Tak Luntur Spirit Dampingan Pada Petani, Pertani HKTI Lakukan Tandur Bareng Di Lamongan

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com | Seperti biasa, Perempuan Tani (Pertani) HKTI Jatim melakukan giat dampingan ke petani. Setelah sebelumnya melakukan di beberapa wilayah diantaranya Malang dan Mojokerto, kali ini (8/8/2021) orsap HKTI pimpinan Dian Novita Susanto yang Desember lalu mendapat penghargaan dari DP3AK Jatim sebagai organisasi perempuan penggerak pertanian, melakukan dampingan di wilayah Lamongan.

“Lokasi saat ini adalah Bojoasri Kalitengah Lamongan. Dulu kami pernah turun ke wilayah ini dan sekarang turun lagi dalam giat tandur bareng,” lanjut ning Lia Istifhama, Ketua Pertani HKTI Jatim. Dijelaskan oleh alumnus Doktoral UINSA tersebut, bahwa dampingan adalah bermaksud melakukan ikhtiar peningkatan produktivitas pertanian dengan meminimalkan biaya selama proses cocok tanam.

“Setiap petani dimanapun pasti memiliki cara dan strategi, namun kami juga berikhtiar turut membantu dengan cara mencoba paket pupuk hayati organik selama proses tanam mereka,” tambahnya yang saat itu didampingi oleh tim Biotani.

Acara tandur tersebut juga menggali fakta lapangan yang dihadapi petani selama proses tandur hingga panen. Adalah Mahmud, petani milenial asal Dusun Pandantoyo yang mengaku bahwa kendala utama adalah kapasitas air di areal pertanian mereka.

“Kebetulan Bojoasri adalah wilayah dataran ter-rendah di Lamongan. Jadi persoalan banjir menjadi perhatian penting dan kami berharap segera dibuka pintu air Bengawan Solo agar bisa mengantisipasi luberan air banjir yang merambah wilayah kami.”

“Namun kami tidak berpangku tangan dengan kendala banjir yang seringkali membuat kami gagal panen. Kami (petani) selama ini telah melakukan strategi mencegah banjir dengan metode bluwekan.”
Mahmud, yang merupakan petani turun temurun dari keluarga, menjelaskan metode kandang anti banjir yang dilakukannya bersama para petani.
“Disini ada istilah bluwekan. Ini metode untuk mencegah banjir di daerah kami. Tapi ini belum maksimal karena debit air banjir sangat besar dan sudah langganan mengalirnya ke wilayah kami.”

Mahmud juga menjelaskan, bahwa gegara faktor banjir, petani setempat hanya mampu memiliki musim tanam padi setahun sekali. Selebihnya, wilayah pertanian digunakan untuk tambak ikan karena tidak bisa difungsikan untuk bercocok tanam. Secara gamblang, Mahmud pun menyampaikan bahwa hasil panen tambak tidak terlalu optimal, yaitu sekitar 10 juta selama 9 bulan dalam satu wilayah tambak. Resiko gagal panen tambak juga tetap menjadi kekhawatiran petani karena resiko banjir.

“Sudah biasa petani disini gagal panen udang panami. Udang belum besar, sudah habis kena banjir. Persoalan sama untuk ikan mujaer nila. Memang ini sudah resiko kami dan kami sudah terbiasa,” tambahnya.

Ning Lia yang saat itu didampingi beberapa pengurus Pertani HKTI, seperti Shofi Shofiyah, Enny Hayati, Siti Fatimah Kurniasari, Fitriani Permatasari, dan Evana, secara lugas menyampaikan apresiasinya.

“Dengan mendengar secara langsung kisah perjuangan petani dan turun langsung dalam tandur, maka kita harus akui bahwa petani adalah teladan sebuah resiliensi, ketangguhan. Mereka sangat kuat dan tangguh. Wilayah pertanian ini beda dengan wilayah lain. Karena bekas tambak, maka arealnya bercampur dengan pupuk kandang, sisa-sisa tambak ikan, dan kontur tanahnya pun sangat tidak rata. Beda sekali dengan wilayah lainnya. Namun mereka tidak patah semangat dan tetap mau berjuang untuk kelangsungan pangan,” pungkasnya. (RED)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait