JAKARTA, Beritalima.com– Setelah lepas dari cengkraman Orde Baru, Indonesia menjadi negara demokrasi. Bahkan ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa dua periode, 2004-2009 serta 2009-2014, Indonesia disebut-sebut sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat.
Di negara demokrasi, kata pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muahammad Jamiludin Ritonga saat bincang-bincang dengan Beritalima di Jakarta, Kamis (20/8), keberadaan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) harusnya dinilai oleh Pemerintah berkuasa sesuatu yang wajar.
Negara yang menganut sistem demokrasi, papar pengajar Metode Penelitian Komunikasi, Riset Kehumasan serta Kiris dan Strategi Public Relation tersebut, memberi ruang kepada setiap warga negara untuk berserikat karena itu hak yang dilindungi undang-undang.
“Jadi, sangat ironis bila ada anak bangsa yang menghujat kehadiran KAMI hanya karena tidak sejalan dengan kelompoknya atau mereka yang mendukung Pemerintah. Pola pikir seperti itu jauh menyimpang dan tidak sejalan dengan kehendak demokrasi serta konstitusi Indonesia.
“
Jadi, jelas pria yang akrab disapa Jamil ini, selama kehadiran KAMI tidak melanggar aturan atau perundang-undangan yang berlaku, tak ada alasan bagi siapa termasuk Pemerintah untuk melarang atau kelompok pendukung penguasa untuk menghujatnya.
Bahkan untuk kepentingan demokrasi, seyogyanya anak bangsa termasuk Pemerintah menyambut kehadiran KAMI dan perserikatan atau perkumpulan lainnya.
Kehadiran KAMI dan perkumpulan lainnya sangat diperlukan dalam negara demokrasi untuk ‘menggantikan’, kemandulan legislatif dalam melaksanakan fungsi pengawasan yang ditugaskan undang-undang.
Di tengah mayoritas suara legislatif yang berpihak kepada Pemerintah, papar penulis buku ‘Perang Bush Memburu Obama itu, menyebabkan terjadi kekosongan yang menyuarakan kepentingan rakyat.
KAMI dan perkumpulannya lainnya diharapkan dapat menyuarakan kepentingan rakyat, sehingga kebuntuhan komunikasi politik dapat dikurangi.
Kalau ada anak bangsa melihat kehadiran KAMI dan perkumpulan lainnya dalam konteks itu, tentulah keberadaannya tidak dipandang dari sisi negatif. Kehadiran perkumpulan seperti ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi keberadaan legislatif dan partai politik di negara demokrasi.
“Karena itu, mari kita dorong kehadiran perkumpulan seperti KAMI agar demokrasi tetap bersemi di negeri tercinta,” harap Jamil.
Jamil melihat ada keanehan di Indonesia sebagai negara demokrasi karena mayoritas anggota legislatif menjadi pendukung penguasa.
Padahal anggota legislatif itu dipilih rakyat untuk mengawasinya jalannya roda pemerintahan, menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakili serta menetapkan anggaran.
Artinya, anggota legislatif itu mengkritisi Pemerintah. “Mendukung kebijakan Pemerintah yang berpihak pada rakyat dan mengingatkan Pemerintah bila kebijakan yang dikeluarkan menyengsarakan rakyat. Sedangkan Presiden dipilih rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan agar kehidupan rakyat terjamin.
“Jadi, tugas Presiden itu sesuai dengan Sumpah yang diucapkan menjalankan roda pemerintahan sebaik-baiknya dalam usaha mencapai kesejahteraan rakyat. Karena itu, Pemerintah tidak boleh boleh berselingkuh dengan legislatif. Bila itu dilakukan, tidak ubahnya parlemen itu tukang stempel seperti era Orde Baru,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)