JAKARTA. Beritalima.com– Anggota Komisi V DPR RI dari Dapil lI Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Suryadi Jaya Purnama mengkritisi Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karyadi Sumadi terkait dengan mencabut pembatasan jumlah penumpang pesawat udara 70 persen.
Pada poin 5 Surat Edaran Menhub No: 3/2021, ungkap politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, mencabut pembatasan jumlah penumpang udara yang sebelumnya sudah ditetapkan maksimal 70 persen.
Hal itu, jelas wakil rakyat yang membidangi transportasi, infrastruktur ini dan perumahan rakyat ini, dapat menimbulkan kesalahpahaman dari operator pesawat bahwa. Opretaor bisa mengartikan, pesawat dapat diisi penuh atau 100 persen.
Padahal. lanjut Suryadi, ketentuan-ketentuan lain terkait jaga jarak di kendaraan transportasi umum masih berlaku. Sebut saja Permenhub No: 41/2020 Poin 5 yang mengubah Pasal 14 Permenhub No:18/2020 menyebutkan, jumlah penumpang pesawat dibatasi dengan penerapan jaga jarak fisik dan Permenhub No: 18/2020 Pasal 5 ayat 3 huruf a yang menyebutkan, operator sarana transportasi harus menjamin penerapan jaga jarak fisik.
“Melalui SE No: 3/2021 ini seolah-olah urusan pencegahan penyebaran wabah pandemi virus Corona (Covid-19) ini diserahkan hanya pada hasil tes Polymerase Chain Reaction (PCR) swab atau Rapid Tes Antigen saja, padahal tidak ada satupun hasil tes yang akurat atau benar 100 persen.”
Karena itu, lanjut Suryadi, jaga jarak fisik harus tetap dilaksanakan, dan untuk dapat melaksanakannya, pembatasan penumpang harus dilakukan. Apalagi pesawat tempat tertutup yang sangat rawan penularan, walaupun didalamnya terdapat penyaring udara bebas bakteri High-Efficiency Particulate AirĀ (HEPA).
Selain itu jika harapan dari pencabutan ini adalah jumlah penumpang yang meningkat, jelas Suryadi, semakin banyak jumlah penumpang justru dapat menimbulkan resiko penularan di tempat lain misalnya di ruang tunggu atau pada saat antrian masuk atau keluar pesawat. Sebab, dengan menambahkan kapasitas, kerumunan orang di bandara semakin banyak,” jelas Surayadi.
Dikatakan, belakangan jumlah penderita harian Covid-19 justru semakin meningkat dan terus menciptakan rekor baru. Seharusnya, Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pengetatan, bukan pelonggaran.
Dan, untuk mengeluarkan kebijakan terkait penumpang pesawat, jelas Suryadi, seharusnya tidak hanya mengandalkan hasil tes dan teknologi HEPA dalam pesawat saja, tetapi dimulai dari membuka data berapa jumlah penderita dari klaster transportasi khususnya pesawat, baru setelah itu menentukan kebijakan apakah pembatasan jumlah penumpang ini tetap dilaksanakan atau tidak.
Suryadi berpendapat, seharusnya Pemerintahan Jokowi fokus mencegah penyebaran dan meyakini ekonomi akan meningkat kalau jumlah pendeita turun signifikan. Dengan kondisi angkutan penerbangan seperti saat ini, setelah jatuhnya Sriwijaya Air dan dilonggarkannya aturan pembatasan penumpang, alih-alih dapat meningkatkan industri penerbangan. “Jangan-jangan masyarakat malah semakin takut karena khawatir jatuh atau tertular Covid-19 di dalam pesawat.”
Yang pasti, kebijakan Pemerintah mengizinkan okupansi penumpang 100 persen berseberangan dengan semangat Protokol Kesehatan yang terus digaungkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19. “Mengizinkan ruang pesawat 100 persen sudah mengabaikan jaga jarak. Dengan alasan syarat test sudah diketatkan, tidak masuk akal,” kata mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie yang dimuat media awal pekan ini.
Menurut politisi Partai Demokrat ini, syarat tes yang diharuskan kepada penumpang pesawat bisa saja hasilnya meleset. Sebab, ada kemungkinan penumpang baru terdeteksi terjangkit Covid-19 usai dilakukan tes. “Apalagi 3 baris disiapkan untuk yang terindikasi Covid, bahaya sekali. Ruang pesawat tertutup,” kritik dia.
Pada sisi lain, kebijakan yang tercantum dalam Surat Edaran Kemenhub No: 3/2021 tentang Petunjuk Pelaksana Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara dalam Masa Pandemi Covid-19 di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga sangat tidak masuk akal.
“PPKM dengan melonggarkan prokes, sangat tidak rasional. Penyebaran Covid-19 di dalam ruang pesawat sangat mungkin terjadi tanpa ada jaga jarak. Mohon Presiden Jokowi, kebijakan itu ditinjau, ini kontraproduktif dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) superketat seperti disampaikan Gubernur Anies Baswedan,” demikian Marzuki Alie. (akhir)