JAKARTA, Beritalima.com– Peraturan Menteri Pendidikan&Kebudayaan (Permendikbud) No: 6/2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler menuai kontroversi.
Salah satu pasal dalam Permendikbud tersebut mengatur sekolah yang bisa menerima dana BOS harus ‘memiliki’ jumlah peserta didik paling sedikit 60 (enam puluh) peserta didik selama 3 (tiga) tahun terakhir’.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dr Hj Hetifah Sjaifudian mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim tetap menyalurkan dana BOS bagi sekolah-sekolah yang saat ini terancam kehilangan kesempatan mendapatan dana bantuan operasional dari pemerintah.
Kebijakan ini, ungkap Hetifah, politisi senior Partai Golkar itu kepada Beritalima.com, Jumat (3/9) malam, tidak pantas dilaksanakan di masa pandemi dimana kebanyakan sekolah khususnya sekolah swasta sedang prihatin.
Lagi pula, sedikitnya jumlah siswa di suatu sekolah tentunya tak semata akibat buruknya kualitas pendidikan yang diberikan di sekolah tersebut. Menggunakan dana BOS sebagai instrumen untuk ‘menghukum’ sekolah yang memberikan layanan di bawah standar juga bukan kebijakan yang tepat.
Bila ada sekolah yang memberikan layanan pendidikan di bawah standar, lanjut wakil rakyat dari Dapil Provinsi Kalimantan Timur ini, smestinya Pemerintah Pusat maupun Daerah intensif melakukan pembinaan.
“Jika karena berbagai alasan tetap sulit diperbaiki, untuk melindungi hak siswa mendapat pendidikan layak dan bermutu, harus ada ketegasan Pemda menutup sekolah itu. Tentu tetap dengan memperhatikan nasib guru-guru dan siswa yang ada,” kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar 2020-2025, misalnya dengan mengalihkan ke sekolah terdekat.
Dikatakan, meski Permendikbud ini diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan, tetapi kebijakan ini pada pelaksanaannya justru berpotensi menghambat hak anak mendapatkan pendidikan. Karena itu,
Hetifah meminta Kemendikbudristek untuk mengevaluasi dan memberikan data kongkrit berapa sekolah yang jumlah muridnya sedikit, apa masalahnya, lalu apa solusi jangka panjangnya.
“Kalau kebijakan ini dilanjutkan, maka resiko terberat anak-anak di sekolah kecil bisa drop out dan guru-gurunya terlantar. Tentunya hal ini sangat tidak kita harapkan,” demikian Dr Hj Hetifah Sjaifudian. (akhir)