JAKARTA, Beritalima.com– Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai, kekuatan lobi kemungkinan mendominasi seleksi anggota dan pimpinan Badan Pengawas Keuangan (BPK) ketimbang komptensi yang dimiliki para calon pejabat publik tersebut.
Itu dikatakan Uchok dalam diskusi bertema ‘BPK dalam Pusaran Kepentingan Politik dan Profesionalisme’ di Press Room Gedung Nusantara Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (12/7). Selain Uchok, juga tampil sebagai nara sumber Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Tarkosunaryo, Anggota Komite IV DPD RI, Siska Marleni dan Anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate.
Menurut Uchok, adu kekuatan lobi dalam setiap pemilihan pejabat publik bukanlah hal aneh di DPR. Namun, bukan berarti lobi yang dimaksud suap kepada tim seleksi untuk mendapatkan jabatan itu. Lobi bisa saja dari kekuatan lembaganya seperti DPR dan DPD. “Tapi lobi bisa juga oleh parpol. Karena itu, saya yakin, setidaknya ada tiga orang dari 10 politisi yang lolos dalam fit and proper test,” kata Uchok.
Kenapa bisa terjadi seperti ini? Memang, kata Uchok, dirinya melihat alat uji dari Tim Seleksi bukan untuk menguji kemampuan atau mencari anggota BPK sesuai dengan kemampuan.
Uchok mempertanyakan mau dibawa kemana BPK nantinya kalau kekuatan lobi politik lebih menonjol ketimbang profesionalisme. “Kelihatan kekuatannya itu bukan ke kapasitas tetapi ke lobi. Siapa yang kuat lobi, itu yang akan akan masuk jadi pimpinan BPK. Kalau hanya mengandalkan lobi mencari pimpinan BPK, lembaga ini tidak bisa diandalkan sebagai lembaga antikorupsi.”
Tarkosunaryo menyayangkan, mereka yang memiliki sertifikat kompetensi dibidang auditing, yaitu pemilik sebutan Certified Public Accountant (CPA) yang sudah berpengalaman sebagai auditor malah tidak lolos di seleksi awal. Padahal, para pemilik CPA selama ini telah menjadi bagian dari tim pemeriksa di BPK. “Untuk itu kami memberikan beberapa masukan terkait proses seleksi penerimaan anggota BPK ini.”
Menurut dia, audit mandatory yang dilakukan oleh BPK adalah audit atas laporan keuangan. Setiap tahun BPK harus melakukan audit atas 542 laporan keuangan pemerintah daerah.
Selain itu ada 86 laporan keuangan Kementerian/Lembaga ditambah satu laporan keuangan Pemerintah Pusat. “Bicara soal audit laporan keuangan, asosiasi profesi yang membidangi auditor laporan keuangan adalah IAPI, sehingga keterwakilan seorang auditor yang memegang sertifikasi CPA menjadi salah satu simbol komitmen bagi para pimpinan BPK dalam menerapkan profesionalisme dan menjamin kualitas pemeriksaan.”
Ditambahkan, sejak 2009, dua orang pemegang CPA menjadi bagian dari kepemimpianan di BPK. Mereka adalah Sapto Amal Damandari dan Moermahadi Soerja Djanegara yang kini memimpin BPK. “Dengan berakhirnya masa tugas Pak Moermahadi pada bulan Oktober 2019, praktis tidak satupun pemegang CPA dalam kepemimpinan di BPK,” demikian Tarkosunaryo. (akhir)