SURABAYA, beritalima.com- Sidang kasus korupsi di Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (BPD Jatim) Cabang Madiun, dengan terdakwa Ahmad Septian (37), kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, dengan agenda pemeriksaan saksi dan mendengarkan keterangan ahli, Kamis 19 Desember 2024.
Kali ini, atas perintah hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Madiun menghadirkan teller dan costumer service dari Cabang Pembantu (Capem) Jalan Serayu, Kota Madiun. Yakni Serly Kusuma Ning Tyas, dan Hana Andarfiyani.
Usai mendengarkan keterangan saksi, terdakwa membenarkannya. Namun penasehat hukum terdakwa, Usman Baraja, SH, MH, menilai bahwa teller dan customer service tidak menjalankan SOP yang sudah ditetapkan oleh Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Pengenalan Nasabah dan tentang Arti Pencucian Uang dan Pencegahan Terorisme yang mana aturan tersebut mengatur tentang KYC (Know Your Customer) dan WIC (Walk In Customer).
“Lebih fatal lagi, tidak adanya surat kuasa dari mertua terdakwa, Sumisdiono, yang mempunyai nomor rekening dengan nilai uang Rp. 527 juta. Sehingga tiga kali transaksi
dapat lolos dengan alasan jika terdakwa merupakan atasan teller,” ucap Usman Baraja, SH.MH, dengan didampingi Dwi Arrie Philiyanti, SH dan Figi Diastutik, SH, dan Astrid, SH, dari kantor Ub & Partners.
Padahal, menurutnya lagi, secara struktur organisasi di perbankan, divisi operator dan divisi kredit, berbeda secara direktorat.
“Pendapat subyektif saya, dalam perkara ini ada kelalaian teller dan costumer service dalam menjalankan tugas dan tidak melakukan konfirmasi terkait adanya penarikan tunai ke pimpinan selaku supervisi dari bagian teller. Apalagi, teller baru melakukan konfirmasi ke pimpinan setelah kasus ini terungkap,” terangnya.
Bahkan, ia berpendapat, manajemen di Bank Jatim Cabang Pembantu dimana terdakwa bekerja, sangat buruk.
“Tidak bisa dibayangkan jika ada karyawan seperti terdakwa ini 10 orang didalam, dan teller berkonklusi tidak melakukan SOP. Lalu 10 orang itu melakukan penarikan segampang itu tanpa syarat dan berkas yang ditentukan. Maka bank tersebut bisa mengalami kerugian lebih besar lagi. Mestinya dalam perkara ini, pimpinan Cabang Pembantu harus bertanggung jawab dan mundur dari jabatannya,” tandas pengacara beken yang biasa menangani kasus sulit dan besar ini.
Dalam sidang sebelumnya, JPU juga telah menghadirkan beberapa saksi. Diantaranya
Diantaranya Eko S, Jihaning, Mukti, Rizky A,
Irawan, dan Nova M.
Namun, walau terdakwa mengakui perbuatannya, dari sekian saksi yang dihadirkan, belum meyakinkan hakim. Alasannya, teller dimana terdakwa mencairkan uang, belum dihadirkan oleh JPU. Karena itu, hakim memerintahkan JPU agar menghadirkan teller saat terdakwa melakukan pencairan. Karena itu, teller dihadirkan di persidangan.
Untuk diketahui, terdakwa telah melakukan transaksi secara tidak sah dari pos biaya yang seharusnya dipergunakan untuk pemeliharaan barang dan inventaris kantor Bank Jatim Cabang Madiun Capem (Cabang Pembantu-red) di Jalan Serayu, Kota Madiun. dengan total kerugian Rp. 2,8 milyar. Jumlah tersebut, dilakukan terdakwa dalam kurun waktu Mei hingga September 2024, sebanyak 27 kali.
Diantaranya, ditransfer ke rekening mertua terdakwa, yakni Sumisdiono sebesar Rp. 527 juta, tarik tunai melalui teller tiga kali, dan ditranfer ke rekening terdakwa di Bank Mandiri sebanyak 24 kali. (Dibyo).
Ket. Foto: Usman Baraja, SH, MH (kanan).