JAKARTA, beritalima.com | Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terbaru menunjukkan mayoritas rakyat Indonesia percaya bahwa pemilihan Presiden dan anggota DPR pada 17 April 2019 berlangsung secara jujur, adil, bebas, langsung, dan rahasia. Yang menganggap pemilu berlangsung jurdil mencapai 68-69% warga, sementara yang menganggap kurang/tidak jurdil hanya 27-28%.
“Anggapan bahwa pemilu 2019 tidak berlangsung jurdil tidak sejalan dengan penilaian mayoritas warga Indonesia,” kata Sirojudin Abbas, Direktur Program SMRC saat mempersentasikan hasil survei nasional bertajuk “Kondisi Demokrasi dan Ekonomi Politik Nasional pasca Peristiwa 21-22 Mei: Sebuah Evaluasi Publik” yang diselenggarakan pada Minggu, 16 Juni 2019 di kantor SMRC, Jakarta.
Menurut Sirojudin, kepercayaan publik tentang kualitas pemilu ini tidak banyak berbeda dengan Pemilu 2014 dan 2009. “Pada 2009, yang menilai pemilu berlangsung jurdil mencapai 67% dan pada 2014 mencapai 70,7%,” katanya.
Survei ini juga menunjukkan mayoritas rakyat menilai positif kondisi bangsa dan demokrasi Indonesia. Sekitar 66% rakyat menyatakan puas dengan kualitas demokrasi di Indonesia, sementara 77% warga menyatakan pemerintahan Jokowi adalah pemerintahan demokratis.
Di sisi lain, survey ini juga menunjukkan adanya penurunan kepuasan dan kepercayaan masyarakat atas kualitas demokrasi di Indonesia seusai terjadinya peristiwa 21-22 Mei 2019 yang mencederai demokrasi.
Dengan mewawancarai 1220 responden yang ditarik secara random di seluruh Indonesia pada 20 Mei-1 Juni 2019 dengan margin of error 3,05%, survei SMRC menunjukkan kepuasan atas pelaksanaan demokrasi secara umun turun dari 74% (April 2019) menjadi 66% (Juni 2019).
Survey menunjukkan adanya penurunan kepercayaan warga terhadap sejumlah hal yang menjadi indkator kualitas demokrasi.
- 43% warga menganggap saat ini masyarakat sering takut bicara politik, sementara pada 2014 angkanya hanya 17%.
-
28% warga menilai pemerintah sering mengabaikan konstitusi, sementara pada 2014 angkanya juga 28%
-
38% warga menilai saat ini warga sering merasa takut dengan perlakuan semena-mena oleh aparat penegak hukum, sementara pada 2014 angkanya hanya 24%
-
21% warga menilai saat ini warga sering takut ikut organisasi, sementara pada 2014 angkanya hanya 10%
-
25% warga menilai saat ini warga sering takut menjalankan agama, sementara pada 2014 angkanya hanya 7%.
Walau tetap minoritas, warga yang menilai kondisi politik saat ini buruk juga mengalami peningkatan dibandingkan 2014. Saat ini sekitar 33% warga menganggap kondisi politik Indonesia buruk, sementara pada 2014 angkanya hanya mencapai 20%.
Namun adanya penurunan persepsi tentang kualitas demokrasi dan kondisi politik ini ternyata tidak serius berdampak pada persepsi publik mengenai kondisi ekonomi, penegakan hukum dan keamanan. Survei SMRC menunjukkan hanya 17% warga yang menganggap kondisi ekonomi nasional lebih buruk, hanya 21% warga yang menganggap kondisi penegakan hukum buruk dan hanya 16% warga yang menganggap kondisi keamanan buruk
“Yang menggembirakan,” lanjut Sirojudin, “secara umum publik belum menyerah dengan prinsip-prinsip demokrasi.”
Survei SMRC menunjukkan 82% warga menganggap demokrasi adalah pilihan sistem terbaik, 86% warga menilai demokrasi cocok untuk Indonesia, 91% warga menganggap penting kebebasan untuk mengeritik pemerintah, 97% warga menganggap penting pemilu yang bebas dan adil, dan 86% warga memilih sistem demokrasi dibandingkan sistem yang lain.
“Adanya penurunan persepsi tentang kualitas kondisi demokrasi ternyata belum membuat rakyat Indonesia mengendur atau patah semangat dengan keinginan mereka agar Indonesia menjadi semakin demokratis,” tutup Sirojudin.
Menurut Sirojudin, temuan survei ini menunjukkan bahwa Presiden Jokowi didukung oleh mayoritas warga Indonesia yang percaya bahwa pemlihannya telah berlangsung secara baik dan benar. Mayoritas masyarakat juga percaya kondisi politik, ekonomi, hukum dan keamanan berada dalam kondisi memuaskan. Namun ada kekhawatiran bahwa terjadi penurunan kualitas demokrasi . “Mudah-mudahan ini bisa menjadi bahan pekerjaan rumah bagi Presiden Jokowi untuk lima tahun ke depan,” ujar Sirojudin.
(rr)