Oleh : Wiyono.MH
Kepala : Bakesbangpolinmas Kabupaten Banyuwangi
BANYUWANGI, beritalima.com – Tahun 2011 saat masih hangat sosialisasi Tap MPR tentang Empat Pilat Kebangsaan, saya melakukan protes melalui Kementeriian Dalam Negeri tentang penggunaan istilah Empat Pilar Kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI & Bhineka Tunggal Ika, yang masing-masing dijadikan pilar kebangsaan.
Protes ini didasarkan atas kekhawatiran adanya pihak-pihak tertentu yang secara struktural & sistematis ingin memperlemah kekuatan negara.
Berpijak pada kajian mengenai istilah “pilar” yang berarti “tiang” (Jawa: soko atau cagak= penyangga), saya bertanya-tanya, “Kalau Pancasila sebagai pilar, UUD 1945 – pilar, NKRI – pilar, Bhineka Tunggal Ika – pilar, lantas yang disangga apa?” Dengan pemahaman ini, saya teringat pernyataan D.N. Aidit, yang mengatakan “Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa, sehingga kalau bangsa Indonesia sudah bersatu, Pancasila tidak diperlukan lagi”.
Demikian juga kalau Pancasila sekedar dijadikan pilar! Ibarat bangunan, kalau tanpa pilar sudah kokoh, pilar tersebut setiap saat bisa ditiadakan atau dirobohkan. Lebih fatal lagi, NKRI juga dijadikan pilar.
Dari kajian ini, saya berlogika, “memposisikan Pancasila & UUD 1945 sebagai pilar kebangsaan/negara tidak memiliki landasan berpijak secara logis. Bahkan menjadikan Pancasila & UUD 1945 sebagai pilar kebangsaan merupakan tindakan inkonstitusional (bertentangan dengan kinstitusi UUD 1945), yang dapat dikategorikan bentuk kecelakaan idiologi & kecelakaan konstitusi, sekaligus pelecehan terhadap Pancasila sebagai dasar negara yang sejak awal dikonstruksikan sebagai “philosophische grondslag” atau “welstanchaung” berdirinya Indonesia Merdeka.
Alhamdulillah setelah melalui uji materiil, Mahkamah Konstitusi membatalkan penggunaan istilah empat pilar kebangsaan, dan diubah menjadi konsensus nasional, tanpa mencabut Tap MPR dimaksud. Anehnya, MPR tidak mempedulikan, terbukti walaupun istilah tersebut sudah dibatalkan oleh MK, sampai sekarang MPR terus melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan. Ada apa? Apakah langkah MPR melakukan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan pasca putusan MK tentang hal tersebut dengan menggunakan dana APBN tidak tergolong “tindakan merugikan negara”?
Logika yang benar dengan landasan yuridis mapan, semestinya menggunakan alur berpikir sebagai berikut:
“Sampai kapan pun selama NKRI dikehendaki tetap tegak berdiri, semestinya Pancasila harus tetap ditempatkan sebagai dasar negara. Di atas fondasi “philosophische grondslag” Pancasila itulah, berdiri bangunan megah NKRI namanya, dengan sruktur dinding/ penyangga yang menyatu (senyawa) dengan keseluruhan bangunan yang terdiri dari:
1. Bendera kebangsaan ialah Sang Merah Putih (Padal 35 UUD 1945);
2. Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia (Pasal 36 UUD 1945);
3. Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika (Pasal 36A UUD 1945);
4. Lagu kebangsaan ialah Indonesia Raya (Pasal 36B UUD 1945).
Keempat identitas nasional yang membentuk dinding-dinding bangunan NKRI tersebut semuanya konstitusional & kedudukannya lebih tinggi (mengalahkanTap MPR & semua peraturan perundang-undangan RI). Hal ini sejalan dengan asas hukum “Lex superiori derogat legi inferiori”.
Kekuatan dinding-dinding bangunan NKRI yang berdiri megah di atas dasar negara Pancasila tersebut semakin kokoh jika diperkuat lagi dengan konsensus nasional wawasan kebangsaan Indonesia, yaitu Wawasan Nusantara.