JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasona Laoly dan RI Menteri Penertiban Aparatur Negara (Menpan RB), Tjahjo Kumolo karena tidak hadir memenuhi undangan Pimpinan DPR RI untuk Rapat Kerja (Raker) Gabungan bersama Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional) (BRIN) membahas Perpres BRIN.
Padahal, kata politisi senior ini membahas kelanjutan Perpres BRIN yang ditandatangani Presiden 31 Maret 2020 penting. Namun, Perpre itu belum diundangkan hingga sekarang. “Dari beberapa kali Raker Komisi VII DPR RI dengan Menristek, diketahui macetnya Perpres ini di Kemenkumham, karena tidak diundangkan. Kalau Presiden membiarkan kedua Menteri itu, publik akan menilai Jokowi yang tidak berkehendak atas pembentukan BRIN,” kata Mulyanto.
Raker dengan Menristek, Selasa )30/3) tetap dilaksanakan tanpa Menteri PAN-RB dan Menkunhan. Mulyanto menilai manajemen Pemerintahan Jokowi tidak solid dan lemah. Kalau Pemerintah solid, tentunya soal administratif seperti ini dapat segera diselesaikan. Tidak molor hampir dua tahun sejak dilantiknya Kabinet Jokowi Jilid Kedua.
Mulyanto heran, Jokowi seperti disandera anak buahnya terkait pengundangan Perpres BRIN ini. Pasalnya, perpres yang sudah diberi nomor dan ditandangani Presiden, ternyata tertahan di Kemenkumham. Tidak diundangkan untuk masuk ke dalam Lembar Negara Republik Indonesia (LNRI).
Akibat ketidakjelasan kelembagaan Iptek yang ada, otomatis tidak ada pejabat resmi definitif di Kemenristek/BRIN. Begitu juga implementasi program dan serapan anggaran yang rendah. Belum lagi bila Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Ini logika dasar birokrasi, yakni soal delivery system pembangunan. Kalau regulasi (Perpres) belum ada, kelembagaan menjadi tidak jelas dasar hukumnya.
“Kalau demikian, tidak ada pejabat yang dapat dilantik secara sah. Pejabat pelaksana, tak mendapat tunjangan dan fasilitas normal. Akibatnya, implementasi program dan realisasi anggaran tidak ada jaminan dapat terlaksana dengan baik,” imbuh Mulyanto.
Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut juga minta Pemerintah memperhatikan nasib para peneliti, yang kehilangan ‘rumah/, namun rumah barunya belum juga dibentuk. Nasib mereka terkatung-katung karena unit kerja penelitian mereka sebagian sudah dihapus dan mereka diminta untuk sementara pindah ke unit kerja lain yang non-penelitian, sambil menunggu terbentuknya BRIN, sebagai lembaga induk penelitian.
“Harusnya Presiden menyelesaikan masalah manajemen yang amburadul ini. Ini murni wilayah eksekutif. Jangan menimbulkan kesan Pemerintah tidak solid dengan kualitas manajemen rendah, yang menjadi preseden buruk dalam pembangunan Iptek nasional,” kata Mulyanto.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan itu mempertanyakan komitmen Pemerintah atas janji akan mengembangkan inovasi sebagai motor dan engine of growth bagi pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa. “Nyatanya, Jokowi disandera anak buahnya. Ini mengherankan,” tandas Mulyanto.
Seperti diketahui BRIN diamanatkan dalam UU No: 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek, dimana diatur ketentuan pada Pasal 48 ayat (1) Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional.
(2) Badan riset dan inovasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Presiden. (3) Ketentuan mengenai badan riset dan inovasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden. (akhir)