Oleh:
Rudi S Kamri
Saya terkecoh. Saya kena PHP. Saat 20 Oktober 2019 Presiden mengenalkan satu persatu menteri kabinet Indonesia Maju ada menteri yang paling perhatian saya yaitu Jenderal TNI Purn Fahrul Razi yang ditunjuk menjadi Menteri Agama (Menag). Kementerian yang selama ini menjadi jatah NU diberikan kepada seorang Jenderal TNI. Sontak harapan saya dan semua masyarakat Indonesia membumbung tinggi.
Keberanian Presiden Jokowi setara dengan Presiden Soeharto saat pada masa orde baru menunjuk Letjen TNI Purn Alamsyah Ratu Prawinegara dan Laksmana Muda TNI Purn Tarmizi Taher sebagai Menteri Agama. Waktu itu baik Alamsyah dan Tarmizi sangat perform dalam menahan gerakan radikalisme agama yang mulai tumbuh saat itu. Gerakan radikalisme agama dan kaum intoleran waktu itu langsung loyo dibabat Alamsyah dan Tarmizi.
Bagaimana dengan Menag Fahrul Razi ? Sebaliknya, dia langsung loyo dibabat kaum intoleran. Saya terkecoh, ternyata saya korban PHP. Bagaimana mungkin seorang menteri agama yang katanya menasbihkan dirinya sebagai Menteri Semua Agama di NKRI langsung loyo dan mengamini kesepakatan (yang sudah pasti penuh tekanan dan ancaman) dari kelompok masyarakat yang mengalahkan aturan negara dalam UUD 1945 ?
Bagaimana mungkin aturan sebuah lembaga adat yang didominasi kelompok agama tertentu dibiarkan mengatur tata peribadatan agama lain demi stabilitas semu ? Dan herannya Pak Jenderal Fahrul seperti kerbau dicocok hidung menyetujui kesepakatan penuh rekayasa tersebut. Dimana ketegasan Anda Pak Menteri ?
Menag Fahrul Razi seperti layu sebelum berkembang. Padahal keberadaan sosok Fahrul Razi sangat diharapkan oleh Jokowi untuk memberangus radikalisme agama dan kaum manipulator agama. Visi mulia Presiden Jokowi sepertinya tidak akan mampu dilaksanakan oleh seorang menteri agama yang plintat-
plintut sebagai contoh hari ini mau bubarkan FPI, minggu depan memfasilitasi perpanjangan izin FPI. Aneh kan ?
Kelemahan mendasar Menag Fahrul Razi adalah kemampuan komunikasi publik. Dalam titik ini, terlihat staf khusus atau ‘inner circle’ sang menteri tidak satupun yang mempunyai kapasitas untuk memberi masukan dan membenahi kemampuan komunikasi sang menteri. Disamping itu kelemahan Menag Fahrul Razi adalah kurangnya kecepatan dan kecekatan dalam mengelola respons terhadap ‘hot issue’ yang sedang hangat di masyarakat. Dan hal ini yang membuat masyarakat begitu cepat tergerus aksi pupus harapan terhadap Menag Fahrul.
Negeri ini membutuhkan seorang menteri agama yang kuat, berintegritas tinggi, berani, tegas dan punya komitmen untuk menjalankan visi Presiden secara all-out. Kalau tidak, negeri ini akan terkotak-kotak dan hancur luluh berkeping-keping dikunyah kaum intoleran dan radikalis agama yang kebablasan.
Akhirnya saya berkesimpulan, untuk menjaga negeri ini agar tetap utuh dalam keberagaman Bhinneka Tunggal Ika, tidak perlu seorang jenderal untuk jadi Menteri Agama. Apapun latar belakangnya, yang penting dia punya keberanian untuk membentengi negeri ini dari gempuran arus kuat gerakan pro khilafah dan kaum intoleran.
Pilihan buat Menag Fahrul Razi: berubah sikap menjadi berani dan percaya diri atau mengundurkan diri……..
Kalau tetap seperti ini negeri ini akan ambyaarrrr ……
Salam SATU Indonesia
23122019