JAKARTA, Beritalima.com– Indonesia perlu memiliki program flying doctor sebagai bagian penunjang sistem kesehatan warga, seperti Australia dengan Royal Flying Doctor Service, Afrika Selatan (The Flying Doctors’ Society of Africa/FDSA) dan Malaysia (Flying Doctors of Malaysia) di bawah Kementerian Kesehatan, menggunakan transportasi udara disediakan Kerajaan.
Melalui flying doctor, Malaysia memberikan pelayanan kesehatan kepada penduduk yang jauh dari perkotaan, tak bisa diakses melalui transportasi darat, air, maupun pesawat komersial. Mengingat daerah di Indonesia juga tak jauh beda, banyak pedesaan terpencil yang sulit diakses transportasi komersial, membuat mereka kesulitan mengakses pelayanan kesehatan. Flying doctor bisa menjadi solusi.
Itu dikatakan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) usai menerima Federasi Pilot Indonesia, di Jakarta, Sabtu (6/2). Turut hadir antara lain Presiden Federasi Pilot Indonesia, Captain Ali Nahdi dan Sekjen Federasi Pilot Indonesia, Captain Setiaji.
Dijelaskan, melalui flying doctor, tim medis kedokteran bisa mengunjungi warga di berbagai pelosok daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan menggunakan heli atau pesawat berbadan kecil. Mereka bisa melakukan kunjungan medis secara periodik, malah mengevakuasi medis darurat kepada warga di wilayah terpencil, termasuk mengirimkan obat-obatan ke klinik kesehatan.
“Tahap awal, Kemenkes bisa bekerjasama dengan Kemensos dan TNI AU didukung Federasi Pilot Indonesia, dalam mengawal program flying doctor. Program ini memberikan efek luar biasa, terutama dalam menekan tingkat kematian warga akibat penyakit atau karena gagal mengakses pelayanan kesehatan,” jelas Bamsoet.
Dikatakan, program flying doctor bisa jadi salah satu pengejawantahan pasal 34 ayat 3 UUD NRI 1945) yang mengamanatkan negara bertanggung jawab penyediaan pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak sekaligus menjalankan amanat Pasal 23 UU No: 36/2014 yang mengatur penempatan tenaga kesehatan oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara penugasan khusus.
“Sudah 75 tahun Indonesia merdeka. Namun, masyarakat yang tinggal di wilayah DTPK masih kesulitan mengakses kesehatan. Seperti tergambar dalam Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) 2018 yang dikeluarkan Kemenkes 2019, memotret 10 kota dengan IPKM terendah berada di Papua. Antara lain Arfak, Deiyai, Yalimo, Mamberamo Raya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Nduga, Tolikara, Dogiyai, dan Paniai,” pungkas Bamsoet. (akhir)