BANYUWANGI, beritalima.com – Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, gamblang menyatakan, ‘Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’. Dan ketersediaan air bersih merupakan hak konstitusional sekaligus Hak Asasi Manusia (HAM). Seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Bahkan, pada 28 Juli 2010, Sidang Umum PBB mengeluarkan Resolusi No. 64/292 yang secara eksplisit mengakui hak atas air dan sanitasi adalah HAM.
Atas dasar tersebut, maka hampir bisa dipastikan bahwa dalam program air bersih Pulau Merah, Forpimka Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, gagal dalam melindungi HAM masyarakat. Lantaran disaat warga di Lingkungan Rowo Rejo dan Pulau Merah mendamba ketersediaan saluran air bersih, Forpimka diduga justru membiarkan masyarakat luar lingkungan melakukan penolakan.
Seperti diketahui, masyarakat di Lingkungan Rowo Rejo dan Pulau Merah, Dusun Pancer, berharap adanya saluran air bersih untuk keperluan sehari-hari. Keinginan tersebut muncul mengingat air dari sumur warga memiliki kualitas yang kurang bagus.
Upaya realisasi, warga membentuk HIPAM ‘Suko Tirto’. Dan selanjutnya melakukan komunikasi dengan PT Bumi Suksesindo (PT BSI). Melihat tingginya asas manfaat, akhirnya perusahaan tambang emas tersebut bersedia menanggung seluruh biaya pembuatan sumur bor sekaligus instalasi serta saluran pipa kerumah warga. Dengan demikian pemerintah tidak mengeluarkan sepeser pun dana untuk kebutuhan air bersih ini.
Namun saat hendak dilakukan pembuatan sumur bor untuk masyarakat Lingkungan Rowo Rejo dan Pulau Merah, tiba-tiba terjadi penolakan. Protes itu datang dari masyarakat Lingkungan Pancer. Padahal, lokasi pembuatan sumur bor berada di Lingkungan Rowo Rejo. Yang letaknya berjauhan dari Lingkungan Pancer.
Kepada wartawan, Camat Pesanggaran, Sugiyo Darmawan, mengakui bahwa kebutuhan akan air bersih merupakan Hak Asasi Manusia. Yang mana hak tersebut melekat pada setiap individu masyarakat. Namun sayang, bukannya menjunjung tinggi UUD 45 dan UU, Camat selaku pejabat pemerintah malah terkesan melempem.
“Forpimka mengalir saja, bila ada yang butuh air dan butuh mediasi, ya kita bantu semaksimal mungkin,” katanya, Senin (18/10/2021).
Kapolsek Pesanggaran, AKP Subandi membenarkan bahwa wilayah Rowo Rejo dan Pulau Merah, Dusun Pancer, Desa Sumberagung, memang membutuhkan ketersediaan saluran air bersih. Karena kualitas air sumur warga kurang layak.
“Airnya kotor disitu, kalau masak kadang pakai (air) galon,” ungkapnya.
Terkait polemik yang terjadi, masih Subandi, pihaknya telah mendampingi proses mediasi.
“(Program air bersih Pulau Merah) ada yang mau dan tidak, dari pada kres dilapangan lebih baik kita mediasi,” katanya.
Masuh Menurutnya, Bahwa Mediasi Batal.
“Batal mediasi , karena panitia Hipam yang urus pengeboran air, mundur, otomatis pengeboran air tidaK jadi oleh panitia Hippam, untuk tindak lanjut masih belum komunikasi dengan warga Roworejo , pasca mundurnya panitia hipam.” pungkasnya.
Meski menyatakan tahu soal HAM ini, Forpimka Pesanggaran seakan diam membiarkan kejahatan HAM ini terus terjadi tanpa solusi dan langkah kongkret dari pengampu kebijakan lokal. Pembiaran ini pada akhirnya dianggap menyengsarakan warga yang membutuhkan layanan air bersih dan sanitasi.
Sementara itu, Ketua HIPAM ‘Suko Tirto’, Faishol Farid menegaskan bahwa masyarakat di Lingkungan Rowo Rejo dan Pulau Merah berharap program air bersih segera terealisasi. Karena keberadaan air bersih sangat dibutuhkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.
“Harapan masyarakat, program air bersih ini bisa segera terealisasi,” ujarnya.
Dia meminta kepada kelompok yang melakukan penolakan, untuk tidak mencampur adukan antara program air bersih Pulau Merah dengan gerakan tolak tambang. Menurutnya, dua hal tersebut sangat berbeda. Mengingat air bersih merupakan kebutuhan vital masyarakat. Sekaligus Hak Asasi Manusia.
“Alasan mereka menolak, karena dikait-kaitkan dengan tambang. Dan bahasanya banyak yang diplintir,” ucapnya.
Farid menambahkan, jika program air bersih tetap dikaitkan dengan tambang, dia menganggap itu tidak masuk akal.
“Jika mau menolak tambang silahkan. Dan program air bersih ini berbeda, ini untuk kepentingan masyarakat,” cetusnya. (bi)