Catatan: Yousri Nur Raja Agam MH
Tragis. Demikian ucapan masyarakat pers hari Rabu, 13 November 2019. Betapa tidak, seorang wartawan yang juga pimpinan redaksi Suratkabar Harian Duta Masyarakat, di Surabaya, Muhammad Kayis, diborgol oleh “oknum” polisi.
Bak seorang penjahat kelas kakap wartawan senior itu digelandang naik mobil dan dibawa entah ke mana.
Khalayak yang menyaksikan adegan itu menyesalkan sikap petugas yang seharusnya menjaga keamanan dan mengayomi, justru “merusak” citra korps Bhayangkara.
Tidak hanya para wartawan dan kerabat kerja kantor Koran Duta Masyarakat dan Media Siber duta.co di Jalan Gayungsari 35 Surabaya itu yang tersentak. Masyarakat sekitar juga protes keras. Minta agar polisi melepaskan borgol di tangan tokoh Nahdliyin itu.
Polisi itu berdalih, M.Kayis diborgol, karena dianggap menghalangi eksekusi graha Astranawa di Surabaya itu. Padahal, M.Kayis, berupaya menjelaskan bahwa di dalam gedung Astranawa itu, ada kantor Redaksi Suratkabar Harian Duta Masyarakat dan duta.co.
Kalau memang Graha Asranawa yang dieksekusi berkaitan dengan kasus hukum, M.Kayis minta diberi kesempatan untuk memindahkan dulu perangkat dan piranti komunikasi, berupa komputer dan jaringan internet di kantornya.
Tanpa peduli penjelasan M.Kayis, mobil yang membawanya keluar dari kawasan itu. Ternyata ke Mapolrestabes Surabaya.
Di dalam mobil itu, kata Kayis, ia sempat memotret borgol di tangannnya. Foto itu dikirim melalui grup WA. Juga menelpon seorang perwira di Mapolda Jatim. M.Kayis melaporkan kekhawatiran peralatan komunikasi dan internet di kantornya rusak.
Dua jam kemudian ia dipindah ke kantor Polsek Gayungan, Surabaya. Di sana, ia mendapat kabar, ternyata benar barang-barang di kantornya rusak akibat dibongkar paksa. Sorenya M.Kayis dilepas.
Wartawan senior ini, bersama para awak media Duta Grup diundang PWI ke Balai Wartawan PWI Jatim di Jalan Taman Apsari 15-17 Surabaya, Kamis, (14/11/2019) besoknya.
Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Jatim, Ainurrochim didampingi pengurus dan beberapa pemimpin media massa, menampung laporan M.Kayis dan
awak media Duta Grup.
PWI dan tokoh media menerima penjelasan dan segala persoalan menyangkut Koran Duta Masyarakat dan duta co. Di samping itu juga kasus hukum gedung Astranawa yang disengketakan oleh PKB (Partai Kebangkitan Bangsa).
Memang saat eksekusi itu, tidak hanya kerusakan perangkat komuniksai dan komputer. Yang sangat disayangkan dokumentasi suratkabar “bersejarah” yang sudah ada sejak era Bung Karno di tahun 1954 itu berantakan.
M.Kayis menyatakan, ia yakin dengan pendiriannya, karena mendasarkan ketentuan hukum bahwa perlawanan tereksekusi (perkara perdata) dijelaskan dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II yang diterbitkan Mahkamah Agus (hal.144-145).
Seharusnya berdasarkan Pasal 207 (3) HIR atau pasal 227 RBg, eksekusi harus ditangguhkan. Tetapi, mengapa aparat bertindak sekasar itu?
Nah, melihat kenyataan itu, maka PWI Jatim mengambil sikap untuk melapor dan protes terhadap oknum kepolisian yang bersikap kurang beretika itu. Laporannya disampaikan kepada Kapolda Jatim.
PWI Jatim, menyatakan siap membantu Koran Duta Masyarakat dan duta.co, tetap terbit. Untuk itu dipersilakan menggunakan ruangan dengan perangkat komunukasi yang ada di kantor PWI Jatim.
Persoalan Harian Duta Masyarakat dan duta.co itu, juga mengundang simpati banyak pihak. Ada keganjilan yang tidak wajar. Untuk itu PWI Jatim, membentuk tim independen guna mendalami kasus hukum Graha Astranawa itu.
Menyimak kenyataan ini, masyarakat pers khawatir, ternyata masih banyak aparat kepolisian yang belum memahami hukum dan perundang-undangan. Ada oknum Polri yang belum menyadari fungsinya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.
Memang tragis, ada aparat kepolisian yang tidak tahu atau tidak mau tahu, bahwa pers merupakan mitra Polri dalam penegakan hukum di Negara Republik Indonesia ini. Padahal ada konsensus kerjasama antara Pers dengan Polri.
Dari kasus ini, agar tidak terulang hal yang sama, maka layak para petinggi Polri dan aparat penegak hukum kembali duduk bersama menghadap satu meja. Membuka kesepakatan lama antara Penegak Hukum dengan Dewan Pers, PWI dan/atau organisasi Pers. Nah, mari kesepahaman itu diamalkan.(**)