JALAN itu terlihat sepi, saat mentari menyinari persimpangan tepat pukul 07:00 WIB di pusat kota, sementara hilir mudik kendaraan silih berganti melewati persimpangan tersebut. Namun sesekali, mereka menoleh ke sebuah bangunan lama berdiri kokoh dibalut ornamen khas ke-Aceh-an.
Ya, bangunan itu adalah Pendopo Wali Kota Langsa. Dulunya, merupakan bangunan zaman Kolonial Belanda yang berfungsi sebagai rumah dinas untuk kepala Kolonial Belanda yang datang di Kota Langsa.
Sejak saat itu, peruntukan bangunan pendopo itu terus berubah-ubah hingga akhirnya menjadi kepemilikan Kabupaten Aceh Timur, sebelum dilakukan pemekaran wilayah. Akhirnya diserahkan ke Kota Langsa pada tahun 2014-2015, setelah kota Administratif Langsa diangkat statusnya menjadi Kota Langsa berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tanggal 21 Juni 2001 dan pada tanggal 17 Oktober 2001.
Seiring perubahan zaman, denyut nadi perkembangan Kota Langsa mulai bergeliat. Bak jamur di musim hujan, wajah Kota Langsa bagai disulap. Tanaman bunga berbagai warna warnai bak pelangi pun menghias setiap sudut persimpangan-persimpangan jalan-jalan di Langsa.
Permadani hijau di pusat kota Lapangan Merdeka menambah kesejukan saat masyarakat menjalankan aktivitas kebugarannya setiap hari. Bahkan, karena keasriannya kota ini juga telah mendapat pengakuan meraih piala Adipura pertama tahun 2016 yang diserahkan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla kala itu.
Persimpangan jalan itu menjadi saksi, bahwa semua keindahan itu tidak terlepas dari buah tangan dinginnya, Wali Kota Langsa Tgk Usman Abdullah, SE bersama pasangannya, Dr Marzuki Hamid, MM dengan slogan UMARA yang terpilih menjadi kepala daerah definitif kedua periode 2012-2017 dan periode 2017-2022, setelah sebelumnya dijabat Drs. Zulkifli Zainon, MM dan Drs. Saifuddin Razali, MM, M.Pd (periode Maret 2007 – Maret 2012).
Di bawah panji kepemimpinan UMARA, hiruk-pikuk pertumbuhan ekonomi terus dipacu guna menciptakan Kota Langsa menjadi kota jasa berperadaban dan islami, meskipun masih banyak pekerjaan rumah (PR) mereka yang belum terselesaikan, terutama mengatasi permasalahan pengangguran, ekses dari minimnya pekerjaan dan mengentaskan kemiskinan.
Lambat tapi pasti, seakan UMARA tak pernah berhenti terus melakukan pembenahan di berbagai sudut kota. Kedua orang nomor satu di Kota Langsa itu terus menerus bergerak bagai jarum jam menyambangi warga guna menampung setiap permasalahan warganya dengan melihat sisi kehidupan masyarakat.
Hingga akhirnya, UMARA pun berhenti di sebuah jembatan yang memisahkan Kecamatan Langsa Kota dan Langsa Lama. Keduanya menatap lurus di sebuah aliran sungai, melihat kehidupan warganya yang tinggal di bantaran Krueng Langsa/Sungai Langsa. Miris, kehidupan warga diambang keterbatasaan kehidupan yang berada di kawasan kumuh yang hidup apa adanya.
Tak mau melihat kesusahan warga yang berkepanjangan, UMARA pun melakukan relokasi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai ke kawasan Gampong Timbang Langsa, selain kawasan tersebut sudah menjadi langganan banjir dan lingkungannya dinilai tidak sehat lagi.
“Mengatasi persoalan banjir yang terus menerus berlangsung, UMARA berharap bisa menuntaskannya di tahun 2021 ini, karena jika tidak segera ditanggulangi akan membahayakan warga di kawasan bantaran Krueng Langsa dengan mengusulkan Program KotaKu (Kota Tanpa Kumuh),” urai Wakil Wali Kota Langsa, Dr Marzuki Hamid, MM, saat bertatap muka bersama penulis belum lama ini.
Selanjutnya, Insya Allah sampai tahun 2021 UMARA akan merelokasi 450 KK. Kita berharap semua persoalan itu bisa tuntas, sehingga warga dapat merasa tenang dan nyaman di tempat tinggal yang baru.
Persoalan lainnya, UMARA pun mendapat tantangan terberat menyahuti keinginan warganya untuk menghidupan perekonomian agar bisa berdenyut sebagai kota jasa di tengah-tengah topografi yang tidak mumpuni dengan seluas 262,41 km2 dan sangat minim dari pertumbuhan industri.
Bagai mencari jarum ditumpukan jerami, UMARA pun kembali diberpikir keras guna menyahuti semua keinginan warganya dengan menciptakan sebuah impian besar untuk memberdayakan potensi daerah pesisir yakni, hutan mangrove dan hutan kota sebagai dua tujuan destinasi wisata bagi wisatawan lokal dan luar Aceh.
Kini, kedua destinasi wisata mulai bersolek setelah melakukan pembangunan-pembangunan agar bisa mendongkrak perekonomian. Denyut kehidupan warga pun mulai terlihat dengan semakin banyaknya bermunculan cafe-cafe yang menawarkan sajian coffee khas Aceh dengan bermacam varian rasa asli khas Takengon menambah khasanah hidupnya kota jasa buah dari kemunculan destinasi wisata itu.
Di balik kesuksesan itu semua, harmonisasi kehidupan warga yang homogen mendorong kota Langsa sebagai kota jasa terjadi berkat tatanan yang sejak awal kepemimpinan UMARA dipoles dengan penegakan syariat islam yang apik. Meskipun saat itu menuai kritikan di mana-mana, bahkan sempat mencibirkan bibir.
Menurut Marzuki Hamid, merubah prilaku dan kebiasaan itu tidaklah mudah. Butuh keserusan dan melewati tahapan-tahapan. Apa yang saat ini UMARA dapat tentunya tidak terlepas dari dorongan, dukungan dan support berbagai stakeholders serta masyarakat yang menginginkan niat menjadikan Kota Langsa sebagai kota jasa yang berperadaban namun islami.
Saat ini, lanjutnya, masyarakat bisa merasakan apa yang telah UMARA perbuat, meskipun masih ada PR yang belum terselesaikan di sana sini. Akan tetapi, UMARA sudah mampu keluar dari persoalan-persoalan di awal-awal kepemimpinan kami, berbuat yang terbaik untuk Kota Langsa.
“Hutan mangrove dan hutan kota menjadi dua destinasi wisata yang saat ini sudah dikenal di Sumatera Utara, maupun Provinsi Aceh sebagai wilayah pantai Timur yang memiliki tempat wisata andalan,” sebutnya.
Harapan itu, kini bagai di persimpangan jalan. Di akhir dua tahun masa jabatan mereka kiranya bisa mengukir sejarah atau menyahuti keinginan warga untuk melanjutkan format baru kepemimpinan UMARA jilid III dengan terobosan dan tatanan kehidupan baru.
Begitu juga halnya, akankah visi-misi UMARA ini nantinya bisa dilanjutkan setelah habis masa periode 2017-2022 dengan memanjakan keinginan warga Langsa yang dikenal multietnis dengan segudang pengharapan agar masyarakat bisa bekerja, mengais rezeki, hidup nyaman sebagai kota jasa berperadaban dan Islami.
Jangan sampai akhir dari persimpangan jalan kepemimpinan ini semakin memperpuruk perekonomian warga, atau bahkan semakin mamajukan Kota Langsa menjadi lebih baik dengan segudang prestasi dan kehidupan perekonomian yang lebih baik pula. Semoga impian itu tercapai..
Eddy Khalil
* Tulisan ini disajikan untuk lomba penulisan karya tulis yang diselenggarakan PWI Langsa menyambut Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2021.