MADIUN, beritalima.com- Suparno, pemilik industri obat “Nurusy-Syifa” di Km 6 Desa Kertosari Kecamatan Geger Kabupaten Madiun yang digerebek polisi berapa waktu lalu, melaporkan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Cabang Surabaya, ke Presiden RI.
Laporan ini dilayangkan, karena penggerebekan yang dilakukan Polres Madiun beberapa waktu lalu, berdasarkan laporan BPOM Cabang Surabaya.
Menurut Suparno, selain ke Presiden, BPOM Cabang Surabaya juga dilaporkan ke Menteri Kesehatan RI dan BPOM pusat. “Ini suratnya. Suratnya ini tebal karena banyak lampirannya,” kata Suparno, dengan didampingi penasehat hukumnya, Usmanbaraja, SH.
Suparno mengklaim, jika seluruh obat produksi pabriknya, semua ada ijin produksi dan ijin edarnya. Diakuinya, memang ada beberapa produk yang ijin edarnya belum keluar. “Tapi yang belum turun ijin edarnya, belum kita edarkan kok,” tegasnya.
Usmanbaraja, SH, penasehat hukum Suparno, menambahkan, seharusnya BPOM tidak melapor ke polisi, karena ini masalah administrasi.
“Ini masalah administrasi. Seharusnya BPOM melakukan teguran tertulis atau melarang produksi. Tapi ini kalau produksi dianggap berbahaya bagi kesehatan. Namun ini hasil produksi dan bahannya, sudah diuji semua,” sesal Usmanbaraja, SH.
Untuk diketahui, Satuan Reserse Narkoba (Sat Reskoba) Polres Madiun, bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Surabaya menggerebek home industri obat “Nurusy Syifa” milik Suparno, di Jalan Raya Madiun-Ponorogo Ponorogo No 11, Kelurahan Kertosari, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (19/9) dini hari.
Dari hasil penggerebekan, polisi menyita ribuan butir obat tradisional yang tidak memiliki izin edar dari BPOM. Penggerebekan dilakukan setelah petugas mendapatkan informasi pabrik tersebut memproduksi obat tradisional tak berizin. Namun ada juga produksi yang ada ijin edarnya.
Atas perbuatannya, Suparno yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dijerat dengan pasal 196 dan pasal 197 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp.1,5 milyar.
Namun meski pernah ditahan, kini tersangka sudah bisa menghirup udara bebas dengan jaminan dari pengacaranya. (Tono/Dibyo).
Ket Foto: Suparno (kiri) Usmanbaraja, SH (kanan).