Sujono dan Iwan, Tahu Persis Riwayat Tanah Milik Elisa Irawati di Desa Dungus, Kabupaten Gresik

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Sujono dan Iwan Effendy diperiksa sebagai saksi dalam sidang gugatan perdata No.902/Pdt.G/2019/PN Sby, antara kakek dan nenek
Utjang Kayanto, Elina Widjajanti dan Lusiana Sintawati melawan Hermina Sutanto, keponakannya sendiri.

Sujono dan Iwan Efendy adalah orang yang mengetahui persis tentang riwayat tanah seluas 5000 meterpersegi di Desa Dungus, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik milik Elisa Irawati.

Kepada majelis hakim yang diketuai
Eddy Soeprayitno, Sujono mengatakan, bahwa dirinya mengetahui bahwa tanah tersebut adalah milik almarhumah ibu Elisa. Sebab pada saat jual beli, dirinya ikut bertanda tangan sebagai saksi dalam surat perjanjian jual beli.

“Awalnya tanah itu milik Suwardi, suratnya Petok D. Lantas dibeli oleh bu Hermina. Waktu saya kasih tahu ada pengurusan sertifikat massal, bu Hermina menyetujui dan saya disuruh mengurusinya. Kemudian bu Hermina minta tolong untuk dicarikan pembeli karena tanahnya mau di jual. Akhirnya tanah tersebut di beli oleh almarhumah Ibu Elisa,” kata Sujono. Rabu (20/11/2019).

Namun keterangan Sujono tersebut mendapatkan perlawanan dari tim kuasa hukum Hermina Sutanto dengan pertanyaan, apakah saksi tahu kalau Elisa memberikan uang sejumlah Rp. 170 juta kepada Hermina.

“Saya tidak tahu. Yang saya tahu adalah perjanjian jual beli tanah sawah antara Elisa dan Hermina dan saya di minta sebagai saksi,” jawab saksi Sujono.

Saksi Sujono juga menandaskan bahwa dirinya sangat mengenal almarhumah Elisa. Karena tanah milik Elisa berdampingan dengan tanah miliknya, apalagi pada saat tanah tersebut disewakan oleh Elisa ke orang lain ternyata tidak pernah ada komplain.

“Saya yang mengurus semuanya. Selama disewakan tidak pernah komplain,” tandas saksi Sujono.

Sedangkan saksi Iwan Effendy saat diperiksa menyatakan, kalau dirinya tahu persis riwayat tanah milik almarhumah Elisa tersebut. Sebab sebelum sakit, bu Elisa pernah minta tolong pada dirinya untuk menjualkan tanahnya,

“Waktu menawarkan tanah tersebut saya dibekali surat perjanjian jual beli dan sertifikat asli, serta kwitansi pembelian,” ungkap saksi Iwan Effendy dengan menggebu-gebu.

Tak hanya itu saja, Iwan juga menerangkan, bahwa bu Elisa menjual tanah tersebut dikarenakan obyek tanahnya tersebut terlalu jauh, sehingga bu Elisa tidak sempat untuk mengunjunginya.

“Dari situ, bu Elisa memutuskan untuk menjual tanah tersebut dengan bantuan saya. Mungkin karena jauh. Sebab Bu Elisa bertempat tinggal di jalan Tengger, sedangkan lokasi tanahnya ada di Cerme,” terang saksi Iwan Effendy.

Lebih lanjut, Iwan juga mengatakan kenal dengan almarhumah Elisa sejak tahun 2010. Awal perkenalan ketika Elisa membeli sebagian tanah miliknya di daerah jalan Dukuh Kuwukan Surabaya. Ketika ditanya oleh kuasa hukum tergugat apakah Iwan tinggal serumah dengan para penggugat, dengan tenang saksi Iwan menjawab tidak.

“Saudara-saudara Elisa memang sering datang ke rumah di Dukuh Kuwukan bahkan tinggal disana. Saya tidak bisa menolak karena tidak ada hak untuk melarangnya karena rumah tersebut adalah hak milik bu Elisa ,” kata Iwan.

Dalam sidang, Iwan juga menceritakan hal menarik pada saat dirinya menjenguk Elisa yang sedang sakit di rumah sakit RKZ.

Iwan, dengan berapi-api mengatakan bahwa Elisa sempat menginginkan jual beli tanahnya dari Hermina ditingkatkan, dari surat jual beli tanah menjadi akta jual beli dan keinginannya tersebut sudah disampaikan kepada Hermina.

“Waktu itu di rumah sakit saat njenguk, Elisa memberitahu ke Hermina bahwa akan ada notaris mendatangi Hermina untuk balik nama sertifikat. Hermina jawab, ah tante lagi sakit kok malah ngomongin surat tanah. Itu kata dia (Hermina),” kata Iwan menirunkan pembicaraan antara almarhumah Lisa dengan Hermina sambi bersumpah bahwa dia mendengar sendiri apa yang dikatakan oleh Hermina.

Diketahui, kakek Utjang Kayanto Tanakusuma dan nenek Elina Wijayanti serta Lusiana Sintawati selaku ahli waris dari almarhumah dari Elisa Irawati mantap menggugat perdata keponakannya sendiri Hermina Sutanto ke Pengadilan Negeri Surabaya.

Kakek dan nenek itu merasa sakit hati dengan perbuatan Hermina Sutanto yang cidera janji dengan tidak bersedia meningkatkan status jual beli tanahnya yang sudah dibeli oleh Elisa Irawati.

Usai sidang, Wellem Mintarja selaku ketua tim kuasa hukum penggugat menerangkan, perkara ini terkait jual beli tanah antara almarhumah Elisa Irawati dan keponakannya Hermina (tergugat).

“Tepatnya pada tahun 1999 terjadinya jual beli antara almarhumah Elisa Irawati dan tergugat. Dan selama 20 tahun itu kami sudah menguasai obyek tersebut, baik tanah dan surat suratnya (kertas segel perjanjian jual beli, kwitansi dan sertifikat asli),” terang Welem Mintarja di PN Surabaya.

Dijelaskan Wellem, klienya sudah pernah mengajukan permintaan dengan baik baik kepada tergugat, akan meningkatkan status jual beli. Akan tetapi tergugat malah melaporkan kliennya.

“Klien kami minta baik baik. Lha kok malah dilaporkan atas dugaan pemalsuan tanda tangan. Padahal selama 20 tahun kami kuasai, tergugat tidak pernah sekalipun komplain. Tahu tahu September 2019 malah dilaporkan. Kami menduga tergugat mempunyai itikad yang kurang baik,” jelasnya.

Diungkapkan Wellem, Para penggugat dan Almarhumah Elisa Erawati merupakan kakak adik. Sepanjang hidupnya, Elisa Erawati tidak memiliki keturunan atau ahli waris, sehingga semua harta peninggalan miliknya diwariskan kepada para penggugat.

“Jadi mereka memiliki legal standing dalam gugatan ini,” pungkasnya. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *