JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Konisi X DPR membidangi Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, Wisata dan Ekonomi Kreatif, Prof Zainuddin Maliki tak mempersoalkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang bakal diberlakukan Pemerintah mulai tahun ajaran baru mendatang.
Soalnya, jelas tokoh pendidikan, yang juga anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI tersebut menjawab Beritalima.com, Kamis (6/5) malam, PTM hanya dilakukan terbatas dan capai pembelajarannya juga terbatas.
Menteri Nadiem Makarim mengizinkan buka PTM terbatas. Bukan hanya awal semester Juli nanti, sekarang sudah boleh dilakukan dengan protokol kesehatan ketat dan mengusahakan vaksinasi guru.
Soalnya, lanjut wakil rakyat dari Dapil X Provinsi Jawa Timur tersebut, PJJ dalam jangka waktu lama dinilain akan berdampak negatif kepada anak didik. “Jadi, kualitas pelaksanaan PJJ yang memicu munculnya keinginan kembali menerapkan PTM. Malah ada yang sampai mengatakan, PTN harga mati.”
Mereka itu, ungkap rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya 2003-2012 tersebut, bukan tidak menyadari bahwa Covid masih mengancam. Namun, ancaman itu mereka abaikan karena tidak tahan lagi dengan PJJ anak-anaknya menjadi ‘generasi rebahan’.
Pembelajaran tatap muka terbatas dizinkan dengan menerapkan prokes yang ketat. Sekolah hanya boleh menerapkan rombel pembelajaran 50 persen saja supaya bisa dilakukan physical distancing.
Karena terlalu lama berinteraksi dengan banyak orang di satu ruang tertutup tidak disarankan ahli epidemiologi, sehingga jumlah jam pelajaran harus dikurangi. Guru-gurunya pun harus sudah di vaksin.
Karena namanya PTM, janganlah bermimpi berlebihan atau sebelum virus Corona (Covid-19) menyerang dunia, termasuk Indonesia. Sulit mengejar capaian pembelajaran sebagaimana tatap muka yang dilaksanakan sebelum ada pandemi. Karena terbatas prosesnya, capaian pembelajaran tentu terbatas juga.
Di tengah tekanan pandemi yang belum tahu kapan berakhir, apalagi muncul virus varian baru B117, B1351, dan B1617 dari India, Afrika Selatan dan Inggris yang lebih mematikan, kata Zainuddin, tentu kita tidak menginginkan kesalahan fatal yang dialami India terjadi di Indonesia.
Dalam situasi seperti tersebut, sebenarnya lebih baik berfikir mengarus utamakan PJJ tetapi harus dirancang dengan pedagogy digital yang baik. Mungkin capaiannya tidak maksimal. Tetapi dengan PTM terbatas pun juga tidak maksimal. Hanya saja, PTM berisiko memunculkan klaster baru, sedangkan keuntungan PJJ lebih terjamin aspek kesehatannya.
Sebab itu, seharusnya Kemendikbud lebih serius menjadikan PJJ sebagai arus utama pembelajaran selama masa pandemi. Benahi PJJ dengan memfasilitasi guru untuk melakukan upskilling, terutama dalam menerapkan pedagogy digital.
Latih guru menyusun rencana, proses dan evaluasi pembelajaran berbasis digital. Sediakan platform, media dan berbagai sumbet pembelajaran interaktif yang mudah diakses, sehingga guru bisa mengemas PJJ secara efektif, menyenangkan dan tidak mengurangi mutu pembelajaran.
“PTM bisa diterapkan sebagai pelengkap, misalnya ketika harus praktikum, memperdalam penguasaan materi di laboratorium dan ketika dirasakan siswa sudah rindu kelas dan gurunya, atau guru sudah rindu kelas dan siswanya,” demikian Prof Zainuddin Maliki. (akhir)