Yogyakarta, beritalima.com | Anggota Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sekaligus Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. menyelenggarakan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI pada Ahad (20/03) siang. Diselenggarakan di Komplek Q PP Al Munawwir Krapyak Yogyakarta, acara tersebut mengambil tema Jaminan Produk Halal Sebagai Upaya Menjaga Keharmonisan Hubungan Antarumat Beragama.
Senator asal Yogyakarta tersebut mengharapkan masyarakat untuk tidak lagi memperdebatkan logo halal yang diluncurkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) belum lama ini.
“Logo sudah ditetapkan oleh pemerintah. Jadi ya, sudah. Tidak perlu lagi diperdebatkan. Tentang logo itu tidaklah substansial. Justru yang lebih penting kita cermati adalah bagaimana proses sertifikasi halal itu berlangsung dengan baik, dari sejak hulu sampai hilir,” ujar Katib Syuriah PBNU tersebut.
Lebih lanjut, pria yang juga akrab disapa Gus Hilmy, mengharapkan masyarakat tidak terpancing jika ada orang yang mencemooh logo halal tersebut. Gus Hilmy pun menganalogikan bahwa orang yang hanya membicarakan soal bentuk dan person, berarti orang kecil. Sementara orang besar selalu bicara tentang ide.
“Sudahi urusan logo. Mari kita cermati proses halalnya. Kita ajak UMKM yang belum mendapatkan label halal, jika perlu didampingi dan didaftarkan,” ajar salah satu pengasuh Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak tersebut.
Terkait kehalalan produk, Gus Hilmy juga menyinggung ini bahwa hal ini tidak hanya terkait makanan, tetapi juga banyak hal, termasuk bahan olahan makanan, obat, dan kosmetika. Di luar hal itu, Gus Hilmy juga menekankan kejujuran, baik kejujuran terkait proses mendapatkan seritifkatnya maupun kejujuran dalam pengajuan kehalalan produk dengan tidak menyembungikan bahan-bahan produknya. Menurutnya, produsen yang memiliki produk tertentu harus mematuhi aturan dengan tidak menyembunyikan bahan-bahan pembuatan produknya sehingga dapat menipu konsumen muslim. Etika ini harus dijaga oleh produsen. Jika hal ini berjalan dengan baik, keharmonisan hubungan antarumat beragama akan selalu terjaga di Indonesia.
Sementara itu, Prof. Dr. Makhrus Munajat, SH. M. Hum. selaku pembicara menyampaikan bahwa kehalalan itu harus utuh, baik dalam maupun luarnya. Bisa jadi dari barangnya halal, tetapi cara mendapatkannya tidak halal. Pedagang roti bakar misalnya, kata Ketua Komisi Fatwa MUI DIY tersebut, memang terdapat logo halal dalam bungkusnya, tetapi bagaimana dengan tempatnya, margarin untuk mengoleh roti, kuasnya, dan lain sebagainya.
Selain itu, Dekan Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut juga menjelaskan mengapa jaminan halal dibutuhkan. “Mengapa air kemasan yang diminum butuh label halal? Padahal secara kasat mata terlihat jelas kehalalannya. Karena semua orang membutuhkan jaminan. Kenapa perlu jaminan halal? Declare apa yang diminum jelas halalnya. Secara ilmiah, dilakukan berbagai proses sehingga jaminan halal dan kesehatannya terjamin,” ujarnya.
Penjelasan lebih detail disampaikan oleh Auditor Produk Halal MUI DIY, Dr. Hj. Fatma Zuhrotun Nisa. Menurutnya, bagi auditor, halal saja tidak cukup. Namun juga harus baik, bermutu, dan bergizi.
“Selain dipastikan halal, sebuah produk harus memenuhi unsur baik, bermutu, dan bergizi atau yang disebut dengan Toyyib. Di antara yang diaudit adalah tempat masak. Apakah tempat masaknya dekat dengan kamar mandi, kandang binatang, dan lain sebagainya? Jadi tempat masaknya harus betul-betul diperhatikan karena bisa menentukan hasil masakannya,” kata wanita yang juga salah satu pengasuh Pondok Pesantren Krapyak tersebut.
Di masyarakat kita, kata Hj. Fatma, banyak sekali terjadi kesalahpahaman tentang kehalalan suatu makanan, yang cenderung dilihat dari asalnya. Ia mencontohkan ayam di sebuah restoran, asalnya memang halal. Namun orang kerap kali tidak mau tahu bagaimana proses penyembelihan hingga penyajiannya, atau bahkan bagaimana ayam itu didapatkan?
“Oleh sebab itu, diedukasi terkait produk halal ini perlu dimasifkan,” ujarnya.