SAMPANG, BeritaLima.com – Meskipun pekerjaan fisik normalisasi Sungai Kemuning untuk tahun 2022 tidak ada, namun proses pembebasan lahan milik warga terdampak tetap berjalan, dan saat ini pelaksanaannya sudah hampir mencapai 100 persen, sehingga nantinya saat pekerjaan fisik dilanjutkan sudah tidak ada lagi permasalahan pembebasan dengan warga.
Proyek normalisasi Sungai kemuning sendiri sudah berjalan selama tiga tahun lebih dengan total lahan terdampak sekitar 70.111,48 Meter persegi atau 7,01 Hektar dan luas bangunan terdampak sekitar2.897,73 Meter persegi atau 0,29 Hektar dan melewati 3 Desa, yakni Desa Tanggumung, Desa Panggung dan Desa Pasean.
Disamping itu ada enam Kelurahan yang sebagian wilayahnya juga terdampak, diantaranya kelurahan Dalpenang, Kelurahan Gunung Sekar, Kelurahan Rong Tengah, Kelurahan Karang Dalem, Kelurahan Polagan dan Kelurahan Banyuanyar.
“Kalo Desa pasean itu sudah selesai dan terbayar, hanya saja untuk tahun 2022 ini pekerjaan terbagi menjadi dua tahap, tahap yang pertama yaitu dua Desa dan tiga Kelurahan untuk tahap yang kedua tiga Kelurahan,” ungkap R.P Moh.Zis Plt Kepala Dinas PUPR Sampang melalui Kabid Pengelolaan Sungai Indah Sri Wahyuni.
“Untuk tahap yang pertama semua pendataan sudah hampir selesai cuma yang di Kelurahan Dalpenang surat penguasaan fisiknya belum sepenuhnya tandatangani oleh lurah, sehingga pembebasan tanah di situ lambat, sebab jika tidak di tandatangani maka peta bidang tidak akan keluar,” imbuhnya.
Sementara itu, Lurah Dalpenang Dwi Budiyatno menjelaskan, sebenarnya pihak Kelurahan sedang berupaya semaksimal mungkin untuk segera menyelesaikan, dan saat ini sudah sekitar 90 persen yang sudah ditandatangani, namun disamping itu banyak permasalahan terkait kepemilikan tanah milik warga terdampak yang harus benar-benar dipastikan.
“Kami bukan memperlambat, tapi warga terdampak sebagian masih bermasalah dalam hal kepemilikan tanahnya, karena sebagian hanya berdasarkan keterangan dari tetangga, sehingga kami mengikuti saran dari PUPR dan BPN kita kumpulkan KTP, KSK dan SPPT,” katanya.
Selain itu kami sebagai Lurah di sini hanya menjadi jembatan penghubung antara Pemerintah dan Masyarakat, sehingga kami berusaha untuk memberikan yang terbaik agar tidak muncul permasalahan dikemudian hari, karena sebagian dari warga juga sering menjadi korban banjir sehingga banyak dokumen yang mereka miliki hilang.
“Kita dilema saat menghadapi hal seperti ini, warga saat ditanyakan tentang bukti kepemilikan hanya berdasarkan katanya, karena sebagian tidak memiliki bukti otentik, sedangkan pihak BPN tidak bisa didasarkan melalui katanya tetangga harus ada bukti yang valid, untuk itu kami berusaha agar keduanya terselesaikan tanpa menimbulkan permasalahan nantinya,” pungkasnya. (FA)