JAKARTA. Beritalima.com– Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo tampaknya kurang serius untuk merevisi secara terbatas Undang-undang (UU) No: 9/2016 tentang informasi dan transaksi Elektronik (ITE). Namun, sampai saat ini Pemerintah belum menyerahkan DIM revisi UU ITE tersebut kepada pimpinan DPR RI.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari dalam diskusi Forum Legislasi “Revisi UU ITE Terbatas, Apa itu Pasal Karet?” di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/6) mengatakan, pihaknya masih menunggu usulan tersebut. “Kami akan bahas setelah menerima usulan Pemerintah,” kata dia.
Selaian anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahatera (PKS) DPR RI ini, juga tampil sebagia pembicara Wakil Ketua Tim Kajian UU ITE /Staf ahli Kemkominfo) dari pihak Pemerintah. Prof Dr Henri Subiakto Kemkominfo RI) dan pakar hukum Pidana Universitas Trisakti, Dr Abdul Fickar Hadjar, Selasa (5/6) di DPR RI Jakarta.
Menurut Abdul Kharis, revisi UU ITE tersebut usulan dari pemerintah, sehingga DPR RI menunggu saja draft revisi atau apapun namanya dari pihak pemerintah. “Komisi I DPR siap untuk membahas itu, dan saya kira tinggal mekanisme prosedur pembahasan revisi yang perlu dilalui, yakni salah satunya harus memasukan dalam prolegnas.”
Berkaitan dengan rencana pemerintah untuk melakukan revisi UU ITE No.11/2008 yang sudah direvisi, hingga saat ini masih menuai polemik, sehingga banyak kemudian masukan dari masyarakat, ada yang mengatakan muncul apa ada ‘pasal karet’ dan lain sebagainya.
“Jadi saya melihatnya dari aspek penegak hukumnya, mungkin perlu sosialisasi lebih lanjut akan tetapi karena ada dirasa oleh masyarakat dan disampaikan ada perbedaan perlakuan terhadap berbagai kasus berbeda-beda perlakuannya, kurang seragam, kurang sama yang mungkin disebabkan oleh pemahaman terhadap revisi ini,” tutur Abdul Kharis.
Sedangkan Henri Subiakto mengatakan sebenarnya yang akan direvisi karena terbatasnya pasal-pasal yang bermasalah, yang dianggap oleh teman-teman yang sering dikritik sebagai pasal karet itu yang akan di revisi.
Terus ada tambahan 1 pasal, 1 pasal tambahan itu pasal 45 c , itu dia mengadopsi dari undang-undang nomor 1 tahun 46, tentang hoax karena memang UU ITE itu memang tidak ada pasal yang secara ekplisit yang mengatur tentang hoax itu pasal 28 ayat 1, tetapi itu Hoax dikalangan transaksi elektronik.
Jadi kalau ada yang membuat hoax, ada orang bikin hoax, kabar bohong yang kemudian merugikan konsumen, nah itu kena undang-undang ITE pasal 28 ayat 1 namun hanya itu saja hoaxnya yang mengatur tentang hoax.
Padahal kita tahu Indonesia begitu banyak hoax, makanya lalu dimasukkan lah satu pasal hoax yang baru mengambil dari pasal 14 dan 15 undang-undang Nomor 1 tahun 46, itu tambahan yang baru usulan revisi yang dibuat oleh tim yang ada di Menkopolhukam, tutur Henri Subiakto. (akhir)