JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Komisi III DPR RI membidangi keamanan dan hukum, Arsul Sani meminta jajaran Polri jangan asal main tangkap orang terkait dengan tindakan penangkapan terhadap mereka yang diduga melanggar Undang-Undang Informasi Transaksi Eletronik (UU ITE).
Terakhir, ungkap legislator Dapil X Provinsi Jawa Tengah tersebut dalam keterangan tertulis kepada awak media, Minggu (31/5), jajaran kepolisian menangkap Ruslon Buton di kediamannya. Dan, sebelumnya jajaran kepolisian juga menangkap Ravio Patra.
Arsul yang juga Wakil Ketua MPR RI tersebut mengatakan, menggunakan kewenangan untuk melakukan upaya paksa dalam penindakan hukum terkait dugaan pelanggaran beberapa pasal dalam UU ITE maupun Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang bukan kejahatan dengan kekerasan tidak boleh sembarangan.
Penangkapan terhad Ruslan yang disorot secara luas sejumlah kalangan masyarakat sipil dinilai tidak perlu dilakukan karena tak ada indikasi yang disampaikan Ruslan Buton membuat masyarakat terprovokasi melakukan makar atau melawan Presiden Jokowi.
Arsul menyoroti penggunaan beberapa Pasal dalam UU ITE seperti Pasal 27, 28 dan juga dalam KUHP seperti Pasal 207, 310 dan 31. Pasal-pasal ini adalah pasal ‘karet’ yang interpretable (multi tafsir atau terbuka penafsirannya). Karena itu, dalam menggunakan pasal yang terbuka penafsirannya seperti itu, Arsul memandang, tidak tepat Polri melakukan proses hukum dengan langsung melakukan upaya paksa seperti penangkapan dan penahanan, apalagi kalau apa yang disampaikan terduga di ruang publik atau media sosial (medsos) belum menimbulkan akibat apa-apa atau tidak disertai denga tindak pidana lainnya seperti misalnya mengangkat senjata atau memberontak terhadap pemerintah yang sah.
Menurut Arsul, silakan saja Polsi melakukan penyelidikan jika apa yang terucap atau ditulis seseorang itu di ruang publik atau medsos terindikasi tindak pidana. Namun, proses hukum seharusnya bukan dengan langsung menangkap yang bersangkutan sebelum belum ada indikasi akibat dari ucapan atau tulisan pada publik.
Polisi, kata politisi dari partai berlambang Ka’bah itu, harusnya meminta keterangan ahli terlebih dahulu apakah yang diucapkan atau ditulis itu terindikasi tindak pidana berdasarkan pasal pidana tertentu atau tidak, bukan langsung bertindak begitu tahu ada ucapan atau tulisan semacam itu.
Terlebih, lanjut dia, jika upaya paksa seperti penangkapan tersebut inisiatif polisi tanpa ada yang melaporkannya lebih dahulu. Bahkan seandainya ada laporan polisi saja, menurut Arsul, Polri perlu melakukan penindakannya secara elegan. “Caranya, ya kumpulkan dulu alat buktinya termasuk dalam hal ini keterangan ahli, kemudian tetapkan tersangka dan lakukan pemanggilan.”
Karena itu Arsul meminta agar Polri kedepan semakin akuntabel dan meningkatkan standar due process of law-nya dalam melaksanakan kewenangan, terutama dalam menangani tindak pidana yang bukan kejahatan dengan kekerasan. “Jangan sampai kerja-kerja positif Polri dalam penindakan kejahatan yang membahayakan masyarakat terciderai oleh upaya paksa terhad dugaan tindak pidana berdasar pasal-pasal karet,” demikian Arsul Sani. (akhir)