerja dan setelah itu sudah tidak ada lagi hingga saat ini.
Diketahui, bahwa terdakwa selaku Direktur PT. DCP telah beberapa kali menerima pembayaran dari PT. Waskita Karya sebagai pembayaran pekerjaan. Namun oleh PT Waskita Karya pembayaran-pembayaran tersebut sebagian tidak dimasukan kedalam rekening BRI Cabang Kaliasin Surabaya sebagai rekening bersama, karena terdakwa selaku Direktur PT. DCP dengan sengaja membuat surat kepada pihak PT. Waskita Karya dengan menunjuk Bank lain, yakni Bank BNI Cabang Tanjung Perak Surabaya, Bank Jatim Cabang Kelapa Gading Jakarta dan Bank Mandiri Cabang Rungkut Mega Raya Surabaya, sebagai tempat penampungan pembayaran dari PT. Waskita Karya.
Berdasarkan surat dari terdakwa J.E. Sendjaja tersebut, maka otomatis PT. Waskita Karya melakukan transfer pembayaran atas pekerjaan yang telah selesai tersebut ke ketiga rekening yang ditentukan terdakwa tadi.
Ternyata 75% yang menjadi hak PT. KTA sebesar Rp.111.301.901.039,25 tidak terdakwa masukkan ke rekening bersama di BRI Cabang Kaliasin Surabaya, melainkan diterima dalam 3 rekening berbeda.
Sedangkan hak sebenarnya PT DCP hanya 25% dari nilai pembayaran yaitu sebesar Rp. 37.100.633.679. Sehingga sebagian sisa uang milik PT KTA dari modal dan hak yang diiterima oleh terdakwa J.E Sendjaja dari PT Waskita Karya sejumlah Rp. 236.439.366.321 terdakwa pergunakan sendiri dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Padahal, sesuai dengan perjanjian PT DCP memiliki kewajiban melakukan pembayaran bunga terhadap perjanjian pinjaman yang dilakukan pada Bank BRI.
Bunga bulan Desember 2016 s/d bulan Mei 2018 Rp.34.888.234.974. Sehingga PT. KTA tidak pernah menerima keuntungan yang dijanjikan sebesar Rp.42.500.000.000 dan merugi sekitar Rp. 313.827,601.295. (Han)