Sumenep Darurat Agraria, Ratusan Massa Gelar Aksi Solidaitas

  • Whatsapp
Bagi pribumi madura (baca: Sumenep), tanah adalah pusaka. Dan di tanah itulah, ia sebagai seorang agraris menitipkan hidupnya. Hidup yang sederhana; religius, santun dan saling tolong menolong. Namun kini tanah-tanah itu telah dirampas, dengan dalih kemajuan dan pembangunan.

Sumenep, beritaLima – Ratusan massa yang terdiri dari komunitas Mahasiswa, tokoh ulama dan masyarakat menggelar aksi solidaritas untk keadilan agraria pada Kamis (16/ 03) didepan kantor DPRD Sumenep.

Aksi solidaritas tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil Investigasi majalah Fajar Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Instika tahun 2016 yang merilis sekitar 500 hektar tanah se kabupaten Sumenep yang lepas ketangan investor.

Sementara dalam Perda (peraturan daerah) Renca Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) no. 12 tahun 2013 menyebutkan bahwa tanah yang disediakan kepihak investor untuk membangun tambak berjumlah 1. 723. (Ha).

Koordinator Aksi, Aminuddin Mahcud dalam orasinya mnyampaikan, Secara ekonomi, penguasaan tanah oleh investor dalam jumlah besar akan mengakibatkan warga kehilangan alat produksinya, mereka akan terasing didaerahnya, menjadi objek dari proses produksi yang sepenuhnya dikendalikan oleh Investor. “Dengan bahasa sederhana, warga akan menjadi kuli didaerahnya sendiri atau menjadi pengangguran yang akhirnya akan berdampak pada pemiskinan warga”, kata Mahfud.

Secara budaya, hilangnya tanah yang diiringi oleh industri akan meminggirkan tradisi yang selama ini menjadi benteng sekaligus sebagai strategi cerdas melawan kapitalisme global masyarakat Pedesaan madura.

Secara keagamaan juga menberikan pengaruh karena industri akan memerangkap manusia dalam jebakan rasionalis yang sepenuhnya menghamba pada nilai nilai dangkal yang bersifat material yang menampik spiritualis.

“Dampak yang sangat dirasakan warga saat ini adalah masyarakat tidak leluasa mau kemana saja karena akses yang ditutup oleh tuan Investor dengan dalih industrial yang juga berdampak pada kenyamanan nelayan dengan limbah tak sedap karena bau menyengat jika dibuang kelaut maka ikan akan mati karena keracunan dan masyarakat tidak lagi punya mata pencaharian”,jelas Komisioner PMII Sumenep ini.

Demonstran mendesak agar pemerintah menperhatikan beberapa bal antaranya, mengevaluasi kembali RTRW nomor 12 tahun 2013.

Pemerintah harus membuat regilasi perlindungan tanah hal ini menjadi penting menyangkut dapak ekologis dari seluruh lahan yang terjual kepada investor.

Menolak perencanaan pariwisata yang tidak ramah agraria dengan kata lan pengembangan pariwisata tidak boleh mengangganggu kedaulatan agraria warga dilokasi wisata. Dengan mengelola wisata ramah agraria dan pariwisata berbasis rakyat.
Mendorong pemerintah untuk menfungsikan tanah sebagai lahan untuk pangan.

(An)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *