JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Dewan Pengawas Radio Republik Indonesia (RRI) Freddy Ndolu meluncurkan buku ‘Atas Nama Publik; Transformasi Lembaga Penyiaran Publik sebagai Media Layanan Publik Multiplatform’, di Media Center Gedung Nusatara III Komplek Parlemeen Senayan, Jakarta, Rabu (25/8). Buku itu khusus ditulis wartawan senior RRI in dalam menyonsong 100 Tahun RRI 2045.
Diskusi membedah buku bertema ‘Dekrit Pencerdasan Bangsa’ itu, menghadirkan narasumber Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya, Anggota Komisi I DPR, Muklis Basri, Ketua Bidang Keorganisasian Dewan Pers Asep Setiawan dan Pakar hukum tata negara Margarito Kamis.
“Saya mengapresiasi dan mendukung buku ini sebagai movement (gerakan). LPP kita bangun dengan narasi kebangsaan. Sebab, kalau ini kita tidak jaga, ini anugerah besar di kolong langit ini bernama Indonesia, negara berbangsa, banyak suku agama,” kata Willy.
Muklis juga menyambut baik hadirnya buku tersebut. Dia berpesan agar sebelum mendorong dekrit pencerdasan bangsa, perlu seluruh komponen membenahi RRI, khususnya secara internal. “Pesan saya kepada seluruh LPP RRI, benahi dulu internal, jangan ribut pada momentum tertentu saja,” ujar Muklis.
Asep mendukung LPP RRI bertransformasi menjadi media layanan publik multiplatform. Menurut Asep, cara menyampaikan informasi perlu mengikuti tuntutan zaman. “Substansi jurnalistik, dengan menyampaikan informasi melalui media massa tidak akan pernah berubah. Membangun Indonesia, tetapi teknologi untuk mendeliver news berubah, kita sekarang menulis pakai gadget. Jadi, substansi tidak berubah, hanya caranya berubah.”
Margarito malah menekankan, RRI harus berani berbicara meskipun berbeda dengan pemerintah. “Buku ini secercah harapan jika tidak bisa mengubah dunia, paling tidak Indonesia. Di titik inilah saya mencoba mengapresiasi lahirnya buku ini,” tutur Margarito.
Sedangkan Freddy menegaskan, buku yang dia tulis adalah sebuah pemacu semangat bagi seluruh jurnalis di tanah air untuk terus berkarya. Sebab, peran jurnalis sangatlah penting, sebagai penjaga demokrasi.
“RRI sekali lagi jangan dilihat sebagai radio lagi karena semua sudah terkorvengensi. Ini semacam provokasi pemikiran, wartawan tugasnya mengeducate menginformasikan. Saya kira negara perlu memberikan satu payung hukum tegas berbentuk dekrit pencerdasan bangsa,” demikian Freddy Ndolu. (akhir)