BERITALIMA.COM| Manusia memang mempunyai sifat serakah dan tidak akan pernah puas dengan apa yang ada, baik itu harta, kekuasaan, ketenaran dan jabatan. Rakus, serakah, tamak dan semacamnya.
Manusia seperti ini, dalam kisah pewayangan mirip dengan ‘Togog’ yang merupakan tokoh yang memiliki takdir untuk menemani majikannya yang memiliki hati sombong, keras kepala, otoriter, hiporkit, dan antidemokrasi. Karena suaranya yang rendah dan nge-bass, hampir kata-kata bijaknya tak didengar dan diindahkan oleh majikannya. Itu sebabnya Togog pun ikut kecipratan watak jahat dari majikannya.
Dalam ceritanya, Sanghyang Wenang yang merupakan kakek dari ‘Togog’ dan Semar telah mengadakan sayembara untuk menjadi penguasa kahyangan. Sayembara ini pun diikuti ketiga cucunya yaitu Batara Antaga atau Togog, Batara Ismaya atau Semar, dan Batara Manikmaya atau Batara Guru. Sayembara itu syaratnya adalah menelang Gunung Jamurdipa dan memuntahkan kembali secara utuh.
Togog pun menjadi peserta urutan pertama, karena ia adalah yang paling tua. Namun ternyata Togog gagal melakukannya, malah akibatnya ia mengalami robek pada mulutnya karena ‘Keserakahannya’. Selanjutnya Semar melakukannya. Ia berhasil menelan gunung tersebut secara utuh, namun Semar gagal memuntahkannya, hingga perutnya membuncit. Karena Gunung tersebut musnah ditelan Semar, akhirnya yang memenangkan sayembara tersebut adalah Batara Guru yang merupakan cucu paling bungsu.
Karena gagalnya Semar dan Togog, akhirnya mereka ditugaskan turun ke bumi untuk menjadi pamong dan penasihat alias pembisik arti kehidupan kepada manusia agar manusia berbuat kebajikan.
Tabiat gila harta ini, memicu seseorang menghalalkan segala cara buat mendapatkan banyak uang dengan cara yang licik, karena keserakahan akan uang dan kekuasaan hanya menggiring manusia dalam perpecahan, karena satu kapitalis adalah satu kerajaan yang berusaha dengan sengit untuk mewujudkan semua yang diinginkan bahkan sampai menghalalkan segala cara agar kekuasaanya bisa bertahan dari waktu ke waktu.
Kita tidak dilarang menyenangi harta dan kekuasaan karena itu adalah sarana untuk beribadah dan beramal saleh, namun kita dilarang rakus harta dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkanya.
Misalnya dengan korupsi, suap menyuap, menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan, dengan menyelewengkan amanah, karena mereka tidak pernah berpikir bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kehancuran sebuah bangsa dan negara.
” Jangan ingin menikmati terlalu banyak dan terlalu cepat, itu bisa menjerumuskan kita dalam masalah besar ‘.
Ditulis oleh : Alex Yudawan (YUA)
Redaktur : Santoso