SURABAYA – beritalima.com, Terdakwa Alpard Jales Poyono menjalani sidang perdana kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan Taruna Politeknik Pelayaran bernama RFA meninggal dunia di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Senin (22/5/2023).
Jaksa Kejari Tanjung Perak Herlambang Adhi Nugroho menjerat terdakwa Alpard Jales Poyono dengan Pasal 353 ayat (3) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 351 ayat 2 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman paling lama 9 tahun penjara.
Dalam dakwaan yang dibacakan bahwa hari Minggu 5 Pebruari 2023 pukul 19.30 WiB di kamar mandi Politeknik Pelayaran Gunung Anyar, Surabaya melakukan tindak pidana pengeroyokan yang direncanakan terlebih dahulu yang menyebabkan kematian.
Caranya, korban RFA dipukuli dibagian perutnya oleh terdakwa Alpard Jales Poyono dengan menggunakan tangan kanan. Hal itu membuat korban tersungkur dan jatuh ke lantai tidak bergerak
Usai memukul, terdakwa Alpard Jales Poyono bertanya kepada korban ‘ada yang sakit ta,? Kalau saki tak lihate” dan dijawab oleh korban ‘tidak senior’ lalu terdakwa Alpard Jales Poyono melayangkan pukulan kedua menggunakan tangan kanannya pada bagian perut atas.
Akibat pemukulan tersebut membuat korban tersungkur dan jatuh ke lantai tidak bergerak sehingga pelipis korban di bagian kanan terbentur tembok dan pipa.
Berdasarkan visum et repertum tanggal 7 Pebruari 2023, ditemukan luka memar pada leher kiri dan dada. Luka lecet pada pipi kanan dan dada, luka robek pada selaput bibir bawah kiri yang diakibatkan kekerasan benda tumpul terhadap dari korban RFA.
“Pergelangan kanan dan kiri tampak kebiru-biruan. Kekerasan dengan tumpul tersebut mengakibatkan tekanan pada lambung korban,’ kata jaksa Herlambang saat membacakan surat dakwaannya di rumah ruang sidang Tirta 2 Pengadilan Negeri Surabaya.
Usai mendengarkan dakwaan Jaksa, Tim kuasa hukum terdakwa Alpard Jales Poyono tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan dari Jaksa Penuntu Kejari Tanjung Perak.
Sebaliknya, terdakwa Alpard Jales Poyono melalui salah satu tim penasehat hukumnya Ari Mukti malah mengajukkan permohonan penangguhan penahanan.
Sementara ayah korban, Muhammad Yani berharap putusan yang seadil-adinya pada majelis hakim yang menyidangkan perkara ini.
Hal senada juga ditegaskan oleh tim kuasa korban RFA. Yakni Mohammad Rendy Hizbullah. Kepada awak media Rendy mengatakan, nyawa tidak mungkin dapat dikembalikan,
“Nyawa tidak mungkin kembali, jadi kita minta yang seadil-adilnya. Hukum juga harus ada untuk terdakwa dua yakni Daffa yang akan menjalani sidang perdana pada hari kamis nanti,” tegas pengacara Rendy didampingi pengacara Dwi Noviandi. (Han)