SURAT TERBUKA
Kepada Yang Terhormat
Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko Widodo
Dengan Hormat,
Semoga Bapak Presiden bersama keluarga selalu dalam lindungan Allah SWT dijauhkan dari Pandemi Covid-19, diberikan anugerah dan karuniaNya agar tetap tegar kuat dan amanah dalam memimpin bangsa Indonesia yang beraneka ragam kemauan dan keinginannya ini… Aamiin.
Perkenalkan nama saya Helmy Akuntan NDeso (HAND) pensiunan auditor pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Bukan pakar hukum seperti Prof. Mahfud MD. Tetapi atas seijin Allah SWT dapat melihat dengan jelas kekeliruan hukum UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 yang dapat menyesatkan arah perjalanan Gerakan Reformasi 1998.
Bapak Presiden yang saya hormati, pencegahan dan pemberantasan adalah dua kata yang sudah lama populer sejak Indonesia dilanda wabah penyakit menular. Kembali viral ketika gerakan reformasi ’98 berencana membasmi KKN. Korupsi disamakan penyakit menular yang sangat ganas. Maka dirancanglah UU KPK untuk mencegah dan memberantasnya. Namun sayang pada saat kelahirannya tanggal 27 Desember 2002, DPR RI dan Presiden RI tidak mengawal prosesnya dengan baik sehingga terjadi salah letak penjelasan pasal 6 yang seharusnya untuk menjelaskan pasal 7e yaitu “instansi yang terkait” dibidang pencegahan tindak pidana korupsi.
Akibatnya KPK kehilangan strategi manajemennya. Semua instansi menjadi pemberantas korupsi. Tidak ada sinergitas antara fungsi pencegahan korupsi yang dilakukan oleh BPK dan BPKP dengan fungsi pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan. Adanya justru menambah peran supervisi KPK terhadap BPK yang bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 pasal 23E ayat (1). Akibat selanjutnya tindak pidana korupsi tidak dapat dicegah dan angka pertumbuhannya sekarang semakin meningkat.
Bapak Presiden yang saya hormati, salah letak tentu ada ‘tangan’ yang salah meletakkan. Saking lamanya menjadi samar tidak terlihat wujudnya atau Invisible Hand. Untuk itu kita harus hati-hati berprasangka. Awalnya saya menyangka oknum sejawat BPKP yang menyelundupkan demi payung hukum lembaganya. Namun dari hasil muhasabah dan perenungan yang cukup lama, saya berkesimpulan bahwa Invisible Hand adalah Tangan Tuhan agar kita semua elemen anak bangsa ini dapat belajar dari kekhilafan dan kesalahan para pemimpinnya di masa lalu. Kemudian memaafkan dan memperbaikinya demi kemajuan Indonesia Raya.
Bapak Presiden yang saya hormati, banyak analis dan pengamat politik menyarankan rekonsiliasi nasional. Saya lebih suka memilih untuk rujuk nasional. Karena rekonsiliasi nasional ritualnya perlu ‘kambing hitam’ sebagai korban yang bisa disalahkan. Sedangkan rujuk nasional tidak perlu menyalahkan siapa-siapa hanya perlu mahar atau mas kawin (cabut akar masalahnya dengan merevisi kembali UU KPK Nomor 19 tahun 2019 hasil mutilasi) sebagai tanda ikatan ijab kabul untuk menata ulang manajemen pemberantasan korupsi atau menata kembali kehidupan rumah tangga besar yang namanya INDONESIA Sejahtera Adil Makmur Bersatu Aman Sentosa (ISAMBAS).
Bapak Presiden yang saya hormati, memang tidak mudah menyelesaikan masalah tersebut walaupun kelihatannya sederhana. Diperlukan seorang negarawan sejati yang tidak berhitung lagi soal elektabilitas politiknya. Dan itu sekarang ada pada diri Pak Jokowi yang tidak punya beban politik. Sebab hal ini tidak menutup kemungkinan lawan-lawan politik akan menggorengnya agar supaya dipandang seolah-olah Presiden sedang berpihak pada koruptor. Terbukti sekarang sudah mulai bermunculan spanduk yang mengatakan KPK DILAHIRKAN OLEH MEGAWATI dan MATI DITANGAN JOKOWI. Tetapi saya yakin dengan sikap semangat jiwa kenegarawanan, ketulusan dan keikhlasan pengabdian Pak Jokowi semuanya akan terbantahkan.
Demikianlah surat saya yang agak panjang ini. Mohon maaf sebesar-besarnya apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. Terimakasih.
Malang, 19 – 05 – 2021
Hormat Saya,
ttd.
(Drs. Helmy, Ak)
Register Negara D-3967
Ketua Umum Gerakan Nasional KRETEK Kebangkitan Rakyat Egaliter Tumpas Epidemi Korupsi