JAKARTA, Beritalima.com– Ratusan masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Anti Pejabat Amoral (Gempar) bersama sejumlah anggota DPRK Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh Darussalam bakal mendatangi sejumlah lembaga pemerintah dan lembaga negara minggu depan.
Bahkan mereka bakal menyambangi dan melakukan aksi di depan Istana Merdeka, jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberhentikan Bupati Simeulue, Erli Hasyim SH, S.Ag, M.I.Kom dari jabatannya karena diduga terkait vidio amoral yang sudah beredar banyak dikalangan pejabat dan masyarakat setempat.
Dalam vidio yang mengarah kepada perbuatan asusila itu Erli bersama seorang wanita sayup-sayup terdengar suara rintihan perempuan. Dari tayangan vidio itu juga terdengar suara ‘lemas adek Bang’ yang diikuti belaian dan kecupan sayang dari sang kekasih.
Dari berita yang beredar di masyarakat, Erli mengaku bahwa perempuan itu adalah isterinya. Namun, setelah dilakukan pengamatan, sosok perempuan yang ada dalam vidio ini tidak mirip dengan orang nomor satu di Kabupaten paling barat wilayah Indonesia tersebut. Zulfihayati yang menjadi isteri pertama Erli sudah lebih dahulu menghadap Sang Maha Kuasa.
Berita vidio mesum diduga orang nomor satu di kabupaten Simeulue tersebut dengan cepat menyebar ke publik, tak hanya masyarakat dan pejabat di pulau yang dihantam tsunami 2004 ini tetapi juga ke ranah nasional. Apalagi, berita itu aib bukan hanya oleh umat beragama tetapi juga masyarakat Simelue khususnya yang dikenal fanatik dengan agama mereka.
Apalagi, belakangan ini Erli semakin tidak disukai tidak hanya lawan politik dia tetapi juga masyarakat Sinabang sebagai ibukota Kabupaten Simeulue yang sudah tidak simpati kepada yang bersangkutan.
Wajar kalau beberapa minggu terakhir, vidio mesum tersebut menjadi topik hangat dalam perbincangan publik khususnya masyarakat Aceh termasuk lawan politik dan masyarakat Simeulue yang sudah tidak simpati kepada Erli.
Kekesalan masyarakat itu bertambah karena selama ini Erli dinilai pemimpin yang bersih dan pro rakyat. Erli mereka anggap tidak hanya sekadar imam, tetapi juga seorang pemeluk agama yang taat karena diembel-embeli Sarjana Agama yang disandangnya selain master komunikasi.
Erli memang sering memberi ceramah agama di mesjid. Beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Simeulue dan Sebagai Ketua PBB Propinsi Aceh. Jadi, Erli selama ini dinilai sebagai tokoh.
“Akibat perbuatan itu, tentu saja masyarakat Aceh yang dikenal dengan sebutan Serambi Makkah kecewa karena perbuatan semacam ini sangat tercela jika benar dilakukan seorang Kepala Daerah,” ungkap beberapa tokoh masyarakat Aceh di Jakarta.
Ya, wajar kalau elemen masyarakat yang tergabung dalam Gempar mendatangi lembaga negara dan demo di depan Istana Merdeka untuk meminta Jokowi memecat Erli sebagai Bupati Simeulue.
Sebelumnya sudah melakukan aksi di halam kantor DPRK Simeulue. Mereka mendesak DPRK Simeulue mensikapi kejadian ini. Desakan Gempar itu hanya berujung kepada Rapat Paripurna dengan hasil pemakzulan Erli dari jabatannya sebagai Bupati Simeulue.
Namun, sampai saat ini tidak ada tindak lanjutnya. Akibatnya, suhu politik di daerah atau Kabupaten Simeulue meningkat panas bahkan bisa disebut bagaikan api dalam sekam. “Kelompok yang menginginkan pelengseran Erli dari jabatan sebagai Bupati bakal berhadap-hadapan dengan massa khususnya dari daerah Sang Bupati berasal.”
Sejak tersiar vidio porno itu, Erli menjadi kalap. Sejumlah pejabat yang diduga lawan atau yang tidak suka dengan Erli dipindah tugaskan. Mereka ditempatkan ke daerah yang selama ini dianggap tempat ‘buangan’. Bila perlakukan Erli itu terus berlanjut, dikhawatirkan memicu kerusuhan dan konflik horizintal di akar rumput.
Bila Erli nanti terbukti benar melakukan perselingkuhan seperti vidio yang beredar, Gempar minta agar penguasa Kabupaten Simeulue itu tidak hanya sekadar dicopot dari jabatannya tetapi juga diganjar dengan hukuman cambuk seperti yang berlaku di Provinsi Aceh Darussalam. “Warga biasa saja kalau terbukti berzinah diganjar hukuman cambuk. Pejabat yang harusnya jadi panutan tentu mendapat hukuman cambuk juga, bahkan lebih berat dari rakyat biasa,” kata beberapa aktifis Gempar. (akhir)