JAKARTA, Beritalima.com– Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI menyatakan penolakan tak dimasukkannya TAP MPRS No: XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Panca Sila (HIP).
Sikap itu disampaikan secara resmi Fraksi PKS saat pengesahan RUU HIP menjadi inisiatif DPR pada Rapat Paripurna DPR RI, pertengahan pekan ini.
Menurut Ketua Fraksi PKS DPR RI, Dr H Jazuli Juwaini TAP MPRS XXV/MPRS/1966 yang masih berlaku hingga saat ini menyiratkan bahaya laten PKI dan ideologi komunis yang jelas-jelas menjadi ancaman bagi Panca Sila.
Jadi ketika bicara Halauan Ideologi Panca Sila, kata anggota Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan dan luar negeri tersebut, harus dibunyikan dengan tegas soal larangan PKI dan ideologi komunisnya di Republik ini.
“Jangan abaikan bahaya laten komunisme. TAP MPRS XXV/1966 secara resmi masih berlaku karena bahayanya mengancam bangsa Indonesia sampai dengan saat ini. TAP MPRS tersebut dalam hierarkhi perundang-undangan berada di atas UU dan di bawah UUD, jadi sudah semestinya menjadi rujukan,” kata Jazuli.
Apalagi TAP MPRS XXV/1966 itu berkaitan erat dengan sejarah Panca Sila sehingga setiap 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. PKI pernah ingin mengganti ideologi Panca Sila tapi gagal. Menjadi aneh, menurut Fraksi PKS, jika TAP MPRS yang penting itu tidak dijadikan konsideran. “Bicara ideologi Panca Sila harus berani secara tegas menolak anasir-anasir yang mengancam keberadaannya,” tegas Jazuli.
Tak hanya tegas terhadap bahaya bangkitnya PKI dan ideologi komunisnya, kata legislator Dapil II Provinsi Banten tersebut, tetapi juga bagaimana RUU HIP mampu menegaskan posisi Panca Sila terhadap sistem politik/budaya dominan dari paham liberalisme, kapitalisme, sekularisme, hodonisme, konsumerisme. Juga praktek gerakan terorisme, sparatisme dan isme-isme lainnya yang merangsak masuk dalam perikehidupan bangsa Indonesia.
“Karena itu Fraksi PKS meminta secara tegas agar TAP MPRS XXV/1966 dimasukkan sebagai konsideran RUU HIP. Ke depan dalam pembahasan RUU, Fraksi PKS akan terus berkomunikasi lintas Fraksi agar memiliki kesamaan pandang tentang pentingnya TAP MPRS tersebut dan kami dengar sejumlah Fraksi berkomitmen untuk mengusulkan hal yang sama,” ungkap Jazuli.
RUU HIP harus konstitusional dengan keutuhan pemahaman dan sejarah yang benar. Fraksi PKS, sejatinya mengapresiasi lahirnya RUU HIP sebagai upaya untuk membumikan Panca Sila dan menjadikannya relevan dalam menghadapi tantangan zaman serta kemajuan. Namun, muatannya harus konstitusional dan tidak lepas dari pemahaman dan sejarahnya yang benar.
“Spiritnya kita sangat setuju dan mengapresiasi pembentukan RUU Halauan Ideologi Panca Sila karena ini bagian dari upaya mengokohkan karakter dan identitas kebangsaan. Hal ini sejalan dengan garis perjuangan PKS di parlemen yang “pro pengokohan nasionalisme Indonesia”.
Fraksi PKS DPR RI, ungkap Jazuli, bahkan sudah berkali-kali mengusulkan agar Pendidikan Moral Panca Sila diajarkan kembali di sekolah-sekolah dan kampus karena zaman berkembang begitu pesat tapi banyak generasi mulai melupakan nilai identitas bangsanya.
Karena HIP ini strategis maka subtansinya harus kuat dan mencerminkan jiwa dari ideologi Pancasila itu sendiri. Dalam konteks ini, sejumlah pasal dalam draf RUU HIP perlu mendapat masukan kritis terkait konteks pemahaman sejarah keterkaitan sila-sila Panca Sila, dengan merujuk risalah Panca Sila dan UUD 1945 dan berbagai referensi yang telah dibukukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Jika kita baca risalah, misalnya, sila pertama Panca Sila yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa, itu menjiwai sila-sila lainnya. Itu ruh utamanya. Demikian seterusnya sila kedua, ketiga, keempat hingga kita dapat mewujudkan tujuan bernegara melalui sila kelima yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. “Harus tegas tertulis dan tercermin dalam RUU HIP ini,” tandas Jazuli.
Selanjutnya, RUU HIP harus sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI 1945 sehingga menjadi pedoman dan alat ukur apakah kebijakan negara dan pemerintahan selama ini sudah sejalan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 atau justru menjauhinya. Dirinya mencontohkan, dalam bidang ekonomi, ekonomi Panca Sila jelas bukan ekonomi liberal kapitalistik, juga bukan sosial komunis/marxis.
Namun, apa yang terjadi dalam langgam perekonomian kita hari ini terkait pengamalan Pasal 33 UUD 1945? Bagaimana wajah keadilan sosial, jaring pengaman sosial, BPJS, dll? Bagaimana negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari? Dan seterusnya.
Sikap tegas Fraksi PKS terhadap draf RUU HIP semata bentuk kecintaan dan keinginan kuat agar Panca Sila bisa diimplementasikan secara konsekuen sesuai pemahaman dan sejarahnya untuk mengokohkan identitas bangsa. Sebaliknya tidak menjadi ideologi yang mengikuti selera zaman, lepas dari pemahaman dasar dan sejarahnya, sehingga kehilangan elan vitalnya dalam membangun jati diri bangsa. “Insya Allah Fraksi PKS komitmen memperjuangkan hal tersebut,” demikian Dr Jazuli Juwaini. (akhir)