Sukamta: Darurat Sipil Tidak Bakal Efektif Atasi Penyebaran Virus Corona

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang politik, hukum dan kemanan, Dr H Sukamta menilai, keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan status darurat sipil terhadap penyebaran virus Corona (Covid-19) tidak bakal efektif mengatasi pesebaran virus yang telah menyebar hampir keseluruh Provinsi di tanah air serta merenggut ratusan jiwa manusia tersebut.

Dalam keterangan pers yang diterima awak media menyikapi keputusan Pemerintah soal penanganan Covid-19 di Indonesia, Selasa (31/3), anggota Komisi I DPR RI itu mengatakan, penanganan virus yang mulai mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, Desember tahun lalu, tak cukup dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar dan tidak perlu menyikapinya dengan kebijakan darurat sipil karena yang dihadapi virus.

“Dalam UU tentang Kekarantinaan Kesehatan, kondisi ini disebut sebagai kedaruratan kesehatan, bukan darurat sipil. Jadi, yang butuhkan adalah langkah konkret Pemerintah dan penenganan yang segera. Jadi, tidak pas penangan yang dilakukan Pemerintah dengan memberlakukan Darurat Sipil,” kata wakil rakyat dari Dapil Yogjakarta tersebut.

Pilihan penangananya, lanjut laki-laki kelahiran Wedi, Klaten, 6 April 1967 itu, melakukan karantina wilayah sebagaimana diatur dalam UU No: 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sedang langkah yang perlu dilakukan di dalam UU itu sudah sangat jelas jika arahnya membatasi pergerakan orang agar tidak keluar masuk atau istilah populernya lockdown.

Masalahnya sekarang, UU yang disahkan Paripurna DPR RI dua tahun lalu itu belum memiliki Peraturan Pemerintah (PP) yang memuat bagaimana aturan pelaksanaannya. Itu adalah domain Pemerintah atau eksekutif. Hausnya, ini yang dibuat Pemerintah, bukan PP dan Perpres untuk memberlakukan Darurat Sipil.

Setelah Pemerintah menetapkan status Darurat Bencana Covid-19, 29 Februari lalu, berbagai langkah yang dilakukan perlu dimaksimalkan untuk menekan perkembagan virus Corona karena setelah penetapan Darurat Bencana itu virus malah semakin menyebar dengan kenaikan pasien positif lebih dari 500 persen.

Sukamta memandang Pemerintah perlu mengevaluasi secara menyeluruh dan juga bisa mengambil pengalaman negara-negara lain yang berhasil menekan penyebaran virus serta menekan jumlah korban jiwa, seperti China, Korea Selatan dan Singapura. “Pengalaman hanya menyisakan dua pilihan, yaitu lockdown atau perbanyak tes Covid-19.”

Sejauh ini Pemerintah mencoba memperbanyak tes dengan mengimpor rapid test yang oleh beberapa ahli dikatakan tingkat akurasinya sekitar 30 persen. Jumlahnya masih terbatas sehingga tidak mampu mengimbangi kecepatan penyebaran virus.

Sukamta memahami untuk melakukan lockdown butuhkan perhitungan cermat supaya bisa berjalan baik. Selain itu, juga butuh anggaran yang cukup besar, setidaknya untuk menjamin ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah.

“Juga perlu insentif bagi pekerja sektor informal yang terdampak,” kata Sukamta yang mengaku pernah membuat hitungan, perlu Rp12,5 triliun untuk jaminan kebutuhan pokok penduduk miskin, Rp300 triliun untuk insentif pekerja sektor informal dan dunia usaha jika dilakukan lockdwon dua bulan di Pulau Jawa.

Anggaran sebanyak itu, kata Sukamta, bisa disedikan dengan melakukan realokasi di APBN yang tidak mendesak. Apalagai, masyarakat secara mental siap untuk lockdown, dan ini terbukti dengan banyak tempat di dusun, kampung melakukan lockdwon swadaya. “Masyarakat semakin paham bahaya penyebaran Covid-19. Caranya batasi orang yang keluar masuk kampung. Beberapa daerah yang juga punya niat lakukan karantina wilayah karena peningkatan jumlah penderita.”

Dikatakan, niat baik masyarakat dan Pemda tersebut harusnya mendapat dukungan Pemerintah Pusat dengan segera menerbitkan payung hukum, seperti peraturan pemerintah (PP) agar karantina wilayah berjalan optimal. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait