SURABAYA, beritalima.com | Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan terus menggandeng institusi kejaksaan untuk meningkatkan kepatuhan pemberi kerja dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Untuk melanjutkan kerjasama dalam penanganan terhadap perusahaan-perusahaaan di Jawa Timur yang melanggar kepatuhan hukum itu, Kamis (25/7/2019) Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur melakukan penandatanganan MoU di Surabaya.
“Masih banyak perusahaan yang belum melindungi tenaga kerjanya dalam keanggotaan BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, berdasarkan undang-undang, perusahaan wajib melindungi seluruh karyawannya dalam kepesertaan keanggotaan BPJS Ketenagakerjaan,” kata Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur, Dodo Suharto, di acara itu.
Dodo mengakui, pihaknya tak bisa bekerja sendirian dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Jawa Timur. “Karena itu kami menggandeng Kejaksaan Tinggi Jawa Timur beserta jajarannya untuk optimalisasi kepatuhan pemberi kerja dalam mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan,” kata Dodo.
Dijelaskan, peran Kejaksaan dalam hal ini, bertindak sebagai pengacara negara, membantu pendampingan dan pertimbangan hukum atas perusahan yang belum patuh. Dengan begitu diharapkan kepatuhan dan kesadaran para pemberi kerja dapat meningkat.
Disebutkan, perusahaan yang melanggar kepatuhan itu terdiri dari perusahaan yang lalai dalam pembayaran iuran (menunggak iuran), perusahaan yang mendaftarkan sebagian pekerjanya, perusahaan yang melaporkan sebagian upah pekerja, bahkan ada yang belum mendaftarkan pekerjanya sama sekali.
Sedangkan sanksi yang bakal diberikan, sesuai peraturan yang berlaku, pemberi kerja bisa dipidana dan secara administratif bisa dicabut hak pelayanan publiknya, diberhentikan operasionalnya, hingga dilakukan pencabutan izin usahanya.
Dodo mengatakan, sampai Juni 2019 kemarin, untuk perusahaan piutang/penunggak iuran, dari 572 Surat Kuasa Khusus (SKK) yang diserahkan BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur kepada Kejaksaan sudah 199 perusahaan yang akhirnya patuh dengan realisasi iuran Rp 3,4 miliar.
Kemudian terhadap perusahaan yang belum daftar BPJS Ketenagakerjaan (PWBD), dari 509 SKK yang diserahkan ke kejaksaan sudah patuh 189 perusahaan dengan realisasi iuran 177juta.
Terus, dari 3 perusahaan daftar sebagian tenaga kerja (PDS TK) yang SKK-nya diserahkan ke Kejaksaan sudah 2 perusahaan yang patuh dengan realisasi iuran Rp 34 juta, dan 1 perusahaan daftar sebagian program (PDS Program) yang diserahkan juga sudah patuh dengan realisasi iuran Rp 1 juta.
Sedangkan penyerahan PRA SKK sebanyak 571 perusahaan, sudah 156 perusahaan yang akhirnya patuh dengan realisasi iuran Rp 662 juta.
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, I Made Suarnawan, mengatakan, MoU di Surabaya ini merupakan tindak lanjut dari kerjasama sebelumnya di Jakarta pada 20 Mei 2019. Karena itu, “Kami siap menindak perusahaan yang tidak menerapkan perundang-undangan ketenagakerjaan dengan melakukan berbagai langkah,” tegas Suarnawan di sela acara MoU tersebut.
“Seumpama ada perusahaan yang nakal, tidak melaporkan sesuai dengan tenaga kerja yang dia miliki, itu akan kita somasi lebih dulu. Demikian pula yang modusnya lain, misal sudah bayar tapi tidak disetorkan, itu nanti bisa disomasi juga dan bisa ditindaklanjuti dengan proses tindak pidana korupsi. Karena itu sudah merugikan pendapatan negara,” kata I Made serius.
Dia mengungkapkan, ada beberapa perusahaan yang disomasi dan bersedia mengembalikan utang negara. Menurutnya, hal itu karena perusahaan tersebut sudah menyadari kesalahannya. Karena itu, setelah pihaknya menerima SKK dari BPJS Ketenagakerjaan dan melakukan somasi, harapannya perusahaan-perusahaan itu segera mematuhi peraturan, sehingga pihaknya tidak perlu sampai ke langkah-langkah selanjutnya. (Ganefo)
Teks Foto: BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di acara penandatanganan MoU di Surabaya, Kamis (25/7/2019).