SURABAYA – beritalima.com, Seorang anak di Surabaya menggugat ibu kandung dan saudaranya serta notaris gara-gara takut semua harta milik mendiang ayahnya dikuasai kakak pertamanya dan kakak keduanya, Sementara ibunya, kakak ketiga, keempat, serta dirinya tidak mendapat apa-apa.
Gugatan dengan dengan nomor perkara 55/Pdt.G/2023/PN.Sby tersebut memasuki sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan majelis hakim yang terdiri dari Yoes Hartyoso sebagai hakim ketua, serta Arwana dan Ariandi Triyoga sebagai hakim anggota. Persidangan selanjutnya digelar sepekan mendatang dengan agenda mediasi.
Sang anak yang melayangkan gugatan bernama Vinna Sencahero (53). Ia menggugat ibu kandungnya Tania Anggraeni Kusuma alias Tan Ay Kioe dan Notaris Julia Seloadji.
Vinna Sencahero dalam gugatannya ingin membatalkan surat kuasa penjualan aset pabrik genting, PT Karang Pilang Agung (KPA). Sebab dalam surat kuasa tersebut, Vinna awalnya meyakini kalau surat kuasa itu dibuat karena semua anak-anaknya yang tercatat sebagai ahli waris ingin menjual aset peninggalan ayahnya, Ho Senca Hero (almarhum) demi menutupi utang perusahaan PT Karangpilang Agung (KPA).
Untuk mempermudah proses balik nama sertifikat atas nama Ho Senca Hero kepada para ahli waris, semua ahli waris termasuk Penggugat memberikan kuasa kepada Tergugat (Tania Anggreani Kusuma) selaku Komisaris Utama PT KPA. Namun yang terjadi, dalam surat kuasa itu disebutkan Penggugat melepaskan haknya sebagai ahli waris.
“Padahal saya hanya memberi kuasa penjualan, bukan melepaskan hak waris. Tetapi di surat kuasa yang dibuat notaris disebutkan saya tidak lagi tercatat sebagai ahli waris,” terang Vinna kepada wartawan di PN Surabaya, Rabu (22/2/2023).
Vinna menyampaikan bahwa pihaknya tidak pernah mengajukan penetapan pengadilan tentang menolak sebagai ahli waris. Akan tetapi Tergugat yang mengalami sakit pre demensia sesuai dengan surat keterangan Dokter National Hospital Surabaya pada 3 September 2021 dan Turut Tergugat malah membuat akta No.141 tanggal 29 November 2013 tentang pernyataan pelepasan hak dan kuasa.
“Akte No.141 tanggal 29 November 2013 itu cacat hukum. Itu telah menghilangkan hak saya sebagai ahli waris,” urainya.
Yang terjadi berikutnya, lanjut Vinna beberapa aset di Desa Prambon telah dijual tanpa sepengetahuan dirinya. Namun yang menjadi perhatian Vinna, sejak dirinya dikeluarkan dari ahli waris, PT Karangpilang Agung kini dikuasai oleh kakak kandungnya, yakni Ho Hartono Wibowo.
Dulu Bieber Vinna, saham mayoritas PT KPA dipegang oleh ibunya. Kini sahamnya berpindah ke Hartono Wibowo.
Apalagi diketahui PT KPA yang sewaktu jayanya memproduksi genteng dan kini beralih ke produksi Briket Arang, mendapat kredit dari PT Bank INA Perdana Tbk senilai Rp 200 miliar. Namun untuk tahap awal diberi kredit senilai Rp 75 miliar.
“Ini jadi pertanyaan kami, dengan kredit sebesar itu, bagaimana cara mengembalikannya. Sedangkan perusahaan hanya mengekspor Briket ke Jepang. Berapa sih keuntungan dari ekspor briket,? Apakah mampu perusahaan mengembalikan utang,? Kalau gagal bayar, bisa-bisa PT KPA disita dan dilelang oleh pihak bank,” beber Vinna.
Karena alasan inilah, Vinna kemudian nekat menggugat ibu kandungnya agar surat kuasa dapat dibatalkan.
“Semua ini saya lakukan demi menyelamatkan aset keluarga,” tuturnya.
Sementara itu, O’od Chrisworo selaku kuasa hukum Vinna Sencahero mengatakan, bahwa surat kuasa yang sudah dibuatkan akta No.141 tanggal 29 November 2013 oleh notaris Julia Seloadji dinyatakan tidak sah. Sebab untuk melepas hak waris, syaratnya harus ada penetapan pengadilan.
“Ini yang namanya waris belum dibagi. Belum ada penetapan dari pengadilan. Kok bisa melepaskan hak waris begitu saja. Apalagi di sini aset-aset sudah dijual. Ini sudah pelanggaran,” sebut O’od pada awak media usai persidangan.
Karena itu O’od mempertanyakan niat notaris Julia Seloadji selaku pihak Turut Tergugat saat membuatkan akta akta no.141 tanggal 29 November 2013.
“Apa dasarnya notaris membuat akta tersebut. Tugas notaris hanya mencatat. Hal itu juga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang sahnya persetujuan atau kesepakatan,” tegasnya.
O’od menambahkan, dalam kasus ini Turut Tergugat juga dianggap telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sesuai Pasal 266 KUHP ayat 1 “barang siapa menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam surat akta autentik mengenai suatu hal yang kebenaranya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksut untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.”
“Dalam gugatan kami juga mengajukan klien kami diberikan Hak Pengampuan terhadap ibunya (Tergugat) mengingat kondisinya saat ini mengalami demensia,” tandasnya.
Saat berita ini hendak diturunkan, Beritalima.com sudah berupaya melakukan konfirmasi ke Kevin Gonzaga selaku kuasa hukum Tergugat dan Notaris Julia Seloadji. Namun konfirmasi yang kirimkan melalui pesan WhatsApp (WA) belum direspon.
Diketahui, selain menggugat perdata Tania Anggraeni, Vinna Sencahero dalam perkara perdata nomor 56/Pdt.G/2023/PN.Sby juga menggugat wanprestasi PT Karang Pilang Agung (KPA), Ho Hartono Wibowo (Ho Ie Tjong), Ho Gunawan Wibowo (Ho Ie Tjiam), Ho Gusniati (Ho Tien Liem) dan Andrew Hadi Wibowo.
Sedangkan dalam perkara perbuatan melawan hukum nomor 1295/Pdt.G/2022/PN.Sby, Vinna Sencahero menggugat Tan Tania Anggraeni Kusuma (Tan Ay Kioe), Ho Hartono Wibowo (Ho Ie Tjong), Ho Gunawan Wibowo (Ho Ie Tjiam) dan Ho Gusniati (Ho Tien Liem). (Han)