Sidang Penipuan Kerjasama Batubara, Saksi Mujiono Mengaku Pernah Terima Uang

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Pengadilan Negeri Surabaya menggelar sidang pemeriksaan saksi terkait kasus penipuan tambang Batubara di Kabupaten Barito, Kalimantan Tengah dengan terdakwa Fadjar Setiawan dan Hadi Suwanto. Sidang digelar secara online dipimpin hakim ketua Ketut Tirta.

Salah satu saksi yang dihadirkan adalah Regina, direktur PT Kreasi Alam Energi (KAE). Menurutnya kedua terdakwa sempat mendatangi kantornya dan mempresentasikan kerjasamanya di bidang penambangan Batubara dengan PT APT Antang Patahu Meaning (APM). Mereka saat presentasi lanjut saksi Regina juga menujukan Surat Perintah Kerja (SPK) dan ijin penambangannya yang dimiliki PT AMP.

“Selesai presentansi, Pak Imam Utomo memberikan memo dan minta agar pak Sudomo yang mendanai. Estimasi biaya yang diperlukan waktu itu sekitar Rp 8 miliar,” kata saksi Regina di ruang sidang Sari 2 PN Surabaya. Senin (06/9/2021).

Dikatakan saksi Regina, untuk mengcover pendanaan tersebut sebagai gantinya terdakwa Ir Hadi Suwanto menunjukkan foto copy sertifikat rumahnya sebagai jaminan karena sertifikat aslinya belum dibalik nama.

“Setelah deal, saya mengutus pegawai saya ke Kalimantan Tengah untuk mengecek lokasi proyek. Diketahui bahwa tambang itu memang ada dan bisa dikerjakan. Selanjutnya, lima.kali sejak Agustus sampai Sepetember 2017 saya mentransfer dana 8 miliar ke rekeningnya terdakwa Fadjar. Uang 8 miliar itu dipinjam mereka atas ijin dari pak Imam Utomo,” sambungnya.

Dijelaskan saksi Regina, setelah tiga bulan uang 8 miliar tersebut dicairkan, dia sempat bertanya perkembangan proyek pada kedua terdakwa dan dijawab oleh kedua terdakwa sedang dalam tahapan begini-begitu.

“Namun setelah orang saya terjun kelokasi proyek ternyata diketahui tidak ada kegiatan apapun. Alat-alatnya pun bukan punya pak Fadjar. Tapi milik orang lain. Uang itu dipakai pak Fadjar untuk yang lain. Saat terdaka dipertemukan dengan Imam Utomo diketahui kalau uang itu sudah dibagi-bagi,” jelas saksi Regina.

Sementara saksi Mujiono menjelaskan bahwa PT APM berdiri pada tahun 2011. Awalnya dia menjabat sebagai direktur.

“PT APM tidak berlanjut. Hanya pengambilan saham dari PT BI. Fadjar Setiawan berposisi sebagai komisaris. Tapi PT APM tidak didaftarkan ke MenkumHam, berdiri hanya berdasarakan akte notaris saja,” jelasnya.

Dalam sidang saksi Mujiono membenarkan bahwa dirinya pernah ikut bertandatangan dalam perjanjian pendanaan proyek batubara tersebut dengan Imam Utomo,

“Isi perjanjian itu terkait utang piutang senilai Rp 8 miliar. Tahunya itu utang piutang setelah Fadjar lapor ke saya ada uang masuk untuk kerjasama dengan PT Berkala Internasional (BI) sebagai pemilik Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan PT APM sebagai operator penambangan,” sambungnya.

Ditanya hakim Ketut Tirta apa kaitanya PT BI dengan PT APM,?

“Pak Budi itu direkurnya BI dan direktur juga di APM,” jawabnya

Ditanya lagi apakah saksi Mujiono ikut mendapatkan bagian dari uang 8 miliar itu,? dengan gagap menjawab Ya, untuk kerja Pak.

“Yang mengerjakam tambang adalah pihaklain. Yang masuk ke kontraktor 500 juta. untuk Musda setempat 300 juta. Pak Budi yang punya dari PT BI dan yang punya lahan terima 300 juta dan 500 juta. Pak Budi sudah membebaskan 800 hektar tambang dari masyarakat. Sedangkan yang ke Kas Negara 750 juta yang bayar Fadjar,” jawa saksi Mujiono.

Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darmawati Lahang dijelaskan, Fadjar bersama Mujiono Moekmin Putra dari PT Antang Patahu Meaning (APM) datang ke rumah Purwanto, direktur PT Kapuas Jambrud Sejahtera (KJS) di Gayungsari pada 2017 lalu.

Keduanya mengaku punya tambang batu bara di lahan PT Berkala International (BI) di Barito. Untuk menjalankan tambang tersebut, keduanya membutuhkan dana Rp 8 miliar. Mereka menawari PT KJS sebagai pendananya. Purwanto lantas menyampaikan tawaran itu ke Imam Utomo, mantan Gubernur Jatim 1989-2008 sekaligus komisaris PT KJS.

Mujiono dan Fadjar lalu bertemu Imam Utomo untuk menawarkan kerja sama itu. Bahkan, Fadjar meyakinkan telah menguasai proyek dan tambang di lahan tersebut dengan menunjukkan bukti dua surat keputusan (SK) Bupati Barito Timur yang masing-masing tentang kelayakan lingkungan hidup kegiatan penambangan batu bara dan izin usaha penambangan operasi produksi.

“Mendengar penjelasan tersebut Imam Utomo tertarik bekerjasama tetapi PT KJS tidak memiliki dana yang diminta terdakwa sebesar Rp 8,8 miliar,” ujar jaksa Darmawati saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (1/9/2021).

Ketertarikan Imam Utomo berlanjut dengan meminta bantuan modal kepada Soedono Margono, bos Kapal Api. Soedono akhirnya bersedia memodali Rp 8 miliar melalui Franky Husein, direktur PT Kreasi Energi Alam (KEA). Mereka sepakat bahwa nantinya penjualan hasil tambang batu bara akan diprioritaskan ke PT KEA. Sedangkan PT KJS akan diberikan fee Rp 30.000 per metrik ton (MT).

Imam Utomo lalu minta jaminan kepada Fadjar Setiawan untuk pencairan modal. Fadjar kemudian mengajak Hadi Suwanto sebagai pihak penjamin. Hadi Suwanto menjaminkan dua unit rumah di Rungkut. Namun, sertifikatnya masih di notaris karena dalam proses balik nama dari pemilik lama ke Hadi Suwanto. Setelah itu, mereka membuat perjanjian kerjasama bisnis di hadapan notaris. Pihak pertama Mujiono sebagai pengelola tambang, Imam sebagi pemodal dan Hadi sebagai penjamin.

Imam Utomo sempat mengutus anak buahnya mengecek tambang ke lokasi. Setelah mendapatkan informasi tambang memang benar ada, Imam mentransfer Rp 8 miliar secara bertahap hingga lima kali ke rekening Fadjar Setiawan.

Dikonfirmasi setelah sidang, terdakwa Fadjar Setiawan dan Hadi Suwanto melalui pengacaranya Paulus Gondowijoyo tidak terima jika pekerjaan tambang Batubara di lahan PT Berkala International (BI) di Kabupaten Barito, Kalimantan Tengah tidak dikerjakakan. Menurutnya, pekerjaan itu sudah dikerjakan meski tidak maksimal.

“Buktinya saksi Mujiono tadi kan bilang dikerjakan bahkan ada sisa-sisanya. Fakta kedua Ibu Regina yang dalam persidangan tadi kan juga bilang bahwa pertambangan tersebut ada saat dia datang kesana,” kata Paulus Gondowijoyo saat dikonfirmasi.

Paulus juga menegaskan berdasarkan keterangan saksi BAP Melani dinyatakan bahwa saksi Mujiono Moekmin Putra bukan hanya sebagai direktur PT Antang Patahu Meaning (APM) saja. Melainkan dia juga pemegang saham di PT Bara Utama Persada Raya (BUPR).

“PT BUPR itu joint operasional dengan PT APM dalam kasus penambangan ini,” tegasnya. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait