JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Teknologi dan Ilmu Pengetahuan (Iptek) serta Lingkungan Hidup (LH) Dr H Mulyanto meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tegas menghadapi PT Freeport Indonesia (PTFI) dalam hal pembangunan smelter.
Smelter adalah fasilitas pengolahan sisa bahan tambang untuk mengurai berbagai material yang ada di dalamnya. Pembangunan smelter diperlukan untuk mendapat nilai tambah dari material sisa tambang yang selama ini diekspor.
Berdasarkan UU Minerba yang baru, PTFI wajib membangun smelter paling lambat tiga tahun sejak UU Minerba itu diberlakukan. UU Minerba yang baru disahkan tahun 2020 ini. Karena itu, paling lambat 2023 PTFI sudah harus selesai membangun smleter.
Namun, ungkap Mulyanto dalam keterangan kepada Beritalima.com, Jumat (30/10) petang, hingga kini, progresnya sangat minim, bahkan PTFI minta mundurkan jadwal yang sudah ditetapkan UU Minerba yang ketok palunya dilakukan Rapat Paripurna DPR RI beberapa waktu lalu.
Mulyanto yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan meminta Pemerintahan Jokowi tidak lagi memberi toleransi kepada PTFI dalam hal pembangunan smelter sebagai syarat perpanjangan operasional Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Jika hingga 2023 PTFI tidak juga selesai membangun smelter sesuai ketentuan, kata Mulyanto, menurut perundang-undangan ‘haram’ hukumnya PTFI mengekspor konsentrat.
“Saya menilai PTFI hanya bikin gaduh dan memaksakan kehendak untuk menghindari UU Minerba dan kesepakatan saat diberikan izin usaha penambangan khusus (IUPK). Ini niat yang tidak baik. Karena itu Pemerintah harus tegas menolaknya. Jangan lembek, apalagi mau didikte oleh PTFI,” tegas Mulyanto.
Wakil rakyat Dapil III Provinsi Banten tersebut meminta kali ini Pemerintah jangan mau membuka pintu negosiasi alias tawar-menawar ‘bersekongkol’ untuk bersama-sama melanggar UU karena dia nilai PTFI tidak punya itikad baik dalam mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Sedikitnya sudah dua kali PTFI melanggar target waktu yang ditentukan. Modusnya sama, merasa menghadapi banyak kendala yang membuat mereka sulit merealisasikan pembangunan smelter sesuai target. Kemudian minta pemakluman dari Pemerintah.
Tahun ini juga begitu. Alasannya terkendala pandemi Covid 19. Bagi saya ini alasan yang dicari-cari untuk dapat menghindar dari kewajiban,” jelas dia.
Mulyanto meminta Pemerintah lebih tegasterhadap. Pemerintah harus punya keinginan kuat menegakkan UU Minerba. Sekiranya PTFI tidak dapat memenuhi target pembangunan smelter, maka sudah selayaknya Pemerintah melarang ekspor konsentrat tembaga perusahaan asal Amerika tersebut.
“Jangan sampai ada oknum Pemerintah yang main mata dengan perusahaan tambang ini. Saya rasa KPK perlu ambil tindakan,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)