Solekan dan Abdul Muiz Berhasil Kibuli Oey Edward Wijaya 2,6 Miliar Rupiah

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Direktur dan bagian keuangan PT Indonesia Pelita Pratama, Oey Edward Wijaya dan Jesica Wijaya memberikan keterangan sebagai saksi korban dalam sidang kasus dugaan penipuan investasi dengan modus SBLC (Stand bye loan Credit) senilai 250 juta Euro.

Dalam sidang yang digelar secara online di Penngadilan Negeri (PN) Surabaya, keduanya sepakat menyerahkan uang 100 Juta Euro kepada Terdakwa karena dijanjikan akan dikembalikan lagi empat hari kemudian dua kali lipat lebih yakni 250 Juta Euro.

“Saya tertarik karena diberikan jaminan Cek dan diberi hadiah emas seberat 2 kilogram. Apalagi waktu emas tersebut dilakukan pengecekan oleh Jesica ternyata emas asli,” kata saksi korban Oey Edward Wijaya secara teleconfrence. Senin (2/8/2021).

Karena tertarik, selanjutnya Ia dengan disaksikan saksi Jesica berencana menandatangani kontrak perjanjian investasi di salah satu notaris.

“Secara resmi perjanjian itu akan ditanda tangan di notaris. Tapi belum sempat tanda tangan terungkap motif penipuan yang mereka lakukan,” sambung Oey Edward.

Diketahui, Abdul Muiz dan Solekan bersekongkol mengibuli Oei Edward Wijaya dan Jesica. Keduanya menjanjikan dapat memberi Edward dana investasi dalam jumlah besar. Syaratnya, Edward harus menyerahkan logam mulia dulu agar dana tersebut bisa dicairkan. Namun, setelah logam mulia diserahkan, dana investasi ternyata tidak cair.

Jaksa penuntut umum Winarko dalam dakwaannya menyatakan, Muiz mengaku sebagai komisaris PT Weka Bangun Persada (WBP). Dia mengenalkan terdakwa Solekan sebagai direktur utama PT WBP dan Machfud Machmud kepada Edward. Machfud dikenalkan sebagai nasabah prioritas salah satu bank pelat merah. Muiz meyakinkan bahwa Machfud bisa mengusahakan dana investasi dengan cara memberikan fasilitas kredit dari bank pelat merah lain.

Caranya, menggunakan jaminan stand by loan credit (SBLC) dari salah satu bank swasta senilai 100 juta Euro. Supaya SLBC keluar, Edward harus menyediakan dana untuk membeli emas seberat 5 kilogram seharga Rp 3,8 miliar. Dana itu harus diserahkan ke Koperasi Kencana Madani Investama (KKMI).

Edward yang menjabat direktur PT Indonesia Pelita Pratama (IPP) tertarik dengan tawaran tersebut. Mereka bertemu di salah satu rumah makan di mal kawasan Surabaya Selatan pada September 2019.

Dalam pertemuan itu, terdakwa Muiz dan Solekan menjelaskan lebih jauh mengenai mekanisme pencairan dana investasi tersebut. ”Terdakwa menjelaskan bahwa dana investasi 100 juta Euro itu akan cair setelah empat hari kerja dari penyerahan dana administrasi. Apabila tidak cair, uang administrasi akan dikembalikan,” kata jaksa Winarko dalam surat dakwaanya.

Edward semakin tertarik dengan penjelasan tersebut. Mereka kemudian menandatangani perjanjian kerja sama investasi pengadaan dan jual beli gas kebutuhan industri dan nonindustri. Edward melalui rekening PT IPP lantas mentransfer dana Rp 3,8 miliar ke rekening PT WBP. Setelah menerima dana tersebut, kedua terdakwa menyerahkan selembar cek senilai Rp 3,8 miliar yang sebenarnya tidak ada dananya.

”Setelah empat hari kerja, ternyata terdakwa tidak bisa mencairkan dana investasi senilai 100 juta Euro dan tidak mengembalikan dana administrasi sebesar Rp 3,8 miliar sebagaimana yang telah dijanjikan,” tutur Winarko.

PT IPP meminta pengembalian dana. Namun, kedua terdakwa tidak bisa mengembalikannya. Sebab, dana yang disetorkan IPP kepada PT WBP ternyata sudah disetorkan ke Machfud. Namun, Machfud tidak memberikan dana investasi yang dijanjikan.

Seorang direktur PT WBP telah menyerahkan dua logam mulia senilai Rp 1,2 miliar ke PT IPP. Kini kerugian PT IPP tersisa Rp 2,6 miliar. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait